PANDEGLANG,RADARBANTEN.CO.ID-Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kabupaten Pandeglang merasa prihatin dengan masih adanya nelayan menggunakan Arad atau pukat harimau dalam menangkap ikan di perairan laut Banten selatan. Padahal penggunaan Arad atau pukat harimau sudah dilarang oleh pemerintah karena dapat merusak ekosistem laut.
Larangan penggunaan alat tangkap berupa Arad, trawl atau pukat harimau itu tertuang pada Peraturan pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 27 Tahun 2021 tentang penyelenggaraan Bidang Kelautan dan Perikanan. Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 18 tahun 2021 tentang penempatan alat penangkapan ikan dan alat bantu ikan di wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia dan laut lepas serta penataan andon penangkapan ikan.
Peraturan pemerintah Republik Indonesia (PP) Nomor 11 tahun 2023, tentang penangkapan ikan terukur. Serta Peraturan Menteri Kelautan dan Perikanan Republik Indonesia Nomor 36 tahun 2023, tentang penempatan alat penangkapan ikan di zona penangkapan ikan terukur dan wilayah pengelolaan perikanan Negara Republik Indonesia.
Ketua Himpunan Nelayan Seluruh Indonesia (HNSI) Kecamatan Sumur Yayat Supiat, merasa prihatin dengan adanya aktivitas kapal nelayan besar melakukan pelanggaran dalam penggunaan alat tangkap ikan.
“Masih banyak kita temukan menggunakan alat tangkap ikan terlarang. Yaitu jenis Arad ataupun pukat harimau di perairan Banten selatan,” katanya kepada RADARBANTEN.CO.ID, melalui sambungan telepon selularnya, Minggu, 7 Juli 2024.
Penggunaan alat tangkap ikan sejenis pukat harimau tentunya berdampak buruk terdahap kelangsungan hidup nelayan. Sebab dapat merusak ekosistem laut. “Dan membuat tangkapan ikan terus menurun. Karena ikannya ditangkap dalam skala besar dan sarangnya dirusak,” katanya.
Yayat berharap, dinas dan instansi terkait menertibkan setiap kapal nelayan yang menggunakan Arad atau pukat harimau. Dengan melakukan tindakan tegas serta pengawasan yang maksimal. “Kalau tidak ada tindakan tegas maka akan semakin merajalela. Dan merusak wilayah tangkap ikan bagi nelayan kapal kecil,” katanya.
Yayat meminta, kepada Pemerintah Provinsi Banten melalui Dinas Kelautan dan Perikanan agar memberikan sanksi tegas kepada nelayan kapal besar masih menggunakan pukat harimau. “Agar kami nelayan kecil bisa kembali tenang dan mendapatkan hasil tangkap ikan maksimal,” katanya.
Pengurus HNSI Kabupaten Pandeglang Ecep Rahmat menegaskan, penggunaan alat tangkap ikan jenis pukat harimau, itu akan merusak ekosistem laut.
“Dapat merusak terumbu karang yang menjadi tempat berlindung serta berkembang biak ikan. Di perairan yang memang ikannya biasa di tangkap oleh nelayan kecil di sepanjang laut pesisir,” katanya.
Oleh karena itu, Ia meminta kepada dinas terkait terutama pada Dinas Kelautan dan Perikanan Provinsi Banten untuk menindak tegas nelayan yang bandel. Masih menggunakan alat tangkap ikan pukat harimau terutama di perairan para nelayan kecil menangkap ikan. “Kalau ini dibiarkan dan tidak ada ketegasan dari pemerintah dikhawatirkan akan mematikan usaha nelayan kecil dan merusak ekosistem laut,” katanya.
Selain itu, bisa saja dapat menimbulkan konflik antara nelayan. Dikarenakan merasa terusik dengan aktivitas kapal nelayan menggunakan pukat harimau. “Kita tentu tidak mengharapkan hal itu terjadi. Oleh karena itu perlu ada tindakan nyata untuk menjaga perairan Banten selatan dari pukat harimau,” katanya. (*)
Reporter: Purnama Irawan
Editor: Agung S Pambudi