PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Yadi, seorang pengusaha tempe rumahan di Kampung Maja Mesjid, Sukaratu, Majasari, Pandeglang, bisa meraup omzet hingga puluhan juta rupiah. Bisnisnya yang dirintis dari nol itu, kini berkembang pesat di tengah masyarakat.
Yadi memulai usahanya di tengah masa sulit akibat pandemi Covid-19.
Sebelum menggeluti usaha rumahannya itu, Yadi bekerja sebagai karyawan swasta. Namun, pandemi Covid-19 membuatnya harus kembali ke kampung halaman dan mencari cara baru untuk menghidupi keluarganya.
“Alhamdulillah, sudah hampir empat tahun saya menggeluti usaha ini sejak keluar dari pabrik swasta,” ungkap Yadi, Selasa, 13 Agustus 2024.
Yadi menjelaskan bahwa tempe yang diproduksinya berbahan dasar kedelai.
Proses pembuatan tempe dimulai dengan merendam kedelai, kemudian direbus, dan dilanjutkan dengan fermentasi selama satu malam.
“Setelah proses fermentasi, dilakukan pengasaman, kemudian kedelai dikupas menggunakan mesin pengupas, dicuci, diberi ragi, hingga akhirnya tempe siap dikemas dan dipasarkan,” jelasnya.
Dalam empat tahun terakhir, usaha tempe yang dirintis Yadi telah berkembang pesat dan menjadi sumber penghidupan yang menjanjikan.
Tempe Bohay Badak Pandeglang, brand yang disematkan Yadi, kini mulai dikenal di berbagai wilayah.
Brand tempe itu muncul dari kebiasaan konsumen yang sering menyebut tempe tersebut sebagai ‘bohay’ karena bentuknya yang berbeda dari tempe pada umumnya. Terlihat lebih besar dan padat.
“Awalnya kita hanya menjual tempe biasa, tapi kemudian ada konsumen yang memberi masukan. Mereka melihat tempe kami beda, bentuknya lebih besar, jadi mereka sebut tempe bohay. Nama Badak sendiri kita ambil karena Pandeglang identik dengan ikon badak, sehingga jadilah nama Tempe Bohay Badak Pandeglang,” ucapnya.
Pemasaran tempe Bohay Badak Pandeglang ini kini telah meluas. Tidak hanya di wilayah Kabupaten Pandeglang saja, tetapi juga ke Bogor dan DKI Jakarta.
Dalam memproduksi tempe ini, Yadi dibantu oleh lima karyawan di rumah produksinya.
Tempe ini dijual dengan harga Rp 5.000 dan Rp 1.500 per satuannya, tergantung ukuran. Selain itu juga ia pun memproduksi keripik tempe.
“Untuk harga, kami pastikan tetap ekonomis. Alhamdulillah, tempe kami juga sudah memiliki izin legalitas yang lengkap, termasuk izin halal dan Nomor Induk Berusaha (NIB), sehingga aman untuk dikonsumsi oleh masyarakat luas,” tambahnya.
Ia menyampaikan, dari usaha yang terus digelutinya, ia kini mampu meraup omzet hingga Rp 35 juta per bulan.
“Omslzet kita Alhamdulillah sudah mencapai Rp 35 jutaan. Selain menjual secara langsung, kita juga memasarkan produk ini secara online melalui media sosial dan membuka sistem pre-order (PO),” tuturnya.
Tempe yang sejak dulu menjadi makanan tradisional yang digemari banyak orang, tetap mempertahankan popularitasnya.
Makanan sederhana berbahan dasar kedelai ini dikenal kaya akan protein dan berbagai nutrisi yang bermanfaat bagi tubuh.
Yadi berharap, usahanya dapat terus berkembang, tidak hanya terbatas pada penjualan di pasar tradisional.
“Saya berharap produk ini bisa masuk ke perkantoran, katering, dan berbagai tempat lainnya untuk memperluas jangkauan pasar kami,” harapnya. (*)
Editor: Agus Priwandono