Okeh : Dr KH Encep Safrudin Muhyi, MM, M.Si, Pimpinan Pondok Pesantren Fathul Adzmi
يٰٓاَيُّهَا الَّذِيْنَ اٰمَنُوْٓا اِذَا قِيْلَ لَكُمْ تَفَسَّحُوْا فِى الْمَجٰلِسِ فَافْسَحُوْا يَفْسَحِ اللّٰهُ لَكُمْۚ وَاِذَا قِيْلَ انْشُزُوْا فَانْشُزُوْا يَرْفَعِ اللّٰهُ الَّذِيْنَ اٰمَنُوْا مِنْكُمْۙ وَالَّذِيْنَ اُوْتُوا الْعِلْمَ دَرَجٰتٍۗ وَاللّٰهُ بِمَا تَعْمَلُوْنَ خَبِيْرٌ
Wahai orang-orang yang beriman, apabila dikatakan kepadamu “Berilah kelapangan di dalam majelis-majelis,” lapangkanlah, niscaya Allah akan memberi kelapangan untukmu. Apabila dikatakan, “Berdirilah,” (kamu) berdirilah. Allah niscaya akan mengangkat orang-orang yang beriman di antaramu dan orang-orang yang diberi ilmu beberapa derajat. Allah Maha Teliti terhadap apa yang kamu kerjakan.
(Al-Mujādalah [58]:11)
Entitas Sosial
Pesantren merupakan tempat para santri melakukan meditasi rohaniah. Sebagai entitas sosial yang bersifat subkultural, pesantren memiliki sistem nilai, kebiasaan, dan cara hidup yang khas dan berbeda dari masyarakat umum. Pesantren bukan hanya tempat menimba ilmu agama, tetapi juga menjadi tempat pembentukan karakter dan akhlak.
Selain sebagai pusat pendidikan agama, pesantren juga telah melahirkan tokoh-tokoh penting yang berperan dalam dunia pendidikan, sosial, dan kebangsaan. Kehidupan para santri di pesantren terdiri atas berbagai latar belakang.
Mereka menimba ilmu dan mengamalkannya dalam kehidupan sehari-hari. Keragaman suku dan daerah asal tidak menjadi penghalang dalam pelaksanaan kegiatan. Meski berbeda latar belakang, para santri tetap dapat hidup rukun, berbaur dengan sesama, serta menjalin hubungan baik dengan masyarakat sekitar.
Pesantren merupakan lembaga pendidikan Islam yang menerapkan sistem asrama atau boarding school, dengan kiai sebagai tokoh sentral. Masjid atau musala menjadi pusat kegiatan spiritual, dan pengajaran agama Islam dilaksanakan di bawah bimbingan kiai sebagai kegiatan utama.
Sebagai lembaga keagamaan, pesantren memiliki peran strategis dalam membentuk budaya Islam di Indonesia. Pesantren mengajarkan, memotivasi, dan membimbing santri agar menjadi manusia seutuhnya.
Pondok pesantren juga mendidik santri untuk meneladani Nabi Muhammad saw. dengan mengisi waktu secara produktif. Aktivitas tersebut meliputi kegiatan jasmani seperti olahraga sunnah (memanah, berenang, berkuda), dan kegiatan rohani seperti membaca Al-Qur’an dan mengkaji kitab kuning.
Salah satu peran penting pesantren adalah dalam pembentukan karakter multikultural santri. Aktivitas yang dilakukan telah dirancang sedemikian rupa oleh para pengasuh agar memberikan manfaat baik secara jasmani maupun rohani.
Keberadaan pesantren juga memberikan manfaat langsung bagi masyarakat sekitar, terutama dalam aspek ekonomi. Misalnya, penyediaan kebutuhan harian santri seperti makanan, perlengkapan mandi, dan jasa pencucian pakaian. Dalam hal ini, pesantren dapat memberdayakan masyarakat sekitar untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
Dengan kemampuannya menyesuaikan diri terhadap perkembangan zaman, pesantren tetap eksis hingga kini. Bahkan, banyak pesantren yang telah bertransformasi menjadi pesantren modern tanpa meninggalkan nilai-nilai tradisionalnya.
