CILEGON – Jalur pelayaran di perairan Selat Sunda akan diperketat oleh pemerintah dengan menggunakan Traffic Separation Schemes (TSS) atau Bagan Pemisahan Alur Laut.
Dengan sistem itu, pemerintah membuat sistem yang bisa memantau laju pelayaran baik yang dari luar ke dalam negeri maupun sebaliknya.
Sistem yang akan mulai diterapkan pada 1 Juli 2020 mendatang itu disebut-sebut untuk menjamin keamanan lalu lintas kapal serta wilayah perairan Selat Sunda, bukan hanya dari potensi kecelakaan laut, tapi juga bentuk berbagai macam pelanggaran hukum.
Kemarin, Kamis (11/6), Panglima Komando Armada I Laksamana Muda TNI Ahmadi Heri Purwono bersama Lanal Banten, Kantor Kesyahbandaran dan Otoritas Pelabuhan (KSOP) Banten, Ditpolairud Polda Banten, dan Basarnas Banten meninjau kesiapan penerapan aturan tersebut.
Di sela-sela proses peninjauan, Heri menjelaskan, perairan Selat Sunda merupakan salah satu perairan yang dipadati oleh lalu lintas kapal internasional.
Selama ini, perairan tersebut tidak hanya menjadi jalur penyeberangan Pelabuhan Merak-Bakauheni. Tapi juga jalur perekonomian internasional.
Berdasarkan data terakhir, pada tahun 2019, lalu lintas kapal di perairan berdirinya Gunung Anak Krakatau tersebut sebanyak lebih dari 10 ribu kapal.
Sedangkan, jalur Alur Laut Kepulauan Indonesia (ALKI) di perairan tersebut masih belum jelas. “Dengan ini akan diperjelas, sehingga menghindari mereka bertabrakan,” ujarnya di atas kapal KRI Usman Harun, Kamis (11/6).
Dengan sistem ini, pemerintah telah membuat jalur yang harus dilalui saat beraktivitas di perairan Selat Sunda.
“Nanti kapal dari utara lewatnya dari sebelah kanan, sisi Lampung, kalau dari selatan lewatnya sisi kiri, dari Merak,” ujarnya.
Begitu juga dengan jalur penyeberangan Pelabuhan Merak, Kota Cilegon ke Pelabuhan Bakauheni, Lampung. Sehingga kapal yang akan menuju Lampung atau sebaliknya tidak melalui jalur yang sama.
Agar kapal-kapal tetap berada di jalur tersebut, masing-masing kapal akan disiapkan peta secara elektronik sehingga bisa memonitor melalui layar.
Kapal-kapal tersebut akan diawasi oleh pemerintah juga stakeholder lainnya melalui Vessel Traffic Service (VTS) yang ada di Merak, Kota Cilegon.
TNI Angkatan Laut sendiri akan mengerahkan Lanal Banten dan Lanal Lampung untuk melakukan pengawasan tersebut.
“Sekarang sedang tahap sosialisasi, kapal yang melanggar akan diingatkan. Di dalam penegakan hukum kami bersinergi dengan polisi dan KSOP,” ujarnya.
Koarmada I sebagai jajaran TNI AL mempunyai kewajiban untuk membantu pemerintah mensukseskan hal tersebut. Karena ini sesuai dengan amanah isi Undang-Undang 34 tahun 2004 tentang TNI, yang di dalam bab penjelasannya pada pasal 9b, secara garis besar menyebutkan tugas Angkatan Laut menjalankan fungsi penegakan hukum dan dan menjaga keamanan di laut, salah satunya terbebas laut dari ancaman navigasi dan tindakan-tindakan lainnya.
Masalah keselamatan navigasi dan pelayaran juga merupakan tuntutan dari dunia internasional. Seperti diketahui seluruh stakeholder pengguna jasa laut harus mematuhi aturan internasional dan hal ini sudah diatur di dalam Collision Regulations (Colreg) 72 dan Safety of Life At Sea (SOLAS).
“Dengan ada TSS ini sangat membantu Indonesia sebagai negara kepulaun untuk negara-negara yang belum meratifikasi UNCLOS 1982 untuk mematuhi aturan-aturan internasional ketika kapal-kapalnya akan melewati TSS di Selat Sunda dan Selat Lombok,” paparnya.
Sementara itu, Kepala KSOP Banten, Victor Vikki Subroto menilai sistem itu penting bagi aktivitas lalu lintas di perairan. “Tentu kami akan bersinergi dengan semua pihak agar aturan itu bisa berjalan efektif,” paparnya.
Sebagai perwakilan pemerintah, KSOP berharap keterlibatan semua pihak dalam impelementasi serta pengawasan sistem tersebut. (bam/air)