LEBAK, RADARBANTEN.CO.ID – Aktivis perempuan di Kabupaten Lebak semakin prihatin dengan tingginya angka pernikahan siri (tanpa pencatatan resmi) yang marak terjadi di daerah tersebut. Berdasarkan data yang dihimpun oleh organisasi perempuan setempat, pernikahan siri banyak dipicu oleh kurangnya pemahaman masyarakat tentang pentingnya pencatatan pernikahan secara sah di mata negara.
Pada tahun 2023, Pengadilan Agama (PA) Rangkasbitung tercatat menangani 39 perkara itsbat, dengan 21 perkara di antaranya terkait pernikahan di bawah umur atau nikah dini. Angka ini meningkat tajam pada 2024 dengan total 423 perkara, di mana empat di antaranya merupakan nikah dini. Pada 2025, tercatat satu perkara, menjadikan total perkara itsbat mencapai 462 kasus. Mayoritas dari perkara ini melibatkan pasangan yang menikah siri, dengan sebagian besar di antaranya adalah perempuan di bawah umur, antara 15 hingga 19 tahun.
Lia Aksanah, aktivis perempuan dari Ikatan Mahasiswa Lebak (IMALA), menegaskan bahwa pernikahan siri ini sangat berisiko bagi perempuan dan anak-anak.
“Di Kabupaten Lebak, banyak perempuan muda yang terjerat dalam pernikahan siri karena tekanan ekonomi keluarga dan rendahnya pendidikan. Mereka terpaksa menikah di usia muda tanpa memikirkan dampak panjangnya,” ujar Lia kepada Radarbanten.co.id, Rabu 19 Maret 2025.
Lia juga menyoroti bahwa faktor budaya turut memperburuk situasi ini, di mana sebagian masyarakat masih memandang pernikahan siri sebagai sah, meskipun tanpa akta resmi.
“Akibatnya, perempuan yang menikah siri sering kali mengalami gangguan fisik dan mental karena ketidaksiapan mereka. Ini juga berisiko bagi anak-anak yang lahir dari pernikahan siri atau pernikahan dini, yang sering kali mengarah pada masalah psikologis, seperti baby blues pada ibu,” tambahnya.
Lia juga mengingatkan bahwa pernikahan siri menciptakan ketidakjelasan status hukum bagi perempuan, terutama dalam hal hak waris, perlindungan hukum, dan hak anak.
Hakim PA Rangkasbitung Gushairi juga mengonfirmasi bahwa praktik pernikahan dini masih sangat marak, terutama dalam kasus pernikahan siri. “Pernikahan dini banyak terjadi dalam praktik nikah siri di kampung-kampung. Hal ini bisa terlihat dari pengajuan perkara itsbat nikah yang banyak melibatkan pasangan di bawah umur,” ujar Gushairi.
Aktivis perempuan ini mendesak agar pernikahan siri segera mendapat perhatian serius, karena dampaknya tidak hanya merugikan perempuan, tetapi juga masa depan anak-anak yang lahir dari pernikahan tanpa legalitas resmi.
Editor : Merwanda