KABUPATEN TANGERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Demam Berdarah Dengue (DBD) masih menjadi permasalahan kesehatan serius di Banten. Itu karena penyebaran DBD terbilang cepat, dan menyerang semua kelompok usia.
DBD disebabkan oleh virus dengue yang ditularkan melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti.
Data menunjukkan, 73 persen kasus DBD terjadi pada usia 5 hingga 44 tahun. Dan, kasus kematian terbanyak dialami oleh kelompok usia 5 hingga 14 tahun.
Fakta ini menegaskan pentingnya perhatian khusus orang tua dalam mengenali, mencegah, sekaligus melindungi anak dari ancaman DBD.
Bagaimana penularan DBD terjadi?
DBD menyebar melalui gigitan nyamuk Aedes Aegypti. Nyamuk betina menghisap darah untuk mematangkan telur. Uniknya, nyamuk betina bisa menggigit berulang-ulang sekaligus ke banyak orang dalam satu waktu.
Jenis nyamuk ini biasanya jarak terbangnya relatif dekat, sekitar 100 hingga 200 meter. Sehingga, penularan cepat terjadi di lingkungan rumah atau sekitar tempat tinggal.
Nyamuk ini senang bersembunyi di tempat gelap seperti pakaian yang tergantung di balik pintu, kolong meja, atau kursi.
Nyamuk tersebut juga berkembang biak di penampungan air bersih yang tidak bersentuhan langsung dengan tanah, seperti di tong penampungan air hujan.
Siklus Hidup Nyamuk Aedes Aegypti
Proses telur hingga menjadi nyamuk dewasa hanya memerlukan waktu sekitar 7 hingga 10 hari. Karena itu, pengurasan tempat air minimal setiap 7 hari menjadi langkah penting untuk memutus siklus hidup nyamuk.
Jika telur bersentuhan dengan air, ia akan berubah menjadi jentik (larva), kemudian kepompong, lalu akhirnya nyamuk dewasa yang siap menularkan virus dengue.
Penanganan Awal di Rumah
Jika anak demam dan dicurigai DBD, orang tua perlu:
– Memberikan cairan cukup agar tidak dehidrasi,
– Mengompres dengan air hangat,
– Memberikan obat penurun panas sesuai anjuran dokter,
– Memantau kondisi anak dan segera membawa anak ke fasilitas kesehatan bila ada tanda bahaya.
Keberhasilan pengobatan sangat ditentukan oleh diagnosis dini, pemantauan klinis, dan pemberian cairan yang tepat.
Editor: Agus Priwandono