SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Pembelian gas LPG bersubsidi 3 kilogram kini wajib menggunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP). Hal itu mulai diberlakukan oleh PT Pertamina Patra Niaga terhitung sejak 1 Juni 2024.
Kebijakan itu dilakukan untuk memastikan distribusi gas melon ini tepat sasaran sesuai peruntukan yakni masyarakat miskin.
Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Banten, Babar Suharso membenarkan. Katanya, kebijakan itu sudah mulai berlaku khususnya di Provinsi Banten.
“Betul, per 1 Juni kemarin sudah berlaku. Bahwsasannya setiap pembelian gas melon harus menggunakan KTP,” kata saat ditemui di Pendopo Gubernur Banten, Selasa 4 Juni 2024.
Babar mengatakan, gas melon sendiri merupakan gas yang disubsidi oleh Pemerintah dengan target sasaran masyarakat ekonomi rendah. Kebijakan ini pun dilakukan untuk melindungi barang subsidi agar tepat sasaran. Babar pun mengaku sudah mensosialisasikan kebijakan baru itu kepada masyarakat di Banten.
Lebih jauhnya, Babar menuturkan, masyarakat yang berhak memakai dan membeli gas ini merupakan masyarakat dengan tingkat ekonomi rendah, juga pelaku usaha Mikro.
“Saya pun enggak berhak (sebagai kepala Disperindag Banten,-red) pasti ditolak. Karena pada intinya kebijakan ini untuk melindungi hak masyarkat yang berhak atas gas bersubsidi ini,” kata Babar.
Dikatakannya, baik Pemerintah maupun agen atau pangkalan gas sendiri telah memiliki data masyarakat yang berhak dan tidak sebagai penerima gas bersubsidi. Namun, ia tidk menampik jika saat ini masih banyak masyarakat yang berhak, namun sayangnya belum terdaftar sebagai penerima.
Walaupun begitu, menurutnya hal itu bukan menjadi masalah, sebab masyarakat yang kurang mampu bisa langsung mendaftar ke pangkalan terdekat atau agen resmi Pertamina.
“Jadi masyarakat yang belum terdata tinggal daftar ke pangkalan. Kalau yang sudah terdata dalam Data Terpadu Kesejahteraan Sosial (DTKS-red) otomatis sudah terdaftar,” ungkapnya.
Ia berharap, pembelian gas subsidi melalui KTP ini dapat benar-benar tersalurkan kepada masyarakat yang kurang mampu. Kebijakan ini juga tentunya untuk mengukur kebutuhan gas melon per keluarga.
“Kita berharap juga para pengecer agar mematuhi kebijakan ini, dengan hanya memberikan gas bersubsidi kepada mereka yang berhak mendapatkannya. Jika pun tidak mungkin nanti akan ada sangsi dari agen atau pangkalan,” tegasnya.
Sementara itu, Siti Rosma, seorang ibu rumah tangga sekaligus pelaku usaha mikro di Rangkasbitung mengakui terkadang dirinya sulit mendapatkan gas bersubsidi. Walaupun dapat, terkadang harganya mahal.
Dirinya pun berharap, dengan kebijakan itu maka akan memberikan pembatasan kepada para pembeli dengan adanya penegasan bahwa yang berhak saja yang bisa mendapatkan gas melon itu.
“Semoga dengan ada kebijakan gas lpg tidak lagi langka, agar masyarakat khususnya pelaku usaha kecil seperti saya ini bisa dengan gampang mendapatkannya,” pungkasnya. (*)
Editor: Agus Priwandono