SEJAK tahun 1999, Ernawati telah belajar kaligrafi. Perempuan yang memiliki suami juga seorang seniman kaligrafi bernama Nurkholis ini sebelumnya, adalah tenaga pengajar bahasa arab di berbagai sekolah.
Sarjana bahasa arab UIN Syarif Hidayatullah Ciputat itu, mengaku dulu keahlian membuat kaligrafi hanya sebatas hobi. Belum menjadi profesi seperti sekarang.
Namun, berkat kegigihan, dedikasi dan keahliannya, seni kaligrafi telah mengubah hidupnya. Sejumlah prestasi dan penghargaan yang pernah diraihnya nampak terpajang di dinding ruang tamunya yang mungil. Beberapa di antaranya tersimpan di lemari kaca yang berisi koleksi piala sejak tahun 2001 dengan mengikuti beberapa perlombaan musabaqoh tilawatil Quran (MTQ). Mulai tingkat kabupaten, provinsi, hingga nasional. Semuanya kategori seni kaligrafi.
Pengalaman mengikuti kompetisi kaligrafi boleh dibilang lumayan. Hingga 2015 lalu, dari enam kali mengikuti lomba kaligrafi di MTQ nasional, baru sekali dia tidak lolos hingga babak final.
Ada empat kategori lomba kaligrafi yang dipertandingkan, seperti Naskah (penulisan kaligrafi berwarna hitam putih untuk lembaran Alquran), Mushaf (kaligrafi untuk sampul dan halaman depan Alquran), Dekorasi (kaligrafi untuk hiasan di masjid), dan Kontemporer (kaligrafi yang digabungkan dengan lukisan).
Dari setiap lomba, dia selalu juara. Bahkan untuk kategori kaligrafi kontemporer sebagai jenis kaligrafi tersulit, Ernawati telah meraih juara pertama sebanyak empat kali. ”Bagi saya, lakukan sesuatu hal itu dengan unsur kesenangan, maka tidak terasa lagi seperti bekerja setiap kali melakukannya,” kata wanita kelahiran Bogor, 27 September 1980 ini, Rabu (18/10).
Konsistensi terhadap karya, wajib hukumnya bagi seorang seniman kaligrafi. Dari situlah, karya akan dinilai dan dihargai orang lain baik dari segi moral maupun material.
”Jadi seniman jangan takut, rezeki enggak akan kemana. Buktinya, dari semua ini biaya pernikahan saya tahun 2004 lalu hasil dari melukis kaligrafi. Termasuk biaya pembangunan rumah dan kendaraan mobil yang saya gunakan bersama suami semuanya merupakan hasil manis dari hobi sekaligus profesi kaligrafi,” tuturnya.
Selain segudang prestasi, Ernawati dan suami bercita-cita mengkaligrafikan lingkungan tempat tinggalnya. Untuk itu pasangan suami ini setiap harinya menggunakan area masjid yang berada dekat dengan rumahnya sebagai tempat TPQ atau Taman Pendidikan Alquran. Selain mengajarkan bacaan Alquran, TPQ-nya juga mengajarkan seni kaligrafi kepada murid-muridnya.
Kegiatan tersebut sebagai salah satu bentuk pengabdian dan ikhtiarnya dalam memajukan seni kaligrafi di Indonesia yang mayoritas berpenduduk muslim. Khususnya kepada generasi muda yang ada di sekitar tempat tinggalnya di Gang Salak, Pamulang, Kota Tangsel.
”Saya sih berangan-angan menjadikan Gang Salak sebagai kampung kaligrafi di Indonesia. Seperti halnya Kampung Berbahasa Inggris di Pare Jawa Timur dan Kampung Seni Lukis di Jelekong Bandung Jawa Barat yang sudah mendunia,” tutupnya. (ADE M/RBG)