SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Aktivitas perburuan liar di Kawasan Taman Nasional Ujung Kulon (TNUK), Kabupaten Pandeglang telah menyebabkan tiga ekor badak jawa mati.
Hewan yang sangat langka dan dilindungi itu dibunuh untuk diambil culanya. Harga cula badak jawa di pasar gelap dihargai ratusan juta rupiah.
Salah satu pemburu yang ditangkap polisi dan diadili di Pengadilan Negeri (PN) Pandeglang adalah Sunendi. Ia mengaku telah membunuh jawa.
“Saat ini perkaranya masih disidangkan di Pengadilan Negeri Pandeglang,” ujar salah satu Jaksa Penuntut Umum (JPU) dalam perkara tersebut kepada RADARBANTEN, Selasa sore, 23 April 2024.
Ia mengatakan, terdakwa awalnya sempat berkelit soal perbuatannya. Namun, setelah dibujuk, ia mengaku telah membunuh badak jawa. “Kita bujuk agar terus terang. Kalau tidak jujur kita sampaikan akan nyesal sendiri (hukuman diperberat). Akhirnya dia mengaku telah membunuh tiga badak jawa (dalam dakwaan satu ekor),” katanya.
Perburuan badak jawa itu, menurut terdakwa dilakukan tidak seorang diri. Ia bersama rekannya yang lain. Saat ini, mereka masih dicari kepolisian. “Ada beberapa lagi yang buron, mereka berkelompok (pemburu),” ungkapnya.
Dilansir dari laman https://sipp.pn-pandeglang.go.id/index.php/list_perkara terdakwa ditangkap oleh petugas Ditreskrimum Polda Banten. Sebelum ditangkap, ia datang ke rumah Haris (DPO) yang beralamat di Kampung Ciakar, Desa Rancapinang, Kecamatan Cimanggu, Kabupaten Pandeglang untuk berburu badak cula satu.
“Kemudian setelah itu terdakwa (bersama Sukarya, Icut dan Haris) langsung berangkat masuk ke dalam hutan menyusuri jalan setapak ke Citadahan dimana saat itu terdakwa membawa senjata,” ujar Dessy, dikutip RADARBANTEN.CO.ID, Selasa 23 April 2024.
Sekira pukul 14.30 WIB, terdakwa berhasil menemukan satu ekor badak cula satu atau badak jawa yang sedang makan. Oleh terdakwa, badak tersebut dibidik dan ditembak pada bagian pantatnya.
“Setelah itu terdakwa menembak lagi dari jarak kurang lebih 15 meter mengenai pada bagian perut hingga terjatuh dan mati,” kata Dessy.
Badak yang sudah dalam kondisi mati itu kemudian disembelih menggunakan golok oleh Haris. Selanjutnya, cula badak itu dipotong dan dimasukkan ke dalam kantong plastik berwarna hitam.
“Lalu (cula badak) dibawa ke rumah terdakwa untuk disimpan di dalam ember kamar mandi dengan tujuan agar tulang yang menempel pada cula terlepas,” ujarnya.
Dessy mengatakan, cula badak tersebut oleh terdakwa disimpan di atas plafon rumahnya agar terkena panas dan juga tidak diketahui orang lain.
“Bahwa pada bulan Mei 2022 terdakwa berangkat ke Jakarta menemui saksi Yogi (dalam berkas terpisah) dengan maksud dan tujuan akan menjual cula badak hasil buruannya,” ungkapnya.
Sesampainya di lokasi, terdakwa memperlihatkan cula badak dan ditawarkan dengan harga Rp 300 juta. “Kemudian saksi Yogi menawarkan kepada orang lain dan pada akihirnya cula laku terjual dengan harga sebesar Rp 280 juta,” katanya.
Setelah mendapat uang itu, terdakwa langsung pulang ke rumahnya dengan menggunakan angkutan umum. Saat berada di rumahnya, terdakwa memberitahukan kepada rekannya bahwa cula badak sudah laku terjual.
“Bahwa dari hasil penjualan cula badak masing-masing mendapat bagian sebesar Rp 68,750 juta,” ujarnya.
JPU menegaskan, bahwa terdakwa tidak memiliki ijin dari yang berwenang untuk telah menangkap, melukai, membunuh, menyimpan, memiliki, memelihara, mengangkut dan memperniagakan satwa yang dilindungi dalam keadaan hidup maupun mati dan perbuatan terdakwa tersebut bertentangan dengan Undang-Undang.
“Perbuatan terdakwa sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam Pasal 40 Ayat (2) Jo Pasal 21 Ayat (2) huruf a dan huruf d Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya,” tutur Dessy.
Editor : Merwanda