SERANG – Saat ini, para petani menjerit lantaran harga pupuk subsidi naik. Berdasarkan hasil kunjungan kerja Badan Legislatif (Baleg) DPR RI ke Pemprov Banten, kondisi itu akan terus berlangsung selama pemerintah tidak menambah alokasi anggaran untuk pembelian pupuk.
Anggota Baleg DPR RI yang juga duduk di Komisi IV DPR RI Darori Wonodipuro mengatakan, tahun ini anggaran untuk pembelian pupuk kurang. “Yang dibutuhkan Rp26 triliun, yang dialokasikan hanya Rp19 triliun. Ada kekurangan Rp7 triliun,” tandas Darori usai kunjungan kerja ke Pemprov di Gedung Negara, Kota Serang, Kamis (21/1).
Darori mengatakan, apabila kekurangan anggaran itu tak segera ditutupi maka lagi-lagi para petani akan kesulitan mendapatkan pupuk subsidi. Padahal, hasil produksi para petani dibutuhkan sebagai bentuk upaya ketahanan pangan.
Kata dia, pemerintah pusat hanya mengalokasikan pupuk 140 kilogram per hektare. “Padahal, para petani membutuhkan 200 kilogram per hektare. Itu pun masih kurang,” ungkap politikus Partai Gerindra ini.
Untuk itu, pihaknya mendorong pemerintah melakukan inovasi sebagai solusi bagi para petani. Misalnya tak perlu subsidi pupuk, tetapi bantuan pascapanen. Dengan begitu, para petani akan berlomba-lomba menghasilkan produksi tinggi.
Sementara itu, Wakil Ketua Baleg DPR RI Willy Aditya mengatakan, pihaknya sedang meninjau ketahananan pangan di daerah selama pandemi Covid-19. Banten menjadi salah satu daerah yang ditinjau karena sebagai wilayah penyangga Ibukota Negara, DKI Jakarta. “Tapi tadi (kemarin-red) kami dengar bagus. Beras surplus di Banten,” tuturnya.
Namun, pada kesempatan itu, pihaknya juga sedang mereview UU Nomor 18 Tahun 2012 tentang Pangan. Harga pupuk subsidi yang naik menjadi catatan khusus untuk disampaikan saat rapat kerja. “Ini jadi pertimbangan kami saat judicial review,” ujar Willy.
Wakil Gubernur Banten Andika Hazrumy yang menerima kunjungan kerja DPR RI mengatakan, harga pupuk subsidi merupakan ranah pemerintah pusat. Pemprov Banten hanya dapat melaksanakan kebijakan pusat terkait hal itu. Namun, untuk mempertahankan ketahanan pangan di Banten, pihaknya juga telah meminta pemerintah kabupaten/kota untuk menjaga tata ruang untuk mempertahankan lahan pertanian yang ada di wilayahnya masing-masing sesuai ketentuan perundang-undangan. “Kalau ketersediaan beras di Banten, aman,” terangnya.
Andika menegaskan, ketahanan pangan menjadi prioritas Banten sesuai dengan visi misi yang tertuang dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD). Saat ini, Banten surplus empat komoditas pangan yakni padi, jagung, telur, dan daging unggas. Neraca ketersediaan beras di Banten sebesar 105.314 ton. “Sebanyak 15.518 ton untuk suplai ke DKI Jakarta,” ujarnya.
Kata dia, Pemprov juga telah menyalurkan cadangan beras sebanyak 831.830 kilogram yang disalurkan untuk 83.183 keluarga di 603 desa dan 83 kecamatan. Berdasarkan analisa ketahanan pangan komposit, terdapat delapan Kecamatan dari 155 kecamatan di Provinsi Banten yang rentan terhadap rawan pangan atau masuk dalam prioritas satu sampai tiga, yang tersebar di Kota Serang, Kabupaten Pandeglang, dan Kabupaten Lebak.
Sementara itu, Kepala Dinas Ketahanan Pangan Provinsi Banten Aan Muawanah mengatakan, pemanfaatan lahan tidur di Banten belum optimal, terutama lahan-lahan yang menjadi milik developer atau pengembang. Seharusnya memang ada regulasi agar developer mampu memanfaatkan lahan tidur milik mereka sebagai upaya menjaga ketahanan pangan. “Sebenarnya para petani mau. Tapi petani juga berpikir, jangan-jangan begitu mereka olah, lahannya akan digunakan developer,” lirihnya.
Perlu ada perjanjian antara developer dengan petani. Selama ini, ada juga beberapa developer yang bekerjasama dengan para petani untuk pemanfaatan lahan tidur, misalnya di Kota Tangerang dan Kota Tangerang Selatan. (nna/alt)