Ini menjadi bukti bahwa pesantren merupakan entitas pendidikan asli Indonesia dan menjadi pondasi perjuangan bangsa dalam merebut dan mempertahankan kemerdekaan.
Ta’dzim Santri
Salah satu kitab yang umum dikaji di setiap pondok pesantren, bahkan menjadi kitab wajib, adalah Ta‘līm al-Muta‘allim. Kitab ini berisi tuntunan adab dalam proses belajar-mengajar, termasuk adab seorang santri kepada gurunya.
Kiai, ustaz, atau guru memiliki peran penting dalam kehidupan manusia. Mereka tidak hanya sebagai penyampai ilmu (transformator), tetapi juga sebagai motivator yang patut dijunjung tinggi. Dalam Islam, guru adalah orang yang berilmu dan wajib dihormati selama ajarannya sesuai dengan syariat. Karena kedua fungsi tersebut, yakni sebagai penyampai ilmu dan motivator, kita bisa meraih ilmu yang luas dan bermanfaat.
Sebagaimana orang tua, guru juga wajib dihormati. Dalam tradisi Islam, terdapat tiga jenis orang tua:
1. Orang tua kandung (ayah dan ibu),
2. Orang tua yang mengajarkan ilmu (guru/kiai),
3. Orang tua pasangan hidup (mertua).
Ketiganya memiliki hak yang sama untuk dihormati dan dipatuhi.
Ta’dzim adalah sikap yang mencerminkan penghormatan, kepatuhan, serta pemuliaan terhadap seseorang yang dimuliakan. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui penerapan makna ta’dzim santri terhadap guru ngaji di pondok pesantren. Dalam dunia pendidikan Islam, keberhasilan belajar tidak hanya ditentukan oleh kecerdasan atau metode pembelajaran, tetapi juga oleh adab. Ta’dzim merupakan salah satu adab utama yang harus dimiliki seorang santri.
Ta’dzim menunjukkan kemuliaan hati. Seseorang yang memiliki sifat ini akan bersikap rendah hati, menjauh dari kesombongan, dan mudah menerima kebenaran. Dikisahkan bahwa Imam Mālik rahimahullah memiliki adab yang sangat tinggi kepada gurunya, Imam Nāfi‘. Ia bahkan tidak berani berjalan di depan rumah gurunya demi menjaga adab.
Di balik kesuksesan seorang murid atau santri, terdapat peran besar guru atau kiai yang tulus mendidik dan membimbing. Oleh karena itu, sudah sepatutnya murid bersikap ta’dzim kepada guru.
Di pondok pesantren, santri dibekali pemahaman tentang pentingnya adab terhadap guru atau kiai. Bahkan, adab diajarkan sebelum mempelajari disiplin ilmu agama lainnya. Ilmu tentang adab sangat penting agar para santri senantiasa menjaga sopan santun dan menjunjung tinggi guru.
Secara harfiah, ta’dzim berarti menghormati atau mengagungkan seseorang yang lebih tua atau berilmu. Maka dari itu, ta’dzim kepada guru berarti mematuhi perintah guru serta melaksanakannya dengan sungguh-sungguh.
Harapannya, dalam lingkungan pondok pesantren, adab santri kepada kiai dan guru menjadi prioritas utama sebelum mempelajari ilmu agama lainnya. Kitab Ta‘līm al-Muta‘allim menjadi rujukan utama dalam mempelajari ilmu adab dan tata cara menuntut ilmu yang benar serta penuh berkah. Selain itu, para santri juga belajar adab dari kitab-kitab lainnya yang menjadi referensi.
Semoga bermanfaat.
Pimpinan Pondok Pesantren Fathul Adzmi, Cikedal, Pandeglang, dan Anggota FKUB Provinsi Banten*











