PANDEGLANG,RADARBANTEN.CO.ID–Pemerintah mengatur kesehatan sistem reproduksi melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksanaan Undang-Undang (UU) Nomor 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
Sebagaimana diketahui, Pada PP yang ditandatangani Presiden RI Joko Widodo pada 26 Juli 2024 tersebut, salah satunya mengatur penyediaan alat kontrasepsi untuk kelompok usia sekolah atau remaja alias pelajar.
Aturan tersebut dituang dalam Pasal 103, khususnya Ayat (4) butir ‘e’ yang menyebut penyediaan alat kontrasepsi.
Merujuk Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 21 Tahun 2021, pelayanan kontrasepsi adalah serangkaian kegiatan terkait dengan pemberian obat, pemasangan atau pencabutan alat kontrasepsi dan tindakan-tindakan lain dalam upaya mencegah kehamilan.
Hal itu dilakukan melalui bahan ajar atau kegiatan belajar mengajar, baik di sekolah maupun kegiatan lain di luar sekolah.
Pasal tersebut juga mengatur pelayanan konseling kesehatan untuk pelajar.
Adapun di Pasal 103 ayat 4 merinci lagi soal pelayanan kesehatan reproduksi yang dimaksudkan itu meliputi:
a. deteksi dini penyakit atau skrining;
b. pengobatan;
c. rehabilitasi;
d. konseling; dan
e. penyediaan alat kontrasepsi
Pasal itu menjelaskan pemberian komunikasi, informasi, dan edukasi meliputi sistem, fungsi, dan proses reproduksi menjaga kesehatan reproduksi perilaku seksual berisiko dan akibatnya keluarga berencana serta melindungi diri dan mampu menolak hubungan seksual.
Menanggapi hal itu, Kepala Seksi Madrasah Kementerian Agama Kabupaten Pandeglang, H. Isa memberikan pandangannya terkait kebijakan tersebut yang saat ini tengah menjadi polemik dari berbagai kalangan, terkait yang bertentangan dengan syariat agama dan berdampak positif.
“Semua kebijakan yang berdampak positif dan tidak bertentangan dengan norma agama tidak menjadi masalah. Namun, saya tidak bisa berkomentar banyak karena belum ada sosialisasi dari pihak terkait dan belum ada kebijakan yang dilaksanakan,” ungkapnya, Kamis 8 Agustus 2024.
Menurutnya, kalau ditinjau dari persepektif kesehatannya mungkin hal itu tidak masalah.
H. Isa mengaku baru mengetahui informasi terkait kebijakan ini dari berbagai sumber media belakangan ini.
“Kami masih mempelajarinya sambil menunggu sosialisasi dari pihak terkait mengenai peraturan tersebut dan bagaimana kajiannya,” ujarnya.
Ia menegaskan bahwa madrasah memiliki ciri khas keagamaan yang tidak boleh keluar dari konteks aturan yang ada.
“Kami paham bahwa peraturan tersebut pasti telah melalui kajian. Namun, sampai saat ini kami belum menerima informasi detail mengenai proses kebijakan tersebut,” jelasnya.
Meski begitu, H. Isa juga menyampaikan kekhawatirannya terhadap dampak negatif dari kebijakan tersebut di sektor pendidikan.
Ia menjelaskan bahwa Kementerian Agama sudah memiliki aturan khusus, seperti kursus calon pengantin (Catin) yang bekerja sama dengan KUA dan puskesmas untuk memberikan pembinaan.
“Setiap calon pengantin harus mengikuti pembinaan yang sudah tertuang dalam undang-undang perkawinan,” tegasnya.
H. Isa menekankan bahwa di Kementerian Agama dan madrasah-madrasah, karakter pendidikan akhlak sangat ditekankan kepada anak didik.
“Madrasah selalu mengedepankan akhlak karena akhlak berada di atas ilmu. Norma agama selalu diutamakan dalam setiap aspek pendidikan,” tutupnya. (*)
Reporter: Moch Madani Prasetia
Editor: Agung S Pambudi