SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Penyidik Tipikor Ditreskrimsus Polda Banten belum melimpahkan berkas perkara Direktur Utama (Dirut) PT Trikencana Sakti Utama (TSU), Bambang Suparno ke jaksa peneliti Kejati Banten.
Berkas perkara tersangka kasus dugaan korupsi proyek tahap 1 jalan beton Pelabuhan Warnasari, Kota Cilegon tahap 1 tahun 2020 senilai Rp 39,1 miliar tersebut masih dalam tahap penyusunan.
“Belum beres, mungkin sebentar lagi dilimpahkan. Masih ada beberapa saksi yang harus diperiksa,” kata Kasubdit III Tipikor Ditreskrimsus Polda Banten, AKBP Dwi Yoga Sidhimantra saat ditemui di ruang kerjanya belum lama ini.
Yoga mengatakan, dalam kasus tersebut, pihaknya untuk saat ini masih menetapkan satu orang tersangka. Bambang ditetapkan sebagai tersangka sejak Jumat (24/1) lalu.
Oleh penyidik, ia dijerat dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 ayat (1) jo Pasal 18 UU RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tipikor sebagaimana telah diubah dalam UU RI Nomor 20 Tahun 2001. “Dijerat dengan Pasal 2 dan Pasal 3 UU Tipikor,” ujar Yoga.
Meski telah menetapkan Bambang sebagai tersangka, penyidik tidak menutup kemungkinan akan menetapkan tersangka baru dalam kasus tersebut. Saat ini, penyidik masih melakukan pengembangan dalam kasus tersebut. “Saat ini masih dilakukan pengembangan,” kata mantan Wakapolres Kapuas ini.
Yoga menjelaskan, Bambang ditetapkan sebagai tersangka karena diduga mengendalikan pekerjaan tersebut. Bahkan, ia diduga telah mengatur keuangan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN), PT Amarta Karya (AK), PT TSU dan PT Indec Internusa (II). “Yang bersangkutan menghandle pekerjaan itu dan mengelola keuangannya,” katanya.
Yoga membenarkan, proyek puluhan miliar itu dimenangkan oleh PT AK. Setelah ditetapkan sebagai pemenang lelang, PT AK menjalin kerjasama operasi atau KSO dengan PT TSU dan PT II. “Iya betul PT Amarta Karya yang jadi pemenang lelang,” ucapnya.
Yoga mengatakan, kasus dugaan korupsi yang terjadi di Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) Cilegon, PT Pelabuhan Cilegon Mandiri (PCM) ini merugikan keuangan negara sebesar Rp 3,2 miliar.
Jumlah kerugian tersebut didapat dari hasil audit perhitungan kerugian negara (PKN) dari Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Perwakilan Banten rampung. “Kami telah menerima hasil auditnya pada awal Desember 2024, kerugiannya Rp 3,2 miliar. Pekerjaan proyek tersebut diduga tidak sesuai spesifikasi,” ujarnya.
Hasil audit PKN tersebut diakui Yoga menjadi dasar penyidik dalam menetapkan tersangka. Tanpa hasil audit PKN, proses gelar perkara penetapan tersangka tidak dapat dilakukan. “Harus ada hasil audit,” tegasnya.
Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yakni PT Amarta Karya (AK). Dalam pelaksanaan pekerjaan itu, PT AK menjalin kerjasama operasi atau KSO dengan PT Tri Kencana Sakti (TSU) dan PT Indec Internusa (II). “Iya betul PT Amarta Karya yang jadi pemenang lelang,” ucapnya.
Yoga menambahkan, selain mengusut kasus jalan beton Pelabuhan Warnasari, Kota Cilegon tahap satu, pihaknya telah merampungkan penyidikan kasus korupsi tahap dua akses jalan Pelabuhan Warnasari senilai Rp 48,4 miliar.
Dalam kasus tersebut, penyidik telah menetapkan tiga orang tersangka. Mereka, Direktur PT Arkindo Tb Abu Bakar Rasyid, pengusaha bernama Sugiman dan mantan Direktur Operasional PT PCM, Akmal Firmansyah.
Dari ketiga tersangka tersebut, dua orang atas nama Sugiman dan Tb Abu Bakar Rasyid telah disidangkan terlebih dahulu di Pengadilan Tipikor Serang. Sementara, Akmal Firmansyah perkaranya dilakukan split atau terpisah. “Yang sebelumnya sudah selesai (penyidikannya-red),” tuturnya. (fam)
Editor: Abdul Rozak