JAKARTA – Ratusan musisi menolak Rancangan Undang-Undang (RUU) Permusikan dengan membentuk Koalisi Nasional Tolak RUU Permusikan. Total 262 orang tergabung di dalamnya.
Membahas persoalan RUU Permusikan, para musisi, pelaku industri, perwakilan DPR, Koalisi Seni, pemerhati musik berkumpul di Cilandak Town Square, Jakarta, Senin (4/2) untuk berdiskusi. Antara lain, Glenn Fredly, Anang Hermansyah yang merupakan anggota Komisi X DPR RI, Kepala Pusat Perancangan Undang Undang Inosentius Samsul, Rara Sekar, Marcell Siahaan, Danilla Riyadi, Gerald Situmorang, dan banyak lainnya. Beberapa hal yang diungkapkan dalam pertemuan kemarin, di antaranya mempertanyakan urgensi DPR RI dan pemerintah untuk membahas dan mengesahkan RUU tersebut.
Draf RUU banyak memuat pasal yang tumpang tindih dengan beberapa Undang-Undang yang ada seperti, Undang-Undang Hak Cipta, Undang-Undang Serah-Simpan Karya Cetak dan Karya Rekam, serta Undang-Undang ITE. ”Kami menemukan setidaknya 19 pasal yang bermasalah,” papar Rara. Mulai ketidakjelasan redaksional atau bunyi pasal, siapa dan apa yang diatur, hingga persoalan mendasar atas jaminan berekspresi dalam bermusik.
Salah satu kegelisahan terbesar adalah pasal 5 yang dianggap bisa membelenggu kebebasan musisi dalam berekspresi. Sebab, memuat kalimat yang multiinterpretasi dan bias. Selain itu, bertolak belakang dengan semangat kebebasan berekspresi dalam berdemokrasi. Juga, pasal lain yang dianggap memarjinalisasi musisi independen dan berpihak pada industri besar.
”Ekosistem seni di Indonesia harus baik,” tutur Hafez Gumay dari Koalisi Seni Indonesia. Koalisi Seni Indonesia fokus pada advokasi kebijakan. Awalnya fokus pada RUU kebudayaan yang akhirnya menjadi UU Pemajuan Kebudayaan.
”Sekarang muncul RUU Permusikan, tentu itu merupakan ranah kerja kami, lanjutnya. Kemudian menelaah isinya, apakah punya potensi disharmonisasi dengan peraturan perundangan yang lain, apakah justru mempersulit bukan mempermudah, dan apakah masalah yang dihadapi musik saat ini bisa dijawab dengan UU itu. Ternyata, kami menemukan beberapa pasal yang justru bertolak belakang,” ungkap Hafez.
Mendapat masukan dari berbagai pihak, Anang menyatakan berterima kasih dan akan mengkaji ulang RUU Permusikan. ”Pastinya akan dikaji ulang. Masukan ini berjalan terus, baik dari teman-teman di sini, di media sosial, di mana-mana,” ungkapnya.
Anang menambahkan, ini masih berupa draf rancangan. Dia berharap proses diskusi terus berjalan baik. Merespons pasal-pasal yang menjadi polemik, pasal 5 misalnya, penyanyi dan pencipta lagu itu mengatakan dirinya juga tidak setuju dengan pasal tersebut. ”Pasal 5 bisa diubah redaksionalnya, atau didrop, tapi yang bagus-bagus lainnya jangan dibuang,” tuturnya.
Pada kesempatan itu, Anang juga menegaskan bahwa benar dirinya yang mengusulkan RUU Permusikan tersebut, namun bukan dia yang merumuskan. Ada tim yang merumuskan.
Sementara itu Glenn menuturkan, lebih dari 50 tahun industri musik di Indonesia berjalan, yang terlewat adalah pengelolaan dan perlindungan. ”Berangkat dari sebuah lagu. Engine-nya ada di karya,” tutur Glenn, inisiator KAMI Musik Indonesia. (jpg/aas)