Oleh : DR. KH. Encep Safrudin Muhyi, MM., M.Sc, Pimpinan Pondok Pesantren Fathul Adzmi )
HARI Santri Nasional (HSN) merupakan salah satu perayaan penting yang diperingati setiap tanggal 22 Oktober di Indonesia. HSN diperingati sebagai bentuk penghargaan atas andil para santri dalam memperjuangkan dan mempertahankan kemerdekaan bangsa Indonesia. Dalam rangka peringatan HSN 2024, Kementerian Agama (Kemenag) Republik Indonesia (RI) akan merilis logo dan tema resmi HSN 2024. Acara launching tema dan logo Hari Santri Nasional yang telah digelar di Jakarta International Expo (JIExpo), di Kemayoran, Jakarta pada 9 Oktober 2024 lalu.
Penetapan Hari Santri berawal dari usulan masyarakat pesantren yang ingin memperingati dan meneladani perjuangan kaum santri dalam mendukung kemerdekaan Indonesia. Usulan tersebut disampaikan oleh ratusan santri Pondok Pesantren Babussalam, Desa Banjarejo, Malang, pada tahun 2014. Saat itu, mereka menerima kunjungan dari Joko Widodo yang saat itu masih dalam status calon presiden.
Jokowi menegaskan komitmennya untuk mendengarkan aspirasi para santri, dan pada hari yang sama, beliau menandatangani komitmen untuk menetapkan Hari Santri Nasional pada tanggal 1 Muharram. Namun, kemudian Pengurus Besar Nahdlatul Ulama mempertimbangkan ulang tanggal tersebut. Mereka mengusulkan agar Hari Santri ditetapkan bukan pada tanggal 1 Muharram, tetapi pada tanggal 22 Oktober yang memiliki makna sejarah yang penting.
Pada tanggal 22 Oktober 1945, Hadratus Syekh KH Hasyim Asy’ari, seorang ulama dan pahlawan nasional Indonesia, mengeluarkan fatwa resolusi jihad untuk mempertahankan kemerdekaan Indonesia dari serangan Sekutu. Fatwa tersebut berisi tiga poin penting, yakni : pertama, Hukum memerangi orang kafir yang merintangi kepada kemerdekaan kita sekarang ini adalah fardhu ain bagi tiap-tiap orang Islam yang mungkin, meskipun bagi orang fakir. Kedua, Hukum orang yang meninggal dalam peperangan melawan musuh (NICA) serta komplotan komplotannya adalah mati syahid. Ketiga, Hukum untuk orang yang memecah persatuan kita sekarang ini, wajib dibunuh.
Dengan demikian, Tanggal 22 Oktober pun disepakati sebagai Hari Santri untuk mengenang dan menghormati peristiwa sejarah tersebut. Pada tanggal 15 Oktober 2015, Presiden Jokowi akhirnya resmi menetapkan Hari Santri melalui Keputusan Presiden Republik Indonesia Nomor 22 Tahun 2015. Sejak penetapan itu, Hari Santri Nasional menjadi peringatan nasional yang dirayakan dengan berbagai kegiatan setiap tahunnya.
Santri sebagai Tulang Punggung NKRI menggambarkan betapa peran pesantren dan kaum santri tidak pernah jeda dalam upaya menjaga NKRI, bahkan bisa dikatakan santri adalah tulang punggung NKRI. Perannya bukan saja sebagai juru dakwah, penjaga moral, pengader masyarakat dan pemimpin, melainkan juga turut berpartisipasi dalam memberikan fondasi bagi lahirnya negara bangsa dan fondasi bagi Indonesia merdeka.
Kemudian, Saat masa penjajahan kalangan santri dan kiai dari pondok pesantren juga ikut berjuang bersama demi mengusir para penjajah. Oleh karena itu mereka akhirnya mendapatkan gelar Pahlawan Nasional. Santri terus berperan dalam membangun negara, banyak yang menjadi tokoh intelektual, pemimpin masyarakat, dan ulama yang memberikan kontribusi dalam pembangunan nasional.
Kehidupan santri
Kehidupan pesantren memang penuh warna. Seorang santri tidak hanya dituntut untuk belajar dan memahami apa yang sudah diajarkan. Namun mereka juga dituntut untuk berakhlak mulia sehingga menjadi orang yang mampu bersikap sopan santun di manapun berada.
Sopan santun merupakan karakter positif dalam diri seorang santri yang patut diteladani. Dengan perilaku yang sopan serta santun, seseorang mampu memposisikan diri dengan tepat serta menghormati dan memperlakukan orang lain sebaik mungkin. Kamu tumbuh menjadi sosok yang yang beradab dan paham betul akan tata krama.
Kaum santri ini lahir dan dididik dalam dunia pesantren yang merupakan sistem dan institusi pendidikan Islam tertua di Indonesia. Pesantren muncul dari satu kearifan lokal (local wisdom) di Nusantara yang telah eksis selama berabad-abad. Di antara peran penting pesantren adalah penjagaannya terhadap karakter moral bangsa serta dalam upaya mempersiapkan sumber daya manusia bangsa sejak zaman pra kemerdekaan.
