SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Sidang kasus dugaan korupsi pengadaan tugboat di PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM) tahun 2019 senilai Rp 74 miliar kembali digelar di Pengadilan Tipikor Serang, Selasa siang, 9 Januari 2024.
Dalam sidang yang menghadirkan terdakwa tunggal Aryo Maulana Bagus Budi selaku Direktur Utama PT AM Indo Tek itu mengungkap sebuah fakta.
Fakta yang terungkap dalam persidangan itu berupa dokumen perusahaan PT AM Indo Tek yang belum lengkap saat akan melaksanakan pekerjaan. Namun demikian, pihak perusahaan tak kunjung melengkapi dokumen persyaratan yang diminta oleh PT PCM.
Hal tersebut diungkapkan oleh Herny Setiawanti selaku Manager Sumber Daya Manusia (SDM) dan Umum PT PCM.
“14 Item, saya lupa. Data itu kurang tahu, tapi yang jelas setelah kontrak banyak dokumen yang belum lengkap,” ungkapnya dihadapan majelis hakim.
Herny menjelaskan, saat PT PCM akan melakukan pengadaan kapal tersebut, Walikota Cilegon yang saat itu masih dijabat Edi Aryadi bersama sejumlah pejabat lainnya, melakukan survei ke Balikpapan dan Singapura.
“Ada dua kegiatan luar, survei ke Balikpapan dan Singapura yang diajukan operasional. Siapa yang berangkat saja, nanti kita yang anggarkan. Edi, Arief, Akmal, Antok, Rifat (yang ikut survei ke Singapura),” katanya.
Herny menjelaskan rencana penambahan kapal togboat untuk PT PCM sudah lama dibahas oleh direksi. Bahkan pada saat Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS), Arief Rivai Madawi membahasnya secara khusus.
“Pengajuan penambahan kapal ini sudah lama. Setiap rapat ada keluhan soal kapal tunda (tugboat). Saat RUPS ada pengajuan itu (Kapal Tunda), hadir (terdakwa),” jelasnya.
Herny menyebut pembahasan pengadaan kapal tugboat itu diduga tanpa sepengetahuan pemegang saham. Sebab, saat pembahasan, suasana rapat berubah dan tidak kondusif, terlebih PT PCM telah memberikan Down Payment.
“Arif, penyampaian hal teknis soal kapal tunda, dan bukti pembayaran jika kapal sudah di DP, bukti transfer di infokus. Suasananya jadi kurang enak, ada yang kaget kok sudah di DP ya. Karena sebelumnya tidak ada pemberitahuan, agak kaget,” jelasnya.
Sementara itu, saksi lainnya Ilham mengatakan sosok RM Aryo Maulana Bagus tidak asing baginya. Sebab, terdakwa sering mendatangi Alm Arief Rivai Madawi di Kantor PCM, sebelum adanya proyek Joint Operation pembelian kapal. “Tahu sering beberapa kali ke kantor ketemu pak Arief,” tuturnya.
Untuk diketahui, berdasarkan surat dakwaan JPU Kejari Cilegon, proyek pengadaan kapal tersebut tidak terlaksana alias fiktif. Terdakwa Aryo dinilai menguntungkan diri sendiri, korporasi atau orang lain.
Orang lain tersebut yakni Edi Ariadi sebesar Rp 500 juta dan 1.060 USD, terdakwa Aryo Rp 18,6 miliar, mendiang Direktur Utama PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM) Arief Rivai Madawi Rp 4,2 miliar, Akmal Firmansyah Rp70 juta dan 1.920 USD.
Lalu, Aditia Fachrul Rozi Rp100 juta, Muhammad Iqbal Rp20 juta, Ridia Rp10 juta, Antok Subiantoro Rp1.452 USD dan Rifatusauqi Rp50 USD.
“Sehingga merugikan keuangan negara atau perekonomian negara sebanyak Rp 23.668.274.110 atau sekitar jumlah tersebut berdasarkan laporan hasil audit perhitungan kerugian keuangan negara oleh BPKP Perwakilan Provinsi Banten,” kata JPU Kejari Cilegon, Achmad Afriansyah.
Perbuatan terdakwa Aryo tersebut oleh JPU didakwa melanggar dakwaan primer Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Pemberantasan Tipikor jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
“Subsider Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP,” tutur Achmad.
Reporter: Fahmi