SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Beny Setiawan menggunakan uang hasil memproduksi narkoba dan obat keras dengan membeli aset yang mencapai Rp 10 miliar.
Aset tersebut rencananya akan disita penyidik sebagai barang bukti dugaan Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU).
Kepala BNN RI, Komjen Pol Marthinus Hukom, mengatakan bahwa dari penelusuran dan proses penyidikan, aset milik Beny yang telah diketahui tersebut berupa dua rumah, empat mobil, dan aset properti lainnya.
Selain itu, diduga masih ada aset Beny yang didapat dari penjualan narkoba.
“Dari bisnis gelap narkotika ini, Beny memiliki aset kurang lebih Rp10 miliar, yang terdiri dari kepemilikan dua rumah, 4 mobil bermerek Alphard, Baleno, Serena, mobil boks, dan aset properti lainnya,” katanya melalui siaran pers, Minggu, 6 Oktober 2024.
Dijelaskan Marthinus, penerapan TPPU terhadap Benny membutuhkan pembuktian. Proses penyitaan aset tidak dapat dilakukan serta merta tanpa dukungan bukti yang kuat.
“Terkait penyitaan aset, kita membutuhkan pembuktian bagian dia memperoleh uang lalu membeli aset dari kegiatan memproduksi narkoba,” ujarnya.
Ditegaskannya, meskipun Benny memiliki beberapa rumah mewah dan mobil mewah, penyidik harus dapat memastikan ihwal dari aset tersebut. Sebab, penerapan TPPU membutuhkan kehati-hatian.
“Penyidik harus menerapkan kehati-hatian dalam mencari kepastian (TPPU-red) karena berbicara fakta hukum harus ada keyakinan bahwa aset berhubungan dari ihwal produksi narkoba,” ungkapnya.
Perwira tinggi Polri ini mengatakan, penyidik akan menelusuri terkait aliran uang yang ada di rekening istri Benny, Reny Aria alias RY. Sebab, RY berperan dalam mengelola keuangan dari produksi narkoba.
“BY (Benny Setiawan) ditahan (dalam perkara narkoba), istrinya yang mengelola keuangan. Rekening penampung (uang penjualan narkoba) atas nama istrinya,” ujarnya.
Penelusuran uang ke rekening RY tersebut rencananya akan melibatkan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) dan Otoritas Jasa Keuangan.
“Sindikat ini merupakan satu konspirasi, termasuk di dalamnya memperkaya dari mengoperasikan jaringan narkoba, asetnya tentu kita akan kejar,” ungkapnya.
Direktur Psikotropika dan Prekursor pada BNN RI, Brigjen Pol Aldrin Marihot Pandapotan Hutabarat, mengatakan, barang bukti yang diamankan dari produksi narkoba di rumah Benny, Lingkungan Gurugui, Kelurahan Lialang, Kecamatan Taktakan, Kota Serang, bernilai ratusan miliar.
“Untuk PCC satu butirnya Rp 150 ribu bila dikalikan jumlah BB (barang bukti) saat ini maka bernilai Rp 145,650 miliar. Selain itu, tramadol Rp 10 ribu per butirnya, jika dikalikan BB-nya Rp 15 miliar. Sedangkan obat-obatan trihexphenidyl harga pasaran per butirnya Rp 2 ribu, jika dikalikan BB saat ini maka bernilai Rp 5,4 miliar,” ungkapnya.
Ia menjelaskan, terbongkar pabrik pembuatan narkoba jenis PCC, dan trihexphenidyl ini merupakan hasil pengembangan dari pengiriman paket narkoba sebanyak 16 karung melalui jasa ekspedisi pada Jumat lalu, 27 September 2024.
Dari pengungkapan belasan karung obat tersebut, petugas mengamankan tersangka DD selaku pengirim paket pil PCC.
“Dari hasil interogasi terhadap DD petugas kemudian melakukan pengembangan ke lokasi produksi di Taktakan,” ungkapnya.
Aldrin menerangkan, dari penangkapan DD berkembang hingga 9 tersangka lain. Mereka diamankan di daerah Jakarta, Lembang (Jawa Barat), dan Kota Serang.
“Saat ini masih dilakukan pengembangan untuk pelaku lain,” tutur mantan Direktur Reskrimum Polda Banten ini.
Editor: Agus Priwandono