Ciri khas pendidikan pesantren adalah, selain mendorong santrinya giat belajar dengan mengetahui keutamaan ilmu dan ahli ilmu, juga diajarkan untuk senantiasa berkhidmat. Berkhidmat berarti memberikan pelayanan atau pengabdian. Santri diajarkan untuk berkhidmat kepada gurunya untuk mendapatkan keridhaan gurunya dan kemanfaatan ilmunya. Dari pembiasaan khidmat inilah para santri memiliki mental siap mengabdi dan melayani ummat.
Para Santri pun identik dengan lingkungan pesantren, maka kehidupan pesantren adalah karakter yang melekat pada santri. Santri tidak hanya dituntut untuk belajar dan memahami apa yang sudah diajarkan. Namun mereka juga dituntut untuk berakhlak mulia sehingga menjadi orang yang mampu bersikap sopan santun di manapun berada. Sopan santun merupakan karakter positif dalam diri seorang santri yang patut diteladani.
Perjuangan & Pengorbanan Santri
Karakter Positif dalam Diri Seorang Santri yang Patut Diteladani Kepribadian unggul yang patut dicontoh. Menjadi seorang santri bukanlah hal yang mudah. Di saat banyak generasi muda memilih menikmati segala kebebasan dan kemewahan fasilitas yang ada, seorang santri justru berjuang keras untuk menuntut ilmu di pesantren. Selain mematuhi peraturan yang cukup ketat, mereka juga harus berbesar hati menanggalkan segala kemewahan dan kenyamanan yang selama ini melingkupi. Namun di balik perjuangan keras seorang santri dalam menuntut ilmu, ternyata juga berdampak terhadap pembentukan karakternya, Kehidupan pesantren menempanya menjadi seorang yang memiliki kepribadian dan karakter yang unggul.
Kehidupan seorang santri memang penuh tantangan. Apalagi bagi mereka yang harus tinggal dipesantren sehingga terpisah dari keluarga. Di saat banyak kawula muda yang hidup bergelimang fasilitas mewah serta kebebasan, seorang santri harus rela meninggalkan kenyamanan tersebut demi menuntut ilmu. Walaupun tidak mudah untuk dilakukan, namun hal tersebut justru menempa mental seorang santri menjadi lebih kuat sehingga tumbuh menjadi sosok yang mandiri. Sikap mandiri menjadikan seseorang mampu bertahan di segala situasi termasuk pada saat kondisi terpuruk sekalipun. Kamu tumbuh menjadi seseorang yang bermental ‘baja’.
Pesantren memang memiliki keunikan tersendiri. Ketika menuntut ilmu di pesantren, bisa dipastikan akan bertemu dengan banyak orang dari berbagai macam latar belakang. Bukan hal yang asing lagi jika antara santri satu dengan lainnya pasti memiliki perbedaan watak, sifat, bahkan kebiasaan dan pola pikir sekalipun.
Berbagai perbedaan tersebut dapat menempa seorang santri menjadi sosok yang adaptif. Mereka belajar menyesuaikan diri dengan segala perbedaan yang ada sehingga mampu saling menghormati dan menghargai satu sama lain. Sikap saling menghargai dan menghormati merupakan cerminan seseorang yang memiliki akhlak mulia.
Pahlawan di Indonesia beberapa ada yang lahir dan menempuh pendidikan di lingkungan pondok pesantren sebagai seorang santri ataupun kiai. Saat masa penjajahan kalangan santri dan kiai dari pondok pesantren juga ikut berjuang bersama demi mengusir para penjajah. Oleh karena itu mereka akhirnya mendapatkan gelar Pahlawan Nasional.
Banyak pahlawan nasional yang berasal dari kalangan santri dan kiai yang membangun kekuatan untuk melawan penjajah dari pondok pesantren di Indonesia. Karena itu sebagai seorang santri kita harus menjadi kisah mereka sebagai motivasi.
Para santri memiliki darah pejuang, memiliki DNA mujahid, yang senantiasa mengerahkan kemampuannya sampai titik maksimum untuk menegakan kebenaran. Maka tidak selayaknya santri menyerah dalam belajar hanya karena capek, penat, lelah, apalagi malas. Jika orang tua kita dahulu berhenti berjuang karena capek, karena lelah, karena sarana tidak mendukung, karena senjata tidak mumpuni (bambu runcing melawan senajata api), maka kita tidak akan merasakan udara kemerdekaan saat ini. Belajar memang penat, capek, dan melelahkan, namun bersabarlah. Karena manisnya belajar ilmu yang sebentar itu, akan dirasakan sepanjang hayat.
Kesederhanaan para santri pada akhirnya membuat seseorang tumbuh menjadi sosok yang bersahaja. Perilaku nggak neko-neko merupakan cerminan dari individu yang berkualitas. Walaupun sudah meraih keberhasilan, namun tetap menjadi pribadi yang rendah hati. Perjuangan seorang santri memang bukanlah hal yang mudah. Selalu ada tantangan maupun suka duka yang dilalui. Namun demikian, kerasnya perjuangan dalam menuntut ilmu tersebut pada akhirnya akan membentuk karakter dan kepribadian unggul yang patut diteladani. Wallahu ‘alam bishowab.
Selamat Hari Santri
Penulis Adalah Kepala Kantor Kementerian Agama Kota Serang / Pimpinan Pondok Pesantren Fathul Adzmi / Penulis Buku Islam Dalam Transformasi Kehidupan & Buku Kepemimpinan Pendidikan Transformasional).