Ibarat pepatah mati segan hidup pun tak mau, status rumah tangga Iyem (27), nama samaran, kini tak jelas. Sama-sama egois sejak terjadi keributan dengan suami, sebut saja Udin (28), membuat hubungan keduanya merenggang hingga memutuskan untuk pisah ranjang. Padahal, keduanya masih menyimpan perasaan yang sama, yakni masih saling menyayangi satu sama lain. Oalah.
Iyem menyadari, ego keduanya masih labil karena menjalani pernikahan yang dinilai terlalu dini. Saat mengikat tali perkawinan, usia Iyem saat itu masih termasuk belia, yaitu 20 tahun. “Waktu itu (pas menikah-red) saya sempat ragu. Tapi karena banyak teman-teman yang sudah menikah, enggak tahu kenapa, waktu itu kepengin nikah aja,” akunya. Oalah, nikah kok ikut-ikutan teman sih Mbak.
Padahal, baik orangtua Iyem maupun Udin tidak memaksa hubungan mereka harus buru-buru menikah. Iyem juga di usia itu belum bisa menunjukkan sikap dewasa, belum bisa memilah mana yang baik dan mana yang buruk buat dia. Saat itu, Iyem hanya pasrah menjalani hidup.
Ditemui Radar Banten di Pasar Kelapa, Kota Cilegon, Iyem siang itu sibuk menata pakaian di depan toko. Mengenakan kaus merah panjang dipadukan dengan kerudung cokelat dan celana jeans biru, Iyem terlihat cantik sederhana. Iyem ternyata pekerja toko baju di pasar itu.
“Saya baru sudah punya anak satu. Kalau lagi kerja gini, dia (anak-red) sama neneknya,” kata Iyem.
Suaminya mana Mbak? “Nih, saya mau cerita,” timpalnya.
Diungkapkan Iyem, suaminya kini tinggal di rumah orangtuanya. Mereka saat ini hidup berpisah tanpa perceraian dan sudah berlangsung satu tahun lamanya gara-gara sama-sama egois tidak mau mengalah pas ada masalah. Diceritakan Iyem, suaminya dulu merupakan kakak kelasnya sewaktu SMA. Dialah Udin yang dinilai Iyem sebagai cowok macho dan memiliki wajah ganteng dengan hidung yang mancung, serta gemar penampilan rapi telah membuatnya terpesona dan jatuh hati. Walaupun begitu, Udin tak lepas dari kekurangan, yaitu kulitnya hitam dan berjerawat. Namun, itu bukan masalah bagi Iyem yang sudah merasakan kenayaman di dekat Udin. “Saya suka sama Mas Udin tuh selain ganteng, bisa bikin saya nyaman,” pujinya. Sofa kali nyaman, Mbak.
Iyem memang tidak berniat mencari lelaki sempurna yang tampan juga kaya. Ia sadar diri statusnya hanya seorang anak pedagang warung pinggir jalan. Sudah bisa sekolah dan makan saja sudah disyukurinya. Dengan tubuhnya yang mungil, Iyem mempunyai kelebihan yang menjadi daya tarik sehingga Udin mau mendampingi hidupnya.
Iyem dikenal sebagai the power of emak-emak alias wanita pekerja keras. Maka dari itu, Iyem merasa beruntung bisa menjadi pelabuhan hati Udin yang diketahui sebagai anak orang cukup berada. “Bapaknya punya banyak sawah,” ungkapnya. Siapa tahu sewa, Mbak.
Iyem mengaku Udin lah yang mengejar-ngejar cintanya. Perjuangan Udin untuk mendapatkan hati Iyem sampai pada tetes darah penghabisan. Udin selama dekat dengan Iyem selalu mengisi hari-harinya, menghiburnya, hingga mewujudkan semua yang menjadi keinginan Iyem. Tentu saja sikap dan perhatian itu semakin lama semakin membuat Iyem nyaman. Pas masa-masa sekolah, Udin tak pernah telat untuk menjemput maupun mengantar Iyem pulang sekolah pas masa-masa pendekatan.
“Waktu itu Mas Udin udah lulus sekolah dan udah kerja, saya kelas tiga tinggal setahun lagi. Saya sukanya Mas Udin tuh on time,” kenangnya. Apa itu arti on time, Mbak? “Si Emas suka pura-pura deh,” timpalnya.
Singkat cerita, Iyem lulus sekolah. Karena kondisi ekonomi keluarga lemah, Iyem tak melanjutkan kuliah. Dalam situasi itu, Udin justru malah menawarkan Iyem untuk menerima pinangannya. Iyem tak bisa menolak ajakan Udin yang memang sudah membuatnya nyaman. Akhirnya mereka menikah dengan pesta sederhana. Mengawali rumah tangga sementara mereka tinggal bersama keluarga Iyem. Udin awalnya menunjukkan sosok suami penyayang dan berwibawa. Udin juga turut membantu perekonomian keluarga istri. Dua tahun kemudian, Iyem melahirkan anak pertama yang membuat hubungan keduanya semakin harmonis.
“Harmonis juga karena waktu itu Mas Udin lagi semangat-semangatnya, saya kasih jatah tiap malam,” beber Iyem. Kewajiban itu sih, Mbak.
Berjalan empat tahun usia penikahan, rumah tangga mulai goyah saat Udin habis kontrak di perusahaan tempatnya bekerja. Saat itu Udin dan Iyem mulai sering ribut. Apalagi Iyem juga sempat menolak ajakan suaminya pindah ke rumah orangtua. Maksud suaminya agar lebih mudah memenuhi kebutuhan di rumah untuk sekadar makan sehari-hari.
“Kalau lagi pusing enggak punya uang, dia salahkan saya yang enggak mau tinggal sama orangtua dia. Padahal kan dia yang enggak kerja,” keluhnya. Makanya Mbak, harus nurut sama suami.
Sejak itu, rumah tangga Iyem dan Udin tak harmonis. Sampai akhirnya, Udin kabur dari rumah dan tinggal di rumah keluarganya. Iyem sempat mendatangi dan meminta suaminya kembali, tapi Udin bergeming dan menolak menemani istri dan anaknya. “Sakit hati saya, jauh-jauh nyusul, eh dia malah cuek,” kesalnya. Kesinggung kali Mbak, istrinya enggak mau nurut.
Sejak itu keduanya memutuskan untuk pisah ranjang. Setahun lebih Iyem dan Udin pisah rumah. Ketika kedua orangtua mereka bertanya terkait rumah tangga dan meminta kejelasan status pernikahan, Udin dan Iyem sampai sekarang masih belum memutuskan mau cerai atau rujuk.
“Masih bingung. Mau pisah, tapi rasanya masih sayang sama dia. Jadi, ya begini saja (pisah ranjang-red). Lagian juga saya sekarang sudah kerja, meskipun cuma jagain toko orang, lumayan adalah buat makan dan beli susu anak,” ujarnya.
Ya sudah, semoga ada jalan terbaik ya, Mbak. Amin. (mg06/zai/ira)