LEBAK, RADARBANTEN.CO.ID- Kisah pilu datang dari pasangan suami istri Atiah (37), dan suaminya Eman (41), bersama empat orang anaknya warga Kampung Tegal Pasir, Desa Selaraja, Kecamatan Warunggunung, Kabupaten Lebak, Banten tinggal di sebuah rumah tidak layak huni selama bertahun-tahun dalam kondisi memprihatinkan.
Keterbatasan ekonomi membuat keluarga itu tak mampu membangun rumah yang layak seperti orang-orang pada umumnya, bahkan mereka kerap mengungsi saat hujan ke rumah tetangga.
Rumah yang terbuat dari kayu dan anyaman bambu itu kondisinya tampak miring dan hampir roboh, sementara pada setiap sisi dan bagian dalam bangunan sudah berlubang.
Tidak ada lantai ubin, atap bocor disana-sini, bahkan tiang kayu penyangga bangunan rumah itu pun telah lapuk dimakan rayap. Sementara jika hujan turun saat malam hari keluarga ini sering kedinginan. Bahkan tak jarang mereka harus mengungsi ke rumah tetangganya.
“Kondisi seperti ini sudah lima tahun, saya tinggal bersama suami dan anak, anak ada empat jadi totalnya ada enam, sedih pak, apalagi kalau pas turun hujan, gimana gitu ya, kapan punya rumah seperti orang-orang, sedangkan sudah sering diajuin,” kata Atiah, saat ditemui di rumahnya, Jumat 23 Mei 2025.
Atiah mengatakan, meski sudah beberapa kali mengajukan permohonan ke pemerintah terkait, bahkan rumahnya kerap di foto sebagai bukti kondisinya tidak layak, namun hingga kini bantuan tersebut tidak ada kejelasan.
“Sudah beberapa kali dipintai KTP, Kartu Keluarga, di foto- foto mah bahkan sudah ratusan kali pak tapi enggak ada buktinya, setiap di usulin ngomongnya belum ada rezeki saja katanya” ujarnya.
Ia mengungkapkan, sang suami yang bekerja serabutan tak mampu berbuat banyak, penghasilannya yang tak menentu membuat dirinya hanya bisa pasrah dengan kondisi saat ini.
“Mana bapaknya juga kerjanya cuma kuli ini ngambil areng, itu juga kalau ada yang ngajak temannya, paling juga manjat kelapa kerjaannya, serabutan pak, sehari paling dapet Rp20 ribu, meskipun enggak cukup ya dicukup-cukupin saja, mau gimana lagi, masa harus minta ke orang,” ungkapnya.
Ia berharap adanya perhatian dari pemerintah atau pun bantuan dari masyarakat agar membuatkan rumah yang layak untuk keluarganya berlindung lebih aman dan nyaman.
“Harapannya sih mau dibangun, mau rumah yang layak, biar anak bisa tidur di rumah lagi, biar enggak ngungsi- ngungsi lagi,” harapnya.
Sementara itu Eman menyebutkan, Bukan ia tak ingin untuk memperbaiki rumah tak layak huni (RTLH) tersebut, tetapi penghasilannya yang pas-pasan bahkan tak menentu membuat dirinya kesulitan.
“Saya sehari-harinya kuli pak, apa saja, kadang manjat kelapa, manjat pohon melinjo, penghasil paling dapat Rp 20 ribu, Rp30 ribu, kadang Rp40 ribu, enggak menentu juga pak. Bukannya enggak mau ngebangun rumah, ngumpulin sedikit-sedikit juga enggak cukup habis sama kebutuhan sehari-hari, biaya anak,” pungkasnya.
Editor: Bayu Mulyana