CIKANDE – Bak kisah legenda Malin Kundang, pasangan suami istri asal Desa Situterate, Kecamatan Cikande, Kabupaten Serang, yakni Sukanta (60) dan Rawi (50), menjadi korban kebiadaban anak kandungnya. Sukanta dan Rawi dianiaya dan diusir dari rumah oleh anak keenam dari delapan bersaudara yang diduga mengidap kelainan jiwa. Pasangan lansia itu kini telantar, sudah tiga tahun mereka tinggal di pos keamanan lingkungan (poskamling) tak jauh dari rumah.
Kamis (31/8) pagi, Radar Banten berkesempatan bertemu dengan Sukanta dan Rawi di poskamling tempat pengungsian mereka sementara. Kondisinya memprihatinkan, poskamling tempat mereka tinggal jauh dari kata layak. Ukurannya 2×2 meter dan tak berdinding, atapnya pun bocor. Pakaian pasangan lansia itu juga lusuh. Di sudut gubuk, tampak bantal dan selimut butut untuk menemani mereka mengusir hawa dingin di saat tidur di malam hari.
Saat dimintai keterangan, Sukanta mengaku sudah tiga tahun tidur di poskamling. Diceritakan Sukanta, kehidupan keluarganya berubah drastis sejak Badri, anaknya yang keenam dari delapan bersaudara, mengidap kelainan jiwa pada 2003. sejak itu, Badri sering menganiaya hingga mengusir Sukanta dan istrinya dari rumah.
“Saya sering dipukuli, disiram pakai air kopi. Kita sudah enggak boleh di rumah lagi,” keluhnya.
Padahal, kata Sukanta, Badri tadinya anak yang saleh dan hormat pada orangtua. Badri diduga terkena gangguan jiwa sepulang kerja pada salah satu pabrik di Kabupaten Tangerang.
“Pokoknya, Badri mengalami perubahan drastis pas pulang dari Tangerang. Enggak tahu, kenapa anak saya bisa begitu,” ujarnya.
Sejak Badri mengusirnya dari rumah, Sukanta membawa istri dan anaknya yang belum berkeluarga. Karena tidak memiliki saudara untuk menumpang tinggal dan tidak ada tempat tinggal untuk berteduh, Sukanta akhirnya berinisiatif membuat gubuk berukuran 2×2 dekat kandang kerbau miliknya.
“Tujuh bulan tinggal di gubuk itu. Diusir lagi sama Badri. Terpaksa kita tinggal di poskamling sampai sekarang,” sesalnya.
Menyadari perilaku buruk anaknya, kata Sukanta, istrinya sempat mengalami sakit keras. Tubuhnya sekarang tidak lagi bisa bergerak bebas seperti terserang penyakit struk.
“Tapi, pas diperiksa kata dokter bukan struk. Katanya cuma tegang saja. Tapi, enggak bisa jalan,” terangnya.
Untuk kebutuhan makan sehari-hari, Sukanta hanya mengandalkan pemberian dari orang lain. Sukanta mengaku, selama mengurus anaknya, tidak bekerja dan hanya beternak satu kerbau miliknya. Kedua anaknya yang belum berkeluarga, sekarang ikut bekerja dengan orang lain di bengkel.
Diakui Sukanta, Badri pernah berumah tangga dan mempunyai satu anak. Namun akhirnya, mereka bercerai setelah istri Badri tahu kalau suaminya itu mengalami kelainan tiga tahun lalu. Sukanta pun mengaku, pernah membawa Badri ke tempat rehabilitasi gangguan jiwa, tetapi tak kunjung sembuh. “Mau tinggal di rumah anak saya yang lain enggak enak. Enggak mau merepotkan,” tukasnya.
Di tempat yang sama, Anggota Respek Sosial Kabupaten Serang Fadli yang mendampingi Radar Banten menemui pasangan lansia itu mengatakan, pihaknya sedang mengupayakan tempat tinggal sementara untuk Sukanta dan Rawi.
“Kita akan carikan kontrakan daripada tinggal di poskamling. Kita juga akan upayakan membawa Badri ke Yayasan Bani Sifa di Cikeusal,” ujarnya.
Terpisah, Camat Cikande Ajat Sudrajat mengaku, pihaknya sudah menangani masalah keluarga Sukanta. Menurut Ajat, akar permasalahannya ada pada Badri yang harus segera diobati.
“Sedang kita proses penanganannya,” terangnya.
Kata Ajat, pihaknya juga sudah mendatangi keluarga Sukanta didampingi Pusat Pelayanan Terpadu Pemberdayaan Perempuan dan Anak (P2TP2A), Tenaga Kesejahteraan Sosial Kecamatan (TKSK) dan petugas Dinas Sosial (Dinsos) Kabupaten Serang.
“Sudah kita ajukan pengobatannya ke Dinas Kesehatan (Dinkes) melalui surat dari puskesmas,” jelasnya.
Ajat pun menepis isu yang berkembang bahwa Sukanta tinggal di gubuk yang tidak layak. Ia mengklaim, Sukanta tetap tinggal di rumahnya.
“Tapi, kalau anaknya ngamuk, mereka ke luar. Kalau enggak ngamuk, ya di rumah,” tandasnya. (Rozak/RBG)











