LEBAK, RADARBANTEN.CO.ID- Bencana pergerakan tanah di Kabupaten Lebak terus mengancam pemukiman dan rumah warga.
Peristiwa pergerakan tanah sebelumnya pernah terjadi dua kali di Kabupaten Lebak tepatnya di Kecamatan Cimarga pada tahun 2019 dan Kecamatan Cikulur pada tahun 2022 lalu.
Pada tahun ini, bencana pergerakan tanah kembali terjadi di Desa Jampang, Kecamatan Cimarga, yang sudah merusak 29 rumah, pada 28 Januari 2024 lalu.
Kepala Pelaksana BPBD Lebak Febby Rizky Pratama mengatakan, sejauh ini belum ada pemetaan wilayah yang rawan ancaman pergerakan tanah. Tetapi BPBD punya peta risiko gerakan tanah.
“Kalo pergerakan tanah berbeda dengan longsor, kami belum ada pemetaan secara menyeluruh. Kita hanya mengenalkan peta risiko gerakan tanah yang dikeluarkan oleh Badan Geologi dan Kementerian ESDM,” katanya kepada radarbanten.co.id, Jumat 1 Februari 2024.
Dijelaskan Febby, untuk peta risiko gerakan tanah biasanya akan di perbaharui setiap bulan oleh Badan Geologi dan Kementerian ESDM, sehingga BPBD Lebak bisa melakukan pemantauan risiko gerakan tanah di setiap wilayah.
“Jadi risiko gerakan tanah dari menengah ke tinggi itu ada, hampir di 12 kecamatan, terutama untuk kecamatan yang di willayah tengah dan perbatasan,” ucap Febby.
Untuk diketahui 12 kecamatan rawan pergerkan tanah di antaranya Kecaamatan Cikulur, Cimarga, Muncang, Lebakgedong, Cibeber, Gunungkencana, Banjarsari, Malingping, Cipanas, Sobang, Bojongmanik dan Leuwidamar.
Bencana pergerakan tanah terparah di Kabupaten Lebak terjadi di Kecamatan Cimarga tepatnya di Kampung Jampang, Desa Jampang yang merusak 129 rumah pada 2019 lalu dan Kecamatan Cikulur tepatnya di Kampung Cihuni, Desa Curugpanjang yang merusak 45 rumah pada 2022 lalu.
Febby menyampaikan, terkait dengan ancaman pegerakan tanah di wilayah Cimarga dan Cikulur memiliki perbedaan. Menurutnya ada perbedaan penyebab pergerkan tanah.
“Nah untuk yang di Cimarga disebabkan, karena di bawah Kampung Jampang itu ada sungai, sehingga berdampak pada gerakan tanah. Tetapi untuk yang di Cikulur itu murni karena tanahnya,” ucap Febby.
Sebelumnya, warga Kampung Jampang Mimi mengatakan, pergerakan tanah sudah terjadi sejak beberapa tahun lalu. Namun dampak terparah mulai dirasakan saat ini, dimana bergesernya lantai dan tembok di seluruh ruangan yang ada di rumahnya.
“Iya dari depan teras sampai dapur, tiga kamar juga terdampak retakan akibat pergerakan tanah,” tuturnya.
Diungkapkannya, dirinya dan keluarga terkadang mendengar suara pergerakan material rumah yang retak dan bergeser. Kondisi tersebut semakin mengkhawatirkan terlebih saat ini musim hujan.
“Kondisinya sangat mengkhawatirkan, kita takut aja apalagi saat ini hujan terus terjadi,” pungkas Mimi.
Editor Bayu Mulyana