Kebijaksanaan Syekh Nawawi Albantani membawanya sebagai sosok yang tawaduk. Namun, sosoknya dikenal non-kooperatif terhadap rezim kolonial di Nusantara. Sikapnya menginspirasi murid-muridnya di tanah air melakukan perlawanan terhadap ketidakadilan kolonial.
AZAN Magrib berkumandang dari Masjid Jami An-Nawawi di Kampung Pesisir, Desa Pedalaman, Kecamatan Tanara, Kabupaten Serang, Senin (20/5) sore. Senyum merekah puluhan masyarakat yang berkumpul di pelataran masjid menyambut waktu berbuka puasa.
Di gang setapak yang oleh warga dinamai kampung inilah tempat Nawawi mencurahkan inspirasinya itu, spirit Nawawi memang masih hidup. Aktivitas masjid tak lepas dari keilmuan. Setiap pekan, warga mengkaji kitab-kitab warisan ulama bergelar sayyidu ‘ulama’i al-hijjaz, al-syeikh, al-faqih, al-mujtahid yang dilahirkan di Kampung Tanara.
Padahal, Nawawi tak lebih dari setahun tinggal di kampung itu pasca belajar di tanah suci. Sejak melanjutkan studi tingkat mahirnya di sana, Nawawi tak pernah lagi kembali ke tanah air. Sampai akhir hayatnya, hidupnya dihabiskan di tanah suci. Memperdalam ilmu agama sekaligus menyemai kepada ratusan muridnya.
Nawawi mengembuskan napas terakhirnya pada 25 Syawal 1314 Hijriah atau bertepatan pada tahun 1898 di Ma’la, Makkah Al-Mukarromah. Hingga kini, namanya tetap harum di Nusantara. Setiap 7 Syawal, orang berduyun-duyun ke tanah kelahirannya di Tanara untuk mengikuti haul Nawawi.
Selama tinggal di Makkah, aktivitas Nawawi tak lepas dari pantauan Snouck Horgronje. Bahkan, penasihat khusus Gubernur Jenderal JB van Heutsz itu tinggal di seberang rumahnya. Tepatnya di Suq al-Lail, Syi’ib Ali. Sekira 500 meter dari kompleks Masjidilharam. Rumah yang juga dijadikan Nawawi untuk menanamkan pengetahuannya kepada 200 lebih murid-muridnya.
Banyak sahabat dan murid Nawawi, menjadi ulama dan tokoh sentral perlawanan terhadap kolonial di Tanah Air. Di antaranya, Syekh Abdul Karim Lempuyang, Syekh Asnawi Caringin, Arsyad Tawil, Syekh Husein Carita, dan lainnya.
Sepak terjang Nawawi sebagai inspirator ulama terekam dalam catatan Snouck Horgronje yang setiap waktu mengintainya. Catatan itu pada 2016 diterbitkan Late EJ Brill, Leiden dengan judul Mekka in the Latter Part of the 19th Century: Daily Life, Customs, and Learning of the Moslim of the East Indian Archipelago.
Snouck menulis sebanyak 14 jilid laporannya selama di Makkah. Laporannya banyak mengulas mengenai kepribadian Nawawi yang dinilai Snouck sangat tawaduk. Kepribadian yang membuat orientalis yang berpura-pura masuk Islam itu terkagum-kagum.
Selain kepribadian Nawawi, Snouck juga merekam pandangan politik putra Kiai Umar dan Zubaedah itu. Dalam pandangannya, Nawawi secara eksplisit berseberangan pendapat dengan sebagian haji dari kalangan pensiunan birokrat pribumi. “Syekh Nawawi menolak Nusantara mesti diatur dan berada di bawah pemerintah Eropa,” kata sejarawan Banten Mufti Ali yang secara khusus bersama Prof Tihami menulis biografi Syekh Nawawi dengan judul Biografi, Genealogi Intelektual, dan Karya.
Di sela-sela waktu mencurahkan pikirannya pada ilmu pengetahuan, Mufti menyebut, Nawawi selalu mengikuti perkembangan informasi gerakan politik di tanah air yang memanas. Masa itu tengah bergejolak perlawanan masyarakat Aceh terhadap rezim kolonial.
Nawawi mengidealkan cita-cita menghidupkan kembali Kesultanan Banten atau pendirian negara Islam. Secara terang, Nawawi menolak tunduk kepada kolonialisme. Snouck menulis, sikap vis a vis Nawawi terefleksi dalam sikap yang menolak mengikuti jalan yang ditempuh ayahnya, Kiai Umar Ibn Arabi, yang menjadi penghulu distrik Tanara. Juga seperti adiknya, Haji Ahmad yang mengabdi kepada pemerintah kolonial dengan menerima tawaran sebagai penghulu di Tanara.
Sumber-sumber dokumen Belanda yang dikumpulkan Mufti Ali menyebut, pada era 1884-1942 terdapat figur penting ulama Banten di Makkah. Snouck melaporkan 13 ulama Nusantara. Dari ulama itu, tujuh di antaranya berasal dari Banten. Yakni, Nawawi, Marzuq, Abdul Karim, Ismail, Arshad bin Alwan, dan Arshad bin As’ad.
Keistimewan ulama Banten dan Nawawi dilukiskan oleh Snouck lewat ungkapannya yang sangat terkenal.
“Tidak ada satu tempat pun di Nusantara yang menandingi daerah Jawa bagian Barat (Banten). Keterwakilannya begitu lengkap dengan kualitas tingkat satu. Sebagian besar tokoh-tokoh utama yang tinggal di Kota Suci berasal dari daerah bekas Kesultanan Banten,” katanya.
Snouck pun memuji Nawawi dengan menyebut sebagai ulama paling dihormati. “Syekh Nawawi adalah penggagas gerakan intelektual Islam dari Banten,” kata Mufti. (Ken Supriyono)