Oleh : Agus Sjafari
Perhelatan demokrasi, khususnya Pilgub Banten, memasuki masa-masa yang semakin menegangkan menjelang “hari pengadilan” rakyat, tanggal 15 Februari nanti. Masing-masing pasangan calon (paslon) sudah mendapat dua kali melakukan debat publik yang resmi dilaksanakan oleh KPU. Dalam dua kali debat tersebut, masing-masing paslon sudah mengeluarkan kemampuan terbaiknya, baik dalam menyampaikan visi dan misi, gagasan-gagasan brilian, maupun kritik dan “serangan-serangan” yang ditujukan untuk menjatuhkan lawannya.
Ada hal yang sangat menarik dari pelaksanaan dua kali debat paslon tersebut, yaitu masing-masing paslon sudah memasuki ranah personal dan privasi tiap paslon. Serangan-serangan pertanyaan ataupun statement dari masing-masing calon sepertinya sudah mengarah kepada persoalan-persoalan pribadi, bukan kepada visi dan misi serta track record kinerja dari masing-masing paslon. Debat yang semula diperuntukkan untuk ajang menyampaikan visi dan misi paslon kepada publik, sepertinya sedikit bergeser sebagai panggung untuk saling “membuka aib” dari masing-masing paslon, misalnya masing-masing paslon membuka aib pribadi dan keluarga serta beberapa hal yang memang terkait dengan ranah personal dan privasi dari masing-masing paslon.
Kalaupun aib tersebut melekat pada diri paslon tertentu, tapi sepertinya kurang begitu elok dipertontonkan dalam acara seperti debat cagub. Biarlah publik mengetahui dan men-tracking aib-aib masing-masing paslon dengan caranya sendiri dan melalui media-media khusus.
Mengapa demikian? Karena kalau debat cagub ini dibiarkan menjadi ajang untuk mengumbar aib, maka debat cagub ini tidak ubahnya seperti infotainment yang hanya akan mengundang amarah dari masing-masing pendukung paslon untuk saling konflik, di mana hal tersebut bukan tempatnya di acara debat cagub. Hal ini diperlukan kebesaran hati dan sikap kenegarawanan dari masing-masing paslon untuk tidak saling menyerang pada acara debat cagub pada periode berikutnya.
Debat calon sebenarnya memang sangat dibutuhkan dengan maksud agar publik mengenal lebih dekat dengan calon pemimpinnya, mengetahui visi dan misi yang akan dilakukan ketika menjadi pemimpin, mengetahui komunikasi publik, mengetahui alternative-alternatif solusi penyelesaian persoalan wilayah yang dipimpinya, dan beberapa hal lainnya yang sangat positif sehingga publik benar-benar mengenal sosok pemimpinnya tersebut dan tidak terkesan untuk memilih “kucing dalam karung” calon pemimpinnya. Namun, yang perlu diperhatikan adalah masing-masing pihak, khususnya paslon, untuk menjaga marwah dari panggung yang disebut dengan debat calon untuk tidak saling membuka aib dari masing-masing paslon.
Menakar Elektabilitas
Pertanyaan selanjutnya yang menarik untuk kita bahas adalah, apakah pelaksanaan debat calon tersebut akan berpengaruh terhadap elektabilitas (tingkat keterpilihan) paslon? Seperti dalam penjelasan di sebelumnya, debat calon adalah salah satu media agar publik mengenal lebih dalam dengan calon pemimpinnya. Pelaksanaan debat calon memiliki durasi yang sangat pendek. Artinya, bahwa sangatlah naif apabila dengan debat mampu membalikkan keadaan dari calon yang elektabilitasnya rendah kemudian mampu memenangkan pertarungan dikarenakan penampilannya sangat memukau pada acara debat tersebut. Tentu masih banyak faktor yang lain yang memengaruhi paslon untuk memenangkan pertarungan politik dalam perhelatan pilgub ini.
Kita semua tahu bahwa setiap paslon sudah melakukan promosi kepada masyarakat melalui spanduk, baliho, media cetak dan elektronik, belusukan ke masyarakat, kampanye akbar, dan beberapa cara lain yang dilakukan oleh masing-masing paslon untuk merebut hati para pemilih. Belum lagi perilaku negatif paslon dan timnya untuk melakukan money politics berupa “serangan fajar” atau serangan dalam bentuk lain yang tentu bertujuan untuk mendulang suara sebanyak-banyaknya dalam memenangkan pertarungan dalam pilgub.
Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa pelaksanaan debat calon tidak secara signifikan berpengaruh terhadap tingkat elektabilitas calon dalam pilgub. Pada dasarnya, setiap pemilih sudah menjatuhkan pilihan kepada paslon tertentu dengan track record serta popularitas masing-masing paslon. Debat calon hanya memberikan keyakinan yang lebih bagi masyarakat bahwa pilihannya tersebut memiliki visi dan misi yang bagus, atau calonnya memiliki komunikasi dan wawasan yang baik dan beberapa nilai plus lainnya melalui debat calon.
Tingkat keterpengaruhan debat terhadap elektabilitas paslon lebih banyak kepada swings voters (pemilih mengambang), yaitu para pemilih yang memang masih bingung, yang belum bisa menentukan pilihannya. Pada sisi lain, debat publik akan berpengaruh kepada kalangan terdidik yang sangat rasional.
Menilik kedua kelompok tersebut (swings voter dan kalangan terdidik), jumlahnya tidak terlalu banyak dibandingkan dengan pemilih tradisional. Dalam beberapa kajian, baik oleh KPU maupun beberapa lembaga survey, menyatakan bahwa sebagian pemilih kita saat ini didominasi oleh kalangan pemilih psikologis dan pemilih sosiologis dibandingkan dengan kalangan pemilih rasional. Pemilih psikologis lebih melihat kepada personal seperti tampang, panampilan, style, serta beberapa atribut personal yang melekat pada diri masing-masing paslon. Pemilih sosiologis lebih melihat latar belakang sosio, kultural, politik dari masing-masing paslon seperti agama, basis kultural, basis organisasi, dan lain-lain. Sedangkan pemilih rasional lebih melihat visi dan misi paslon serta kemampuan paslon dalam memimpin, kemampuan berkomunikasi, kemampuan menyelesaikan masalah, kemampuan memberikan solusi, dan beberapa hal lain.
Memang tidak secara “hitam putih” seseorang termasuk dalam kategori pemilih apa, tapi terdapat kecenderungan termasuk dalam beberapa kategori jenis pemilih yang disebutkan di atas. Dengan demikian, dapat kita simpulkan bahwa debat calon bukanlah satu-satunya faktor yang secara signifikan memengaruhi tingkat elektabilitas paslon, melainkan terdapat beberapa faktor lain yang berpengaruh terhadap tingkat elektabilitas paslon dalam memenangkan pertarungan pilgub. Debat calon hanyalah salah satu media agar publik mengetahui lebih mendalam terhadap paslon yang akan dipilihnya.
Sebagai penutup dari tulisan ini adalah agar masing-masing paslon dapat tampil lebih elegan dalam acara debat calon dan tidak cenderung membuka aib paslon lain. Sehingga, debat calon akan memberikan pembelajaran politik kepada masyarakat untuk menjadi pemilih yang cerdas. Semoga… (*)
Agus Sjafarai, Dekan FISIP Untirta dan peneliti di the Community Development Institute (CDI)