JAKARTA – Penyanyi Tulus pernah membuat sebuah karya single album bertajuk Gajah pada tahun 2014. Setelah membuat kampanye bertajuk #TemanGajah, Tulus secara langsung menemui teman gajahnya di Taman Nasional Tesso Nilo, Riau untuk memberikan kalung Gajah.
“Jadi beberapa waktu lalu ketika saya ke hutan itu, saya dalam rangka mengantarkan kalung pendeteksi lokasi (Gajah) yang kita dapatkan. Saya ingin lihat sendiri gimana sih bentuknya, gimana sih proses pemasangannya, bagaimana lingkungan hidupnya,” kata Tulus saat ditemui di kawasan Sarinah, Jakarta Pusat, Jumat (31/8) malam, sebagaimana dilansir JawaPos.com
Kecintaannya pada gajah pun membuat pelantun Teman Hidup itu menyarankan agar masyarakat tidak menaiki gajah. Berdasarkan informasi yang diperolehnya, gajah hanya boleh dinaiki dalam kondisi tertentu dan oleh orang tertentu. Namun, soal bahayanya bagi gajah, Tulus belum mengkrosceknya.
“Saya tidak betul-betul mengetahui informasi tentang bagaimana tulang belakang gajah. Tapi yang saya ketahui, regulasi terbaru di tahun ini tidak ada satupun orang yang boleh menaiki gajah, kecuali Mahout,” lanjutnya.
Mahout adalah orang yang bertanggungjawab untuk hidup gajah. Kata mahout berasal dari bahasa Hindi, mahaut dan mahavat yang artinya pawang gajah.
“Jadi setiap gajah itu ada penanggungjawabnya, Mahout. Kemudian, tim ahli atau di kondisi-kondisi tertentu (yang boleh menaiki gajah). Itu informasi yang saya ketahui langsung dari teman-teman WWF dan teman-teman yang menjadi praktisi langsung di hutan. Tapi informasi detail mengenai bagaimana struktur tulang belakang gajah tuh saya tidak betul-betul mengetahui,” lanjutnya.
Pelantun Monokrom itu menaruh perhatian lebih pada gajah karena ekosistemnya yang mulai punah. Padahal, gajah juga berperan penting pada paru-paru dunia.
“Menurut saya gajah itu sama seperti udara buat kita-kita yang tinggal di kota. Jadi, ini sebenernya ada, tapi kita nggak lihat. Tapi kalau dia nggak ada, kita juga musnah, gitu. Gajah itu punya peranan yang sangat penting untuk pelestarian hutan. Kalau misalnya gajah tidak ada, ada banyak sekali flora-flora hutan yang tidak bisa berkembang dengan cepat semestinya. Jadi, regenerasi hutan sebagai paru-paru dunia akan rusak,” pungkasnya. (yln/JPC/aas)