PANDEGLANG, RADARBANTEN.CO.ID–Video deklarasi penolakan kawasan Gunung Karang, Kabupaten Pandeglang dijadikan tempat wisata viral di media sosial (Medsos).
Berdasarkan video yang diperoleh Radarbanten.co.id, sejumlah warga yang tergabung dalam Forum Silaturahmi Musyawarah Warga Gunung Karang dengan tegas menolak segala bentuk aktivitas wisata seperti camping, tracking, hingga gowes di kawasan tersebut.
Dalam video yang beredar di media sosial, seperti diunggah akun Instagram @pandeglangeksis dan @infopandeglang, sejumlah tokoh masyarakat menyampaikan sikap tegas mereka. Mereka menilai kawasan Gunung Karang tidak layak dijadikan tempat wisata dengan alasan apa pun.
“Kami atas nama masyarakat wilayah Gunung Karang menolak dengan keras Gunung Karang dijadikan tempat wisata, terutama untuk camping, tracking, gowes, dan lainnya,” kata tokoh setempat yang dikutip dalam pernyataan video tersebut.
Pernyataan sikap itu disebut telah disepakati bersama pada Minggu, 27 Juli 2025.
“Itu pernyataan sikap kami yang disepakati hari Minggu 27 Juli 2025, sekian dan terimakasih,” tutupnya.
Belum diketahui secara pasti alasan warga menolak kawasan itu dijadikan tempat wisata.
Menanggapi hal tersebut, Wakil Bupati Pandeglang, Iing Andri Supriadi, meminta agar persoalan ini dikaji secara menyeluruh.
Menurut Iing, kawasan Gunung Karang berada di bawah kewenangan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) melalui Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Provinsi Banten yang bermitra dengan Perhutani dalam pengelolaan kawasan hutan.
“Itu forum dari para ulama ya, terkait penolakan camping dan tracking di Gunung Karang. Tapi secara kewenangan, itu milik Kementerian Kehutanan. Di provinsi, itu dijalankan oleh DLH Banten dan dikelola oleh Perhutani,” kata Iing saat diwawancarai radarbanten.co.id di Sekretariat Daerah (Setda) Pandeglang, Senin 28 Juli 2025.
Ia pun menyarankan agar pihak terkait, dalam hal ini Perhutani, memberikan edukasi kepada masyarakat sekitar tentang rencana pengembangan wisata, termasuk potensi manfaat maupun dampak negatifnya.
“Silakan tanya ke pihak Perhutani untuk sosialisasikan. Jelaskan dampak positifnya, juga dampak negatifnya seperti apa,” katanya.
Terkait sikap warga yang menolak, Iing mengaku belum bisa mengambil kesimpulan. Ia menilai perlu dilakukan kajian lebih mendalam soal dasar penolakan yang disampaikan masyarakat.
“Penolakan ini harus dikaji secara utuh. Dasarnya apa? Apakah karena bisa mencemari lingkungan atau mengganggu kearifan lokal? Itu perlu pendalaman,” jelasnya.
Meski demikian, Iing menegaskan bahwa sektor pariwisata tetap perlu dikembangkan di Kabupaten Pandeglang untuk meningkatkan perekonomian dan pendapatan daerah, dengan tetap menjaga nilai-nilai lokal.
“Pariwisata itu penting untuk ekonomi masyarakat dan PAD (Pendapatan Asli Daerah). Tapi harus dijaga agar tidak merusak kearifan lokal,” tegasnya.
Gunung Karang sendiri dikenal sebagai kawasan yang sakral bagi sebagian masyarakat Pandeglang. Iing menyebut ada situs-situs budaya seperti Lawang Taji dan Sumur Tujuh yang diyakini memiliki nilai sejarah dan spiritual tinggi.
“Itu warisan. Keasriannya harus dijaga. Jangan sampai potensi wisata justru mengganggu nilai-nilai budaya yang ada,” pungkasnya.
Reporter: Moch Madani Prasetia











