SERANG – Pemerintah Provinsi Banten mengklaim panen padi di Banten selama dua pekan terakhir lebih dari cukup untuk mencukupi untuk kebutuhan beras di Banten selama tiga bulan, namun nyatanya, harga beras di sejumlah pasar di Banten justru melambung tinggi. Lantas, kemana perginya padi di Banten?
Kepala Dinas Pertanian Provinsi Banten Agus Tauchid menjelaskan, tingginya harga beras di tengah-tengah tingginya produksi padi di Banten disebabkan karena Banten tidak menguasai barang dan jalur distribusi padi.
Dengan kondisi tersebut Agus pun tidak menampik jika padi yang dihasilkan di Banten mengalir ke daerah lain seperti Karawang, Jawa Barat.
“Ke situ salah satunya,” kata Agus kepada awak media di depan kantor Gubernur Banten Wahidin Halim, Senin (15/1).
Menurut Agus, agar hal tersebut tidak terulang, Pemprov Banten berencana akan membentuk Badan Usaha Milik Daerah (BUMD) yang akan membeli padi dari masyarakat dan mengelolanya menjadi beras.
“Kalau itu terjadi kita bisa melakukan pembelian terhadap hasil petani. Karena konkritnya, bagaimana mampu mengatasi kekurangan suplay di pasar karena tidak serta merta dari panen bisa menyuplay kebutuhan beras ke pasar, karena ada jeda,” ujarnya.
Selain karena banten tidak menguasai barang dan jalur distribusi padi dan beras, kenaikan harga pun diduga karena tingginya harga jual padi. Harga eceran tertinggi yang telah ditetapkan pemerintah, padi perkilogram seharga Rp3.750, namun nyatanya bisa mencapai Rp 5.000.
Jika harga bahan baku tinggi maka harga beras pun otomatis akan mahal.
Terkait produksi padi di Banten, menurutnya, selama satu tahun produksi bisa mencapi 2.420.000 ton, dan yang menjadi beras sekitar 1 juta ton. Produksi itu menurutnya akan percuma jika pemerintah tidak menguasai barang dan jalur distribusi.
Pantauan Radar Banten di Pasar Induk Rau Kota Serang, kenaikan beras berkisar antara Rp2.000 hingga Rp3.000 per kilogram. Tidak hanya beras kelas premium, kenaikan juga terjadi pada beras medium.
Penjual beras di Pasar Induk Rau Kota Serang Maftuhi mengaku tidak tahu alasan kenaikan beras. Sebab, pasokan beras selama ini biasa saja dari bulan-bulan sebelumnya. “Pastinya naik sejak mulud. Waktu itu masih mending, nah habis mulud ini mulai loncat lagi,” katanya ditemui di lokasi, Minggu (14/1).
Ia mengungkapkan, harga beras biasa naik Rp2.000 per kilogram. Dari harga Rp8.000 menjadi Rp10 ribu sedangkan untuk beras yang bagus naik dari harga Rp10 ribu menjadi Rp13.500. “Ada yang lebih murah, orang sini (Serang-red) bilangnya beras kondangan, awalnya Rp6.500 sekarang Rp9.000 per kilo,” katanya.
Selain itu, beras karungan dengan berat 25 kilogram juga mengalami kenaikan yang cukup signifikan. Harga beras yang dikemas dengan aneka merek ini mengalami kenaikan hingga Rp50 ribu lebih per karung. Untuk beras dengan kualitas sedang mengalami kenaikan dari harga Rp225 ribu per karung menjadi Rp265 ribu. “Kalau beras premium yang 20 kilogram dari Rp220 ribu menjadi Rp260 ribu,” ungkapnya.
Maftuhi mengaku, kenaikan beras tidak memengaruhi omzet per hari. Namun, banyak pembeli yang komplain karena harga terus naik. “Namanya milik (omzet-red) ya ada saja, cuma penginnya tetap stabil, soalnya harga naik banyak dikeluhkan pembeli. Kadang marah dijual segitu kemarin enggak segitu,” katanya menirukan pelanggan yang protes.
Pria paruh baya ini mengaku, mendapat pasokan beras dari berbagai daerah. Mulai dari beras lokal Banten sampai beras dari luar seperti Cianjur, Indramayu, dan Karawang. “Sehari paling juga laku tiga kuintal. Kalau partai besar mah bisa berton-ton,” ujarnya.
Senada dikatakan Muksin yang juga menjual beras di Pasar Induk Rau. Kata dia, beras naik sejak Desember tahun lalu. “Harganya bikin pusing enggak menentu. Cuma enggak tahu penyebabnya,” katanya.
Muksin mengaku, menjual beras kualitas bagus dengan harga Rp12.500 per kilogram dari harga sebelumnya Rp10.700 per kilogram. Ia sempat menanyakan alasan kenaikan beras kepada distributor. Dari penjelasan distributor bahwa pemicu kenaikan beras karena harga gabah kering mengalami kenaikan. “Kata distributor harganya (gabah kering-red) naik Rp6.000 lebih per kilogram, kadang sampai Rp6.500,” katanya. (Bayu Mulyana/coffeandchococake@gmail.com)