SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Ratusan petani yang berasal dari Provinsi Jambi dan Provinsi Riau melakukan aksi jalan kaki menuju Istana Negara. Aksi tersebut dilakukan untuk menuntut keadilan atas sengketa lahan yang terjadi antara petani dan pihak perusahaan.
Mereka telah melakukan aksi jalan kaki sejak 2 Desember dari Pelabuan Bakauheni menuju Istana Presiden di Jakarta. Pada hari ketujuh, mereka tiba di Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang dan beristirahat di Kantor Kecamatan Cikande. Mereka didampingi oleh eksekutif Kota LMND Serang.
Ketua Komite Pejuang Petani Rakyat, Muhamad Ridwan mengatakan, ada sekitar 400 orang perwakilan petani yang berasal dari dua provinsi yakni Jambi dan Riau yang ikut melakukan aksi jalan kaki menuju istana negara.
“Dari Kabupaten Kampar ada sebanyak sembilan orang perwakilan yang ikut. Lalu dari Kabupaten Indragiri Hulu, ada 3 kecamatan yang konflik, perwakilan masa ada sebanyak 300 orang. Lalu ada juga perwakilan dari Jambi yang juga memiliki persoalan yang sama,” katanya saat ditemui usai melakukan konferensi pers di Kantor Kecamatan Cikande, Minggu 8 Desember 2024.
Ia mengatakan, ada ribuan hektare lahan yang menjadi sengketa antara masyarakat dan juga pihak perusahaan di dua provinsi tersebut. Misalnya, di Kabupaten Kampar, ada konflik perampasan tanah seluas 2.500 hektare yang dialami oleh 1.250 kepala keluarga. Lalu di Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Provinsi Jambi, ada seluas 1.503 hektare.
Ia mengatakan, konflik agraria yang terjadi di Provinsi Jambi dan Riau antara petani dan korporasi sudah terjadi sejak puluhan tahun lamanya. Mereka sengaja berjalan kaki menuju istana negara agar permasalahan yang terjadi di wilayah mereka bisa diketahui dan jadi atensi pemerintah pusat untuk diselesaikan.
“Karena ketika kami mengadu ke Gubernur, penyelesaian permasalahan ini hanya satu, yakni ada di kementerian. Makanya kami berusaha datang ke kementerian,” ujarnya.
Pihaknya mengaku, tidak anti terhadap investasi yang masuk ke Indonesia. Namun mereka berharap agar investasi yang masuk bisa mempertimbangkan hak hidup masyarakat lokal yang berada di sekitar kawasan industri.
“Kami tidak menagih agar pemerintah mencabut HGU perusahaan, tapi kami menginginkan agar pemerintah pusat bisa melakukan pelepasan terhadap tanah-tanah masyarakat yang tumpang tindih dengan perusahaan. Karena hanya dengan itu, konflik ini akan selesai,” ujarnya.
Misalnya, dengan menerbitkan sertifikat untuk masyarakat di lokasi-lokasi yang mengalami konflik agraria, seperti di Kecamatan Goro Kabupaten Kampar, kepada 1.250 KK. Selain itu, menerbitkan sertifikat melalui program Tora seluas 1.503 hektare kepada 520 KK di Dusun Delima, Kabupaten Tanjung Jabung Barat.
“Keinginan kami satu yakni pelepasan area tersebut. Besok ada agenda dengan kementerian kehutanan, kami mengutus 20 orang perwakilan. Ketika tuntutan kami tidak Mampu menyelesaikan, aksi ini akan kami lanjutkan hingga ke depan istana negara,” tegasnya.
Pihaknya mengaku, menaruh harapan besar kepada kepemimpinan Prabowo-Gibran untuk menyelesaikan konflik yang terjadi di masyarakat. “Kita lihat Pak Prabowo memiliki keberpihakan kepada rakyat kecil. Seperti dengan menaikan gaji guru. Kami melihat ini sangat mungkin kita datang dan bertemu langsung dengan pak Prabowo untuk menyampaikan aspirasi,” ujarnya.
Pihaknya juga ingin menagih janji dari pemerintah pusat mengenai keberpihakan mereka pada masyarakat kecil. “Kami ingin keberpihakan negara terhadap rakyat itu dibuktikan dengan tindakan real. Di konflik agraria kami datang secara baik kami meminta agar tanah masyarakat dilepaskan. Kami mohon agar konflik ini diselesaikan,” ujarnya.
Editor: Abdul Rozak