Oleh: Dahlan Iskan
Puncak tahun baru Imlek sudah terjadi tadi malam. Yakni ketika tiap keluarga Tionghoa berkumpul di rumah masing-masing. Makan bersama. Dengan menu utama kaki babi, mi panjang umur dan ikan.
Tadi malam saya ikut merayakannya di Taipei, Taiwan. Di rumah keluarga Yue Yi Teh. Yang sudah seperti keluarga sendiri. Yang dulu, bapaknya sering memberi nasehat ke saya.
Saya juga pernah bermalam tahun baru Imlek di Tiongkok. Beberapa kali. Pernah juga di Singapura. Bersama keluarga Robert Lai. Yang sudah seperti kakak sendiri.
Di mana pun adatnya sama. Hanya di Singapura pakai mie khusus. Di taruh di satu piring besar. Dengan campuran berbagai macam sayur. Juga saus. Semua keluarga yang mengelilingi meja berdiri. Dengan sumpit di tangan. Lalu mengaduk mie itu. Rame-rame. Dengan cara mengangkat mie dengan sumpit. Setinggi-tingginya. Dijatuhkan di piring itu lagi. Berkali-kali. Sambil mengucapkan selamat tahun baru. Mie pun tercampur dengan sempurna. Bahkan agak berantakan. Ada yang terciprat ke luar piringan.
Ramai. Meriah. Bercanda sampai larut malam.
Pagi ini, 5 Februari 2019, giliran sungkeman. Anak sungkem ke orang tua. Adik sungkem ke kakak. Yang yunior ke yang lebih senior.
Saat sungkeman itulah orang tua harus memberi anak-anaknya angpao. Amplop merah. Yang isinya uang.
Dan sekali lagi: makan-makan. Dengan menu utama miesua.
Yang utama sungkeman di lingkungan keluarga inti. Setelah itu mereka saling berkunjung. Yang merasa lebih muda ke rumah yang lebih tua. Muda dalam pengertian umur. Maupun dalam hirarkhi keluarga. Anak-anak biasanya lebih rajin: akan banyak dapat angpao.
Mereka memakai baju baru. Celana dalam pun juga harus baru. Hari ini akan banyak yang berbaju merah.
Hari ketiga tidak boleh lagi saling berkunjung. Itu hari kurang baik.
Tentu semua itu dulu. Sekarang sudah banyak yang berubah. Meski masih banyak juga yang tetap seperti itu.
Ucapan ‘Gong Xi Fa Cai’ adalah khas daerah selatan. Di Beijing dan sekitarnya tidak kenal istilah itu. Ucapan selamat tahun baru mereka adalah ‘Xin Nian Kuai Le’. Tahun Baru Bahagia.
Tahun baru disebut ‘Xin nian’. Xin = baru. Nian = tahun. Tapi di Tiongkok Xin Nian juga sering disebut ‘Guo Nian’. Di istilah ini ‘nian’ bukan berarti tahun. Meski tulisan Mandarinnya sama.
Dulu, ‘Nian’ itu nama setan jahat. Yang selalu muncul di malam tahun baru. Yang berusaha mencelakakan seluruh keluarga.
Malam itu setan tersebut harus dilawan. Dengan warna merah: amplop, baju dan dekorasi. Semua keluarga harus bisa melewati ancaman setan jahat itu. Dari situlah istilah ‘guo nian’ bermula.
Tentu banyak versi yang lain. Intinya seperti itu.
Keharusan berkumpul di keluarga itulah yang membuat arus mudik luar biasa. Tahun ini 400 juta orang Tiongkok mudik. Tiongkok libur satu minggu.
Jangan melakukan perjalanan di sekitar tahun baru Imlek di Tiongkok. Ruwetnya bukan main. Seperti arus mudik di hari lebaran di Indonesia.
Beberapa perubahan terjadi. Misalnya banyak yang makan bersamanya tidak lagi di rumah. Pindah ke hotel. Atau restoran. Ada juga yang mudiknya dibalik. Orang tua di desa diminta ke kota. Makan bersama di kota. Biayanya lebih murah. Arus lalu-lintas ke arah kota besar juga lebih sepi.
Perubahan yang lucu: angpaonya dikirim lewat WeChat. Meski dengan konsekwensi: setannya tidak takut lagi.
Di Taiwan arus mudik tidak begitu mencolok. Memang banyak yang antre karcis. Sampai tidur di luar stasiun kereta. Tapi tidak separah di Tiongkok.
Semua sudah tahu: tahun ini tahun babi. Melambangkan kemakmuran. Kebahagiaan.
Setidaknya bagi pedagang babi.
Xin Nian Kuai Le! (Dahlan Iskan)