SERANG – PT Sulfindo Adiusaha yang berlokasi di Jalan Raya Salira – Mangunreja, tepatnya Kampung Pengoreng, Desa Mangunreja, Kecamatan Puloampel, Kabupaten Serang dituding telah menyerebot lahan milik warga. Gugatan perdata terhadap perusahaan yang bergerak di bidang kimia itu pun dilayangkan ke Pengadilan Negeri (PN) Serang.
Kuasa hukum penggugat, Ipul Syaifullah mengatakan perkara tersebut bermula pada 2010 lalu. Ketika itu, tanah seluas kurang lebih 4.740 meter persegi milik kliennya Asmansyah yang merupakan ahli waris dari almarhumah Ainah dipagar oleh Sulfindo Adiusaha. Pemagaran tersebut dilakukan oleh kontraktor bernama Oyib Toyib dan Dulatif. “Ketika itu aktivitas pemagaran sempat dihentikan setelah klien saya dengan pamannya bernama Haji Rusdi melarang aktivitas apapun di lokasi tanah tersebut,” kata Ipul, Selasa (22/9).
Mei 2019 lanjut Ipul pihak Sulfindo Adiusaha melanjutkan kembali pemagaran tanpa pemberitahuan kepada Amansyah dan keluarganya. Aktivitas pemagaran tersebut kembali mengundang kemarahan pihak keluarga Amansyah. “Kemudian terjadi musyawarah yang difasilitasi oleh Pjs Kades Mangunreja. Saat musyawarah tersebut pihak perusahaan memperlihatkan dokumen bukti kepemilikan berupa sertifikat HGB (hak guna bangunan-red) tahun 2011,” kata Ipul.
Menurut kliennya HGB dengan surat pengakuan hak (SPH) Nomor: 594.4/55/SPH/IX/08 tertanggal 25 September 2008 dianggap cacat hukum. Sebab, tidak ada transaksi jual beli antara pihak perusahaan dengan kliennya. Juni 2019, Amansyah menerima telepon dari Anshar dan Oyib Toyib dan Dulatif. Amansyah diajak untuk bertemu di sebuah restoran di Kota Cilegon.
Dalam pertemuan tersebut, Amansyah menerima informasi bahwa lahan miliknya tersebut akan diratakan Sulfindo Adiusaha. “Klien kami juga menerima tawaran agar lahannya dijual dengan harga Rp50 ribu per meter, tetapi tawaran tersebut ditolak karena terlalu murah,” kata Ipul didampingi keluarga penggugat.
Agustus 2019, Sulfindo Adiusaha melakukan penggusuran di lahan milik penggugat. Penggusuran tersebut merusak tanaman berupa kacang-kacangan, pohon buah, dan pohon waru. “Klien kami komplain terhadap penggusuran tersebut. Pihak perusahaan kemudian memanggil klien kami dan kembali melakukan musyawarah di balai desa,” ucap dosen hukum disalah satu universitas di Banten ini.
Hasil pertemuan tersebut disepakati bahwa tidak ada aktivitas di lahan milik Amansyah. Namun, setelah adanya kesepakatan tertulis, Sulfindo Adiusaha dituding mengkhianati perjanjian. “Pihak perusahaan memerintahkan PT Mitra Agung Perkasa mendatangkan beko dan doser sebanyak 15 unit untuk mengeruk dan meratakan tanah,” ujar Ipul.
Beberapa hari kemudian, pihak perusahaan melaporkan Amansyah kepada aparat kepolisian. Amansyah dilaporkan atas kasus 335 KUH Pidana tentang Perbuatan Tidak Menyenangkan. “Laporan kasus tersebut kemudian tidak dilanjutkan Polres Cilegon karena alasan tidak memenuhi unsur pembuktian,” jelas Ipul.
Usai laporan di Polres Cilegon, Amansyah kembali dilaporkan. Kali ini ke Direktorat Reserse Kriminal Umum (Ditreskrimum) Polda Banten. Saat menjalani pemeriksaan di Polda, Amansyah melihat barang bukti laporan berupa kwitansi jual beli yang ditandatangani oleh almarhum pamannya, Rusdi. “Saat melihat kwitansi tersebut, klien kami menaruh curiga kaitan dengan dugaan pemalsuan tandatangan yang ada dalam SPH dan warkah. Sebab, tanda tangan dalam kwitansi tersebut berbeda dengan di KTP asli almarhum,” kata Ipul.
Dikatakan Ipul, bukit yang menjulang tinggi yang kaya akan bebatuan komersil di lahan kliennya tersebut kini nyaris rata dengan tanah. Pihak perusahaan telah mengambil keuntungan tanpa ganti rugi atas eksploitasi tambang tersebut. “Penggugat mengalami kerugian hingga Rp2,370 miliar dengan asumsi permeter Rp500 ribu,” ucap Ipul.
Diungkapkan Ipul, akibat penyerobotan lahan tersebut kliennya menggugat total kerugian Rp7,770 miliar. Perhitungan, laba bersih dari hasil lahan senilai Rp5,4 miliar selama 108 bulan dan nilai tanah Rp2,370 miliar. “Lahan tersebut menghasilkan laba bersih Rp50 juta perbulan, kita kalikan saja selama 108 bulan dalam penguasaan perusahaan,” kata Ipul.
Sementara itu, Juru Sita PN Serang Untung Rohadi mengatakan lahan sengketa tersebut statusnya kini menjadi quo. Ketua majelis hakim Popop Rizanta yang mengadili perkara tersebut telah mengeluarkan penetapan. “Sita jaminan ini bersifat sementara sampai menunggu putusan inkrah. Tujuan sita jaminan ini agar obyek sengketa tidak diperjualbelikan,” kata Untung.
Untung mengatakan saat status quo tersebut maka tidak diperbolehkan kedua belah pihak melakukan aktivitas di lokasi. “Tidak boleh ada aktivitas,” ujar Untung usai membacakan penetapan sita jamiman.
Dikonfirmasi terpisah, perwakilan pihak perusahaan Ade Irawan yang ditemui Radar Banten di lokasi enggan berkomentar mengenai gugatan perdata tersebut. Ia menyarankan Radar Banten mengonfirmasinya kepada kuasa hukum, Agus Purwoko. “Ke pengacara saja ya,” ujar Ade singkat.
Radar Banten telah menghubungi nomor ponsel Agus Purwoko. Namun, Agus tidak merespon panggilan dan pesan singkat yang dikirim Radar Banten kendati nomor ponsel bersangkutan dalam kondisi aktif. (Fahmi Sa’i)