SERANG – Yehan Minara nekat keliling Indonesia sendirian. Tanpa bekal uang yang cukup. Sandang yang ia bawa juga seadanya dan seperlunya untuk di perjalanan. Sembilan bulan berlalu, sejak Juni 2017 menelusuri jejak peta dari Banten menuju Indonesia bagian timur. Yeni Hasanah, begitu nama di ijazahnya, ingin taklukan Indonesia walau ia perempuan. Tak membuatnya patah semangat melanjutkan misinya hingga tanah Papua.
Mahasiswi asal Lampung ini benar-benar memulai perjalanannya sejak ramadhan tahun lalu. Awal pertempurannya, Yehan melangkahkan kakinya ke tiap sudut kota di Pulau Jawa, seperti Solo, Magetan, Ponorogo hingga Banyuwangi. Bulan berpuasa itu, Yehan resmi menyandang gelar seorang pejalan.
Yehan memimpikan kisah perjalanannya, sudah sejak lama. Mahasiswi UIN Sultan Mualana Hasanudin Banten jurusan Komunikasi dan Penyiaran Islam (KPI) ini, banyak terinspirasi dari semua buku-buku yang ia baca. Utamanya, buku traveling. Ada yang membuatnya terus menerus penasaran ketika khatam membaca. Rasa penasaran itu, ia tumpahkan dengan cara melihat wujud asli daerah yang selama ini hanya dilihat lewat buku, dan bayangannya.
Di instagramnya @yehan90 banyak foto-foto unggahan yang pernah maupun sedang ia singgahi. Lalu bercerita panjang sekali. Persis cerita bersambung. Suguhan di akun media sosialnya ini, selalu memberi kesan tersendiri. Meski, mereka (viewers-red) tahu, Maluku itu adanya di bagian timur dan Bali itu surga wisata. Saat melihat seluruh postingan perempuan yang pernah menjadi pelayan di Solidarnos Café ini, ada semacam ajakan mengembara seperti dirinya di tiap-tipa tulisannya. Yehan mampu membuat, katakanlah pembaca setianya larut untuk ikut melakukan perjalanan aneh seperti dirinya.
Awal-awal menjadi seorang pejalan, Yehan mengatakan pernah mengalami kecopetan saat tiba di Bali. Di instagramnya, ia berkeluh-kesah, dompet yang berisi uang itu adalah uang terakhir yang harus dipertahankan untuk sampai pindah ke bagian nusantara berikutnya. Ia menangis tak henti-hentinya, ditambah serangan batuk menghentak-hentakan kerongkongannya. Tetapi seorang laki-laki datang menawarkan kebaikan padanya. Lelaki itu berjanji akan mengantarkannya ke tempat tujuan hingga Yehan selamat.
“Awalnya aku curiga sama kebaikan orang ini. Tapi ketika dia membuktikan ucapannya, aku jadi menyesal telah mencurigainya,” kata dia yang ditulis di instagramnya.
Demi menelusuri pelosok nusantara, Yehan juga berkali-kali bekerja serabutan. Uang yang didapat tak seberapa. Hanya cukup mengisi perutnya saja. Kadang ia harus berpuasa, saat tak memegang uang sepeser pun. “Ini list pekerjaanku selama menjadi seorang pejalan. Menjadi pencuci piring di tukang bakso, kerja di toko pakaian toserba, tukang cuci burung, pelayan restoran dan kafe, jualan ikan, manen udang, jualan sayur, jualan plastik,” tuturnya kepada Radar Banten Online melalui instagram, Kamis (18/1).
Indonesia terkenal dengan lautan dan kepulauannya. Tak jarang Yehan banyak melakukan perjalananya, menggunkan transportasi kapal. Beruntungnya, Yehan sering tak mengeluarkan uang tiket alias gratis. Caranya, ia berterus terang kepada pihak –pihak tertentu seperti kepala nahkoda bahwa ia seorang pejalan yang tengah berkeliling Indonesia. Dan meminta nahkoda untuk difasilitasi secara cuma-cuma.
“Kalau jujur, lolos-lolos aja masuk kapal. Kalau misal nggak bisa free, ya, terpaksa kucing-kucingan lewat jalan belakang,” ungkapnya.
Saat ini, perempuan berkerudung ini menikmati bagaimana hidup menggelandang. Tidur di sembarang tempat. Asal bisa istirahat sejenak, kemudian memulai kembali perjalanan esok hari. Begitu seterusnya, lagi dan lagi hingga waktu yang tidak bisa ia tentukan kapan waktunya harus pulang. Yang jelas, Yehan memutuskan ini semua bukan tanpa alasan. Ia benar-benar bahagia, bagaimana melihat tempat, sosok, keluarga dan pengalaman baru di perjalanan.
Tentu karena hidup nomadenlah ia bisa melihat anak-anak Amanuban Timur yang tak piawai Bahasa Indonesia. Tapi semangat dan ceria. Kemudian, bertemu sosok inspiratif, seseorang yang memperjuangkan kelayakan pendidikan di pelosok Timur NTB seperti Maksimus. Ia bahkan bisa mencuri dengar kenangan pahit Pak Bora, saat bercerita kerusuhan Ambon, melihat butir-butir peluru menyasar di perut istrinya yang tengah mengandung.
Dan betapa senangnya, mimpi-mimpinya tercapai hanya dengan menjadi seorang pejalan. Mimpi melihat, merasakan dan menciumi aroma Indonesia bagian timur seperti Bali, Nusa Tenggara Barat dan Nusa Tenggara Timur bahkan negri Papua di ujung sana.
“Memutuskan dan mendedikasikan diri hidup dijalanan plus dengan waktu yang tidak ditentukan adalah pilihan berat. Kenyataan sebenarnya kehidupan dijalanan hanyalah memindahkan aktivitas di rumah ke jalan. Setiap hari aku juga memikirkan bagaimana caranya cuci baju, cari uang untuk makan dan menemukan tempat istirahat yang nyaman. Untuk saat ini, aku merasa hidup dijalanan lebih dinamis dan berwarna dari kehidupanku sebelumnya,” tulisnya.
Hingga berakhirnya perbincangan Radar Banten Online bersama Yehan Minara, melalui instagram, Kamis (18/1) sore. Seorang pejalan, sekaligus seorang yang skripsinya tak pernah kelar ini tengah terombang-ambing di lautan Maluku, yang akan sampai kemudian menyepi di tanah Papua. Salah satu destinasi impiannya, yang akan ia catat bahkan tulis di instagramnya. Itu pun, kalau ponselnya masih bisa postingan untuk mengunggah eksotisnya Papua dan menuliskan hal-hal remeh temeh di bumi Cendrawasih. Tunggu saja!
(Anton Sutompul/antonsutompul1504@gmail.com).