LEBAK, RADARBANTEN.CO.ID- Pelaku Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) mengeluhkan tingginya harga kelapa parut yang menembus Rp 20.000 di pasaran dalam beberapa bulan terakhir ini membuat para pelaku usaha kecil salah satunya kue tradisional di Lebak.
Diketahui harga kelapa parut masih mahal hingga saat ini, karena pasokan yang kurang namun permintaan yang tinggi di pasaran.
Samu salah satu perajin kue pancong yang mangkal di kawasan pasar Tradisional Rangkasbitung, Kabupaten Lebak, Banten mengaku setiap hari keuntungannya menurun drastis.
“Harga kelapa sekarang disini terlalu tinggi, harganya Rp 20.000 perbuahnya, belum turun,” kata Samu, saat berada di lapak jualannya, Rabu 14 Mei 2025.
Ie menyebutkan melonjaknya harga kelapa parut ini sudah terjadi sejak sebelum Ramadan. “Kalau sebelum puasa itu harganya Rp 7000 perbuah, sekarang belum ada penurunan, harganya masih tinggi, masih belum turun,” ujarnya.
Lebih lanjut, Samu mengungkapkan, sebelum harga kelapa melonjak tajam di pasaran setiap hari dirinya menggunakan 10 hingga 15 buah kelapa parut dengan tambahan tepung terigu 20 kg untuk memproduksi kue pancong. Namun kini ia hanya mampu membeli 7 buah kelapa dengan 4 kg tepung terigu.
“Sehari saya biasanya pakai 10 hingga 15 buah kelapa, tetapi sekarang hanya 7 buah kelapa saja untuk 4 kg tepung terigu,” ungkapnya.
Mahalnya harga kelapa parut yang menjadi bahan baku utama dalam memproduksi kue pancong ini dinilai memberatkan dirinya, sehingga penghasilannya semakin hari kian tergerus. Kendati demikian dirinya mengaku tidak memperkecil ukuran kue tersebut karena takut langganannya tidak lagi membeli kue pancong yang dijualnya.
“Keberatan pak, keuntungan saya semakin hari semakin turun, saya jual kue pancong ini satu buahnya hanya Rp 1000 kadang Rp 2000 itu tiga buah,” keluhnya.
“Kuenya enggak diperkecil biasa saja, karena sesuai cetakan kan, hanya keuntungan saya yang setiap harinya semakin turun, keuntungan sehari biasa Rp 150.000 itu juga kalau habis, tapi sekarang tekor terus karena dipakai buat beli kelapa,” pungkasnya.
Editor: Bayu Mulyana