SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Provinsi Banten akhirnya buka suara terkait dugaan keterlibatan dalam aktivitas pagar laut yang tengah hangat diperbincangkan. Dengan tegas, DKP membantah segala kaitan dengan peristiwa tersebut, terutama terkait beredarnya dokumen informasi kesesuaian pemanfaatan ruang laut yang diduga dipalsukan.
Surat yang beredar luas tersebut diduga dipalsukan oleh oknum yang tidak bertanggung jawab dengan tujuan memuluskan penerbitan Sertifikat Hak Guna Bangunan (SHGB) dan Sertifikat Hak Milik (SHM) di kawasan perairan yang kini tengah dipermasalahkan. DKP Banten pun berencana melaporkan pemalsuan tersebut, meski identitas pelaku masih belum terungkap.
Lantas, apa konsekuensi hukum bagi pelaku pemalsuan surat yang melibatkan instansi negara ini?
Menurut Pasal 263 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), pemalsuan surat resmi dari instansi negara dapat dikenakan sanksi pidana sebagai berikut:
Pasal 263 ayat (1) KUHP:
Barang siapa dengan sengaja membuat surat palsu atau memalsukan surat yang seolah-olah diterbitkan oleh pejabat yang berwenang, dengan tujuan agar surat tersebut dapat dipergunakan untuk tujuan tertentu, diancam dengan pidana penjara paling lama 6 tahun.
Pasal 263 ayat (2) KUHP:
Jika surat palsu digunakan untuk menipu atau merugikan pihak lain, pelaku dapat dijatuhi pidana penjara paling lama 9 tahun.
Pasal 263 ayat (3) KUHP:
Jika surat palsu digunakan untuk memperoleh keuntungan pribadi atau hak yang tidak sah, pelaku dapat dijatuhi pidana penjara hingga 12 tahun.
Selain itu, Pasal 264 KUHP juga mengatur ancaman bagi pelaku yang memalsukan dokumen otentik, seperti akta notaris dan surat resmi lainnya:
Barang siapa membuat surat palsu yang seolah-olah dikeluarkan oleh pejabat berwenang, atau memalsukan surat yang dapat memberikan akibat hukum yang menguntungkan dirinya atau orang lain, dapat dijatuhi pidana penjara paling lama 6 tahun.
Jika dokumen palsu tersebut digunakan untuk merugikan pihak lain atau negara, ancaman pidana dapat lebih berat.
Pemalsuan dokumen otentik ini bukan hanya menimbulkan kerugian hukum, tetapi juga merusak kepercayaan masyarakat terhadap dokumen yang diterbitkan oleh pejabat negara. Kejahatan semacam ini jelas merugikan stabilitas administrasi pemerintahan dan tatanan hukum yang berlaku.
Editor : Merwanda