SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Peternak ayam di Banten mengeluhkan terkait harga ayam yang anjlok. Ditambah lagi harus bersaing dengan perusahaan besar yang juga menjual ke pasar bebas.
Seorang peternak ayam asal Kecamatan Gunungsari, Kabupaten Serang, Asep Saepudin mengungkapkan, harga ayam dalam satu tahun terakhir ini semakin tidak menentu. Pada April 2025, harga ayam anjlok menjadi Rp10 ribu per ekor. “Puncaknya di bulan April, kemudian momentum Maulid mulai bagus, setelah itu drop lagi,” ungkapnya kepada Radar Banten, Selasa, 4 November 2025.
Asep mengatakan, saat ini harga ayam juga belum begitu baik. Harganya berkisar Rp 18 ribu sampai Rp 18,5 ribu dan untuk ayam medium Rp 19,5 ribu per ekor. Anjloknya harga ini membuat peternak ayam di Banten merugi.
“Itu hitungannya sudah rugi, karena HPP kita Rp 20 ribu sampai Rp 21 ribu. Harga bibit saja Rp 8 ribu, pakannya di atas Rp 8 ribu,” ungkap Asep.
Asep mengatakan, harga ayam yang normal untuk tingkat peternak berkisar di angka Rp 22 ribu hingga Rp 23 ribu per ekor. Kemudian di tingkat pengecer bisa menjual Rp 36 ribu per ekor. “Yang penting bisa di atas HPP, kalau di bawah HPP kita tidak ada untung,” ujarnya.
Selain soal harga yang tidak menentu, peternak ayam juga harus menghadapi dominasi industri skala besar. Selain untuk memasok kebutuhan industri, turut memasarkan produknya ke pasar bebas.
“Industri besar ini banyak di Banten, mereka punya peternakan juga dengan produksi yang besar-besaran. Hasilnya tidak hanya untuk kebutuhan industri, tapi sebagian dijual ke pasar bebas yang harus bersaing dengan kami,” ujarnya.
Menurutnya, jika peternak kecil harus bersaing dengan industri, tidak ada keadilan dalam memperoleh pasar. “Sangat jelas, industri modalnya sangat besar, mereka bisa mengendalikan harga, sementara kita hanya peternak kecil,” ucapnya.
Menurut Asep, kondisi ini seharusnya mendapatkan intervensi dari pemerintah daerah. Harus ada pembatasan jumlah peternak atau jumlah produksinya.
“Sekarang kan tidak ada pembatasan, siapapun bisa memproduksi berapapun jumlahnya, asalkan modalnya kuat, yang modalnya kuat jelas industri,” ujarnya.
Kata Asep, pemerintah daerah seharusnya dapat menghitung berapa kebutuhan ayam di Provinsi Banten. Kemudian dikomparasikan dengan jumlah produksi ayam di Banten.
“Sehingga dapat ketahuan berapa kebutuhannya, berapa yang harus diproduksi, kalau sekarang kan sepertinya terlalu banyak produksi dibanding kebutuhannya,” ucapnya.
Dikatakan Asep, kondisi yang ia alami juga dialami oleh para peternak ayam lainnya di Banten. “Kita ada grup whatsapp, semuanya juga pada ngeluh hal yang sama, jadi kami berharap pemerintah daerah harus turun tangan,” tegasnya.
Jika kondisi ini terus berlarut, Asep mengkhawatirkan peternak rakyat akan gulung tikar. Kemudian harga pasar dapat dikendalikan oleh industri.
“Kalau industri yang mengendalikan, belum tentu juga masyarakat dapat menikmati harga ayam yang rendah,” pungkasnya.
Editor: Abdul Rozak











