TANGSEL, RADARBANTEN.CO.ID-Walikota Tangsel Benyamin Davnie kembali angkat bicara terkait perkembangan kasus korupsi
pengelolaan dan pengangkutan sampah di Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangssl pada tahun 2024 senilai Rp75,9 miliar.
Benyamin mengatakan, sejak awal dirinya telah memperingatkan anak buahnya di DLH Tangsel untuk tidak melakukan korupsi, sebab lambat laun kejahatan tersebut akan terungkap dan akan menjerat mereka.
“Saya sudah berulang kali menyampaikan untuk selalu mematuhi dan menjadikan aturan sebagai pedoman. Jangan sampai melanggar aturan, karena kalau kita melanggar, maka kitalah yang akan “ditabrak” oleh aturan tersebut,” ujar Benyamin saat mengunjungi kantor Sat Pol PP Kota Tangsel, Selasa 15 April 2025.
Benyamin menegaskan, pihaknya akan menyerahkan sepenuhnya kasus korupsi di tubuh DLH Tangsel ke Kejati Banten. Ia mempercayai seluruh penyelidikan dan penyidikan kasus ini sampai tuntas.
Ia juga berharap, anak buahnya yang tersandung kasus korupsi dapay menjalani hukuman dengan sabar
“Sekali lagi, saya serahkan sepenuhnya kepada proses hukum. Saya berharap semua pihak, khususnya para staf saya, bisa bersabar dalam menjalani proses ini,” ujarnya.
Diberitakan sebelumnya, Penyidik Kejati Banten menahan tersangka kasus dugaan korupsi pengelolaan dan pengangkutan sampah pada Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Tangerang Selatan (Tangsel) tahun 2024 senilai Rp75,9 miliar, Syukron Yuliadi Mufti, Senin sore, 14 April 2025.
Direktur Utama PT Ella Pratama Perkasa (EPP) itu ditahan di Rutan Kelas IIB Serang. Ia ditahan usai menjalani pemeriksaan di ruang pidana khusus (pidsus).
Kasi Penkum Kejati Banten, Rangga Adekresna mengatakan, Sukron ditetapkan sebagai tersangka dalam kapasitasnya sebagai penyedia jasa dalam proyek tersebut.
Diduga, Sukron dalam kasus tersebut telah bersekongkol dengan Kepala DLH Kota Tangsel, Wahyunoto Lukman agar proyek tersebut dapat dikerjakan oleh PT EPP.
“Tersangka SYM telah bersekongkol dengan saudara WL (Wahyunoto Lukman), selaku kepala Dinas Lingkungan Hidup Kota Tangerang Selatan,” katanya.
Rangga menjelaskan, dari hasil penyidikan yang saat ini masih berjalan, PT EPP selaku pelaksana pekerjaan ternyata tidak melakukan pengelolaan sampah.
Tindakan tersebut telah kata dia bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 81 Tahun 2012 tentang Pengelolaan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga.
“Dan Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor 03/PRT/M/2013 tentang Penyelenggaraan Prasarana dan Sarana Persampahan dalam Penanganan Sampah Rumah Tangga dan Sampah Sejenis Sampah Rumah Tangga,” ungkapnya.
Rangga menegaskan, PT EPP telah menerima uang Rp 75 miliar lebih dari proyek tersebut. Kendati telah menerima uang puluhan miliar, PT EPP ternyata tidak mengerjakan pengelolaan dan pengangkutan sampah.
Proyek tersebut diakuinya dikerjakan oleh pihak lain. “Faktanya pekerjaan pengangkutan dan pengelolaan sampah dialihkan kepada pihak lain yaitu antara lain PT OKE, PT BKO, PT MSR, PT WWT, PT ADH, PT SKS dan CV BSIR,” katanya.
Rangga menambahkan, akibat perbuatan Sukron, penyidik menjeratnya dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 3 jo Pasal 18 Undang-Undang RI Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang RI Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP.
Reporter: Syaiful Adha
Editor: Aditya