LEBAK, RADARBANTEN.CO.ID – Dinas Kebudayaan dan Pariwisata (Disbudpar) Kabupaten Lebak optimistis, target 26 ribu kunjungan ke Museum Multatuli tahun 2025 ini terlampaui.
Museum Multatuli menjadi salah satu ikon unggulan destinasi wisata Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Lebak.
Kepala Disbudpar Kabupaten Lebak, Imam Rismahayadin mengatakan, Museum Multatuli menjadi salah satu tujuan utama wisata di Lebak.
“Saya optimistis target kunjungan wisatawan terlampaui tahun ini. Apalagi, masyarakat, mahasiswa, dan pelajar, sudah mengenal keberadaan Museum Multatuli di Kota Rangkasbitung. Ditambah lagi dengan dioperasikan Jalan Tol Serang–Rangkasbitung,” kata Imam, Kamis, 15 Mei 2025.
Hingga Mei ini, kunjungan ke museum antikolonialisme pertama di Indonedia itu telah mencapai 10 ribu lebih.
“Alhamdulillah, kunjungan ke Museum Multatuli rata-rata setiap hari mencapai 200 orang. Infonya imbas kebijakan Gubernur Banten yang melarang study tour ke luar Banten menambah kunjungan ke museum meningkat. Dari 10 ribu lebih orang yang berkunjung ke museum, didominasi oleh pelajar. Dengan meningkatnya kunjungan otomatis target Pendapat Asli Daerah (PAD) juga bisa tercapai,” katanya.
Sejak tahun 2022, masuk ke Museum Multatuli dikenakan tarif sesuai dengan Peraturan Bupati (Perbup) Nomor 36 Tahun 2022.
Menurutnya, Museum Multatuli memiliki keunikan tersendiri dibandingkan museum lain yang ada di Indonesia. Karena itu, para pelajar dan mahasiswa dari berbagai daerah di Indonesia tertarik datang ke Lebak.
“Tidak lengkap bagi wisatawan jika datang ke Lebak tanpa mengunjungi museum dan melihat berbagai koleksi benda cagar budaya di dalamnya.Termasuk patung Multatuli, Saidja, dan Adinda,” katanya.
Terdapat ratusan koleksi benda cagar budaya dan bersejarah yang tersimpan di Museum Multatuli. Di antaranya, prasasti peresmian museum, mozaik kaca wajah Multatuli, miniatur kapal de Batavia, tong besar, peti harta karun besar, dan peti harta karun kecil.
Selanjutnya, topi kontrolir, udeng Baduy warna putih, udeng Baduy warna biru, teko tembikar, alat penggilingan kopi manual, pelana kuda, koin guldent setengah sent, litografi Multatuli, dan ubin rumah Multatuli.
Editor: Agus Priwandono