PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID – Pelaku petani kopi lokal Robusta di Pandeglang biasa dipanggil Kang Maman menilai harga kopi mengalami kenaikan hingga Rp 50 ribu per kilogram. Namun demikian, kenaikan itu tidak membuat petani kopi gembira.
Para petani menilai naiknya harga kopi tak sebanding dengan hasil panen. Ditambah lagi dengan kualitas kopi yang harus terjaga ditengah peningkatan harga.
Menurut Kang Maman, seorang petani kopi Lawang Taji Gunung Karang mengatakan, harga kopi saat ini mencapai sekitar Rp50 ribu per kilogram.
“Iya, lagi naik. Tahun lalu harganya masih di bawah Rp25 ribu per kilogram, sekarang sudah Rp50 ribu di pasar pengepul,” ungkap Kang Maman, Rabu 6 November 2024.
Kendati demikian, permintaan pasar nasional cukup tinggi, Maman menjelaskan bahwa tantangan terbesar petani lokal adalah memenuhi standar kualitas yang diinginkan pasar.
“Permintaan pasar nasional luar biasa, tapi mereka ingin kualitas grade 1. Sementara itu, petani di Pandeglang baru mampu menghasilkan sekitar 30 persen dari hasil panen dengan kualitas tersebut,” ujarnya.
Kang Maman menambahkan, harga kopi robusta dengan kualitas standar atau asalan saat ini stabil di angka Rp75 ribu per kilogram. Namun, kopi dengan kualitas terbaik bisa mencapai lebih dari Rp100 ribu per kilogram.
Ia juga menyebut bahwa kopi robusta Gunung Karang sudah dipasarkan ke berbagai wilayah, termasuk Jabodetabek dan bahkan ke mancanegara.
“Kopi ini sudah dipromosikan di beberapa acara besar. Permintaan global, nasional, dan daerah terus ada Alhamdulillah, termasuk dari Malaysia dan Dubai. Untuk pasar nasional, harganya sudah dalam hitungan dolar,” jelasnya.
Lanjutnya, bahwa hasil panen kopi tahun lalu mencapai 1 ton dari lahan seluas 2 hektare, sedangkan tahun ini meningkat menjadi 2 ton. Namun, peningkatan tersebut masih belum cukup untuk memenuhi tingginya permintaan.
“Kita masih memasarkan kopi di wilayah Jabodetabek. Untuk pasar nasional, baru mampu memenuhi sekitar 30 persen dari total permintaan. Produksi kopi meningkat karena perawatan pohon yang lebih baik, apalagi dengan naiknya harga kopi,” tuturnya.
Ia menjelaskan masa panen kopi di Kabupaten Pandeglang berlangsung setahun sekali, biasanya pada bulan Mei, Juni, dan Juli. Namun, petani sempat menghadapi penurunan hasil panen akibat cuaca yang tidak menentu dan tantangan perawatan tanaman.
“Kami saat ini belum bisa memenuhi seluruh permintaan pasar nasional. Insyaallah, pada tahun 2025-2026, kami harap bisa mengejar target tersebut, dengan catatan kualitas kopi harus terus terjaga,” tandasnya.
Editor: Abdul Rozak