UNTUNG ada Kiai Imam Azis. Dari keterangan beliau itulah kronologi ”Kasus Wadas” terungkap sangat perinci. Kronologi itu dimuat di nu.or.id. Sejak itu perang antara provokator vs buzzer mereda. Dari situ baru jelas, masalah gunung batu di Desa Wadas, Purworejo ini, bukan kejadian baru. Lebih setahun yang lalu Kiai Azis sudah ikut turun tangan.
Kiai Azis memang dikenal sebagai Gusdurian ideologis: melakukan pembelaan pada orang kecil, orang yang ditekan dan yang hak asasi mereka diabaikan. Pengikut Gus Dur di sayap ini tidak banyak. Ada nama putri Gus Dur sendiri, Alissa Wahid. Ada juga tokoh NU seperti Ahmad Suaedy, Helmy Ali Yafie, Marzuki Wahid, KH Mu’tashim Billah, KH Jazuli A. Kasmani, Mun’im DZ, Al-Zastrow, M. Jadul Maula, dan Prof Dr Abd A’la. Arus bawah di NU tahu, kalau memerlukan advokasi muaranya ke mereka itu. Namun, apakah warga Desa Wadas mayoritas NU?
“Betul. Banyak NU-nya. NU merah,” ujar mantan Bupati Wonosobo Kholiq Arif. Saya menghubungi Mas Kholiq karena dia banyak tahu. Sebagian wilayah proyek Waduk Bener ada di wilayah Wonosobo.
Mas Kholiq tokoh NU di Jateng. Mantan wartawan saya. Kini, dia lagi mengoordinasikan potensi ekonomi 400 pesantren NU di seluruh Jateng.
Dari Mas Kholiq saya tahu: proyek waduk itu tidak ada masalah. Pembebasan lahannya sudah beres. Baik yang di Wonosobo maupun yang di Purworejo. Penduduk yang terkena proyek pun sudah pindah ke desa terdekat. Hanya saja, proyek waduk itu perlu banyak batu. Yakni untuk membangun bendungan yang kuat. Yang tingginya dua kali lipat dari bendungan Jatiluhur yang terkenal itu. Yang panjangnya 500 meter. Yang tebal bagian bawahnya hampir 200 meter.
Saya pun bertanya ke ahli konstruksi: seberapa banyak batu yang diperlukan untuk bendungan dengan ukuran seperti itu. “Hitungan kasar saja, perlu batu sekitar 9 juta m3,” katanya.