SERANG – Sejak Pemprov menetapkan status kejadian luar biasa (KLB) Covid-19 di Banten, bupati dan walikota menilai bahwa koordinasi penanganan masih lemah. Akibatnya, muncul kegiatan penanganan Covid-19 yang bentrok. Selain itu, anggaran Covid-19 pun tidak dikoordinasikan.
Walikota Serang Syafrudin mengaku tidak ada koordinasi selama status KLB ditetapkan Pemprov Banten. Seharusnya koordinasi diperkuat ke pemerintah kabupaten kota.
Ia mencontohkan, saat penyemprotan disinfektan di Terminal Pakupatan, Kota Serang. Di terminal tipe A itu, petugas Dinas Perhubungan Kota Serang dan Pemprov Banten sama-sama melakukan penyemprotan. Padahal, apabila ada koordinasi, Pemprov dapat melakukan penyemprotan di lokasi lain yang belum disemprot Pemkot. “Harusnya ditanya dulu titik mana yang belum disemprot,” tandas Syafrudin saat menerima kunjungan Komisi V DPRD Banten di kediamannya, Minggu (12/4).
Contoh lain penunjukan Kelurahan Sayar, Kecamatan Taktakan, yang dijadikan permakaman khusus corona. Penetapan dilakukan tanpa koordinasi dengan Pemkot Serang. Syafrudin menegaskan, akan menolak penetapan Sayar apabila Gubernur tak melakukan koordinasi. “Semestinya ada koordinasi ke pemerintah kota kabupaten,” katanya lagi.
Mantan birokrat ini berharap jangan sampai ada tindakan dan kegiatan yang bentrok. Apabila Pemprov memiliki anggaran, lebih baik diserahkan ke kabupaten kota karena yang mengetahui kondisi di lapangan adalah pemerintah kabupaten kota. “Anggaran yang disiapkan Pemprov Banten untuk Covid-19 secara teknis ada di wilayah kabupaten kota, jadi saya kira baiknya provinsi memberikan bantuan ke kota kabupaten untuk penanganan Covid-19,” ujar Syafrudin.
Pemprov cukup menyiapkan rumah sakit penanganan Covid-19. “Kalau penanganan kesehatan masyarakat serahkan ke kabupaten kota masing-masing,” tuturnya.
Selain itu, mantan camat ini juga menilai anggaran yang digelontorkan lebih baik untuk preventif ketimbang kuratif yakni meningkatkan kesehatan masyarakat. “Bahkan kalau bisa rumah sakit itu kosong. Artinya jangan sampai ada pasiennya, semua sehat,” ujar Syafrudin.
Selain anggaran untuk penyemprotan, ia mengaku juga membutuhkan anggaran untuk rapid test. Tes itu dapat dilakukan terhadap setengah dari jumlah penduduk Kota Serang. Selama Covid-19 mewabah, ia mengaku belum pernah koordinasi dengan Gubernur karena memang akses langsung kepada orang nomor satu di Banten itu tidak ada.
“Baru kemarin ada WA (WhatsApp-red), karena ada kuburan (khusus kasus corona-red). Itu juga tidak tahu apa (nomor-red) ajudannya atau apa saya tidak tahu,” ujar Syafrudin.
Kata dia, lantaran tidak ada koordinasi, maka pihaknya tidak tahu apa yang menjadi tanggung jawab kota kabupaten dan apa yang menjadi tanggung jawab provinsi. “Rapat terakhir menanyakan masalah Covid-19 di kabupaten kota, waktu itu saat rapat Forkopimda provinsi, hanya itu saja,” ungkapnya.
BANGUN KOMUNIKASI
Di tempat yang sama, Sekretaris Komisi V DPRD Banten Fitron Nur Ikhsan mengatakan, tindakan preventif lebih penting. “Karena kalau kita melompat ke hilir, langsung ke kuratif kita seperti menunggu pasien. Seperti yang Pak Walikota bilang, kita jadi seperti nunggu pasien datang terus di tingkat hulunya tak dibendung,” ujarnya.
Untuk itu, lanjut politikus Golkar ini, penanganan Covid-19 harus di tingkat hulu terlebih dahulu sebagai upaya preventif. Di upaya preventif ini Gubernur harus mengajak bicara bupati walikota.
Kata dia, apabila Pemprov mempunyai anggaran untuk penanganan Covid-19 karena melakukan pergeseran anggaran, maka harus mengajak bicara pemerintah kabupaten kota. “Kalau provinsi melakukan pergeseran anggaran yang angkanya hingga triliunan rupiah, kabupaten kota harus diajak bicara karena mereka juga melakukan pergeseran anggaran. Jangan sampai tumpang tindih. Komunikasi sederhananya gini, kami punya uang kalian butuh apa,” tegasnya.
Kemudian, lanjut Fitron, kabupaten kota bisa mapping kebutuhan yang mereka bisa biayai sendiri dan mana yang tidak bisa. “Nah di situ provinsi hadir untuk memberikan supporting anggaran di masing-masing kabupaten kota. Kalau seperti itu nanti akan terintegrasi dan tidak akan kontra produktif,” ujarnya.
Ia mengatakan, kegiatan tumpang tindih contoh sederhananya penyemprotan dilakukan oleh kabupaten kota dan provinsi yang lokasinya bisa bertabrakan. Padahal, apabila uangnya diberikan ke kabupaten kota, mereka bisa melakukan preventif sesuai kebutuhan.
Fitron mengatakan, yang harus dilakukan Pemprov sebelum membuat aturan adalah berkomunikasi dengan bupati walikota. “Intinya perbaiki dulu koordinasi bupati walikota dengan gubernur. Kalau tidak, nanti program ini butuh uang banyak tapi uang dibelanjakan jadi tumpang tindih dengan yang sudah dipersiapkan. Perngorbanan bupati walikota cukup tinggi dengan menggeser anggaran pembangunan,” tuturnya.
Ia berharap, Covid-19 dapat diatasi tapi pembangunan tidak boleh berhenti meskipun harus merelakan sebagian besar anggaran untuk urusan yang lebih besar. Menurutnya, masih ada waktu untuk berkoordinasi dengan bupati walikota. “Saya rasa Pak Gubernur harus turun lah, seperti Pak Walikota Serang. Lihat kondisi di bawah kalau dilihat dari jauh kan kondisi realitas lapangan belum tentu sama yang dibayangkan. Jadi harus turun ke lapangan lihat realitas dan ajak bicara bupati walikota itu penting,” tegas Fitron
Selain itu, lanjutnya, Pemprov jangan hanya fokus pada anggaran saja. Pemprov harus mampu menggerakkan kewaspadaan dan kesetiakawanan sosial yang terencana. Kalau salah dan tergesa-gesa dalam merencanakan program dan tanpa koordinasi hal yang paling menakutkan terjadi paska tiga bulan nanti. “Kalau hanya gesar geser anggaran itu artinya pemerintah hanya bisa bekerja di tataran konvensional. Ayolah saling ngobrol bangun kerja yang terkordinasi,” tuturnya.
Sementara itu hingga semalam pukul 22.30 WIB, Gubernur Wahidin Halim selaku Ketua Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Banten belum bisa dimintai komentar. Nomor ponselnya berulang kali dihubungi dalam keadaan tidak aktif.
Begitu pun Juru Bicara Gugus Tugas Penanganan Covid-19 Provinsi Banten dr Ati Pramudji Hastuti tidak merespons apa pun pernyataan wartawan terkait pemberlakukan PSBB di Provinsi Banten atau terkait pertanyaan seputar lemahnya koordinasi ke pemerinta kabupaten kota. (nna/alt/ags)