SERANG, RADARBANTEN.CO.ID — Praktik pengiriman bahan baku pembuatan gerabah berupa tanah liat ke Bali, membuat para perajin gerabah di Desa Bumijaya, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang resah.
Sebab, dampak dari pengiriman tanah liat ke Bali, membuat perajin gerabah di Bali berkembang pesat. Para pembeli nasional dan internasional lebih memilih produk dari Bali karena sudah adanya sentuhan seni serta tak jauh-jauh datang ke Bumijaya.
Hal itulah yang menjadi pokok persoalan. Para perajin gerabah di Desa Bumijaya, Kecamatan Ciruas, Kabupaten Serang, kini sulit memasarkan produknya.
Selama ini pemasaran gerabah dari sekitar 200 perajin yang tersebar di 9 RT dari 10 RT di Desa Bumijaya adalah pasar lokal, nasional dan internasional.
Hanya saja, untuk beberapa tahun terakhir ini pasar internasional terhenti. “Tadinya para pembeli internasional, para turis-turis datang ke sini langsung, sekarang tidak ada lagi,” kata Kepala Desa (Kades) Bumijaya, Munta, Kamis, 27 Oktober 2022 di sela-sela penilaian Lomba Kampung Bersih dan Aman (LKBA) Kabupaten Serang 2022 di RW 04, Kampung Jambu Alas.
Munta menduga salah satu penyebab tidak ada lagi turis yang datang ke Desa Bumijaya adalah para turis tersebut lebih memilih membeli gerabah di Bali.
TANAH LIAT DIKIRIM KE BALI
Sementara gerabah di Bali itu bahan bakunya berupa tanah liat didatangkan dari Desa Bumijaya. “Jadi ada warga di sini (Bumijaya) yang menjual tanah liatnya ke Bali. Bukan hanya tanah liatnya yang dibawa ke Bali, sebagian perajin gerabah juga dibawa dan bekerja di Bali,” kata Munta prihatin.
Menurut Munta, tanah liat untuk bahan gerabah asal Desa Bumijaya kualitasnya sangat bagus. Sehingga perajin gerabah di Bali sampai rela berburu ke Bumijaya.
Tapi, imbasnya, kata Kades, perajin di desanya semakin kesulitan memasarkan produknya. Karena sebagian pembeli nasional lebih memilih gerabah dari Bali, yang produknya sudah mendapat sentuhan seni.
BUAT PERDES PELARANGAN PENGIRIMAN TANAH KE BALI
Dampak dari sepinya pembeli gerabah adalah para pemuda setempat banyak yang menganggur.
Untuk itu, Kades Munta bermaksud untuk membuat Peraturan Desa (Perdes) yang berisi pelarangan pengiriman tanah ke Bali. “Sudah dikonsep Perdes-nya. Hanya saja belum selesai,” kata Munta.
Dengan adanya Perdes itu nantinya Bumijaya memiliki dasar hukum melarang tanah liat di Bumijaya dikirim ke Bali.
Seperti diketahui sudah beberapa tahun ini, tanah liat yang merupakan bahan baku gerabah dari Bumijaya dikirim ke Bali.
Caranya para perajin gerabah dari Bali membeli tanah liat kepada perorangan. Kemudian diangkut dengan menggunakan truk fuso atau kontainer.
Namun belakangan ini, para perajin gerabah di Bumijaya bersatu untuk melarang pengiriman tanah liat itu. Sehingga setiap ada kontainer yang dicurigai mengangkut tanah liat dari Bumijaya dilarang beramai-ramai.
BANYAK MOTIF
Seorang perajin gerabah di Kampung Jambu Alas, Bumijaya bernama Suhaimi mengaku pemasaran produknya masih di seputaran pasar lokal.
Suhaimi yang merupakan generasi keempat perajin gerabah ini memproduksi bermacam-macam jenis gerabah. Mulai dari gentong ukir khas Banten, pot bunga majapahit dan kap lampu. “Gentong ukir ini bervariasi. Ada yang tingginya 50 senti hingga 3 meter. Sesuai dengan pesanan,” kata Suhaimi yang sebagian rambutnya mulai memutih ini.
Kemudian pot jenis majapahit juga bervariasi. Ada yang besar, sedang dan kecil. “Nah pot majapahit yang besar itu harganya 300 ribu,” kata Suhaimi sambil menunjuk pot majapahit berukuran besar setinggi paha orang dewasa.
Menurut Suhaimi, produksi gerabah di Bumijaya berada di Kampung Kosambi. “Jadi Desa Bumijaya ini ada 10 RT. Hanya 1 RT yang tidak memproduksi,” pungkas Suhaimi.
Penulis/Editor: M Widodo