Oleh : Dr. KH. Encep Safrudin Muhyi, MM, M.Sc, Pimpinan Pondok Pesantren Fathul Adzmi
وَلِكُلِّ اُمَّةٍ جَعَلْنَا مَنْسَكًا لِّيَذْكُرُوا اسْمَ اللّٰهِ عَلٰى مَا رَزَقَهُمْ مِّنْۢ بَهِيْمَةِ الْاَنْعَامِۗ فَاِلٰهُكُمْ اِلٰهٌ وَّاحِدٌ فَلَهٗٓ اَسْلِمُوْاۗ وَبَشِّرِ الْمُخْبِتِيْنَ ۙ
Artinya: “Bagi setiap umat telah Kami syariatkan penyembelihan (kurban) agar mereka menyebut nama Allah atas binatang ternak yang dianugerahkan-Nya kepada mereka. Tuhanmu ialah Tuhan Yang Maha Esa. Maka, berserah dirilah kepada-Nya. Sampaikanlah (Nabi Muhammad) kabar gembira kepada orang-orang yang rendah hati lagi taat (kepada Allah)..” (QS Al-Hajj : 34).
Momen Istimewa
Lebaran Idul Adha adalah salah satu momen istimewa yang selalu ditunggu oleh umat Islam di seluruh dunia, termasuk Indonesia. Dikenal juga sebagai Hari Raya Kurban, Idul Adha merupakan salah satu dari dua hari besar utama dalam Islam selain Idul Fitri.
Menjelang datangnya bulan Dzulhijjah dan Hari Raya Idul Adha, kita dianjurkan untuk mulai mempersiapkan diri secara spiritual dengan memperbanyak amal ibadah. Ini merupakan waktu yang sangat istimewa, di mana pahala ibadah dilipatgandakan.
Perayaan Idul Adha adalah momentum penting bagi umat Islam untuk merayakan kegembiraan bersama, berbagi dengan sesama, dan mempererat persaudaraan. Selain itu, Idul Adha juga menjadi momentum untuk merefleksikan ketaqwaan dan kecintaan kepada Allah SWT. Idul Adha mengingatkan umat Islam pada kisah Nabi Ibrahim dan Ismail, yang mengajarkan tentang ketaqwaan, pengorbanan, dan ketundukan kepada Allah SWT.
Idul Adha bukan sekedar hari raya, namun juga merupakan hari yang sangat istimewa dalam memaknai cinta dan pengabdian, sekaligus memberikan kebermanfaatan bagi masyarakat. Mengingat arti dari berkurban itu sendiri, bukan sekedar dagingnya yang sampai, tapi niat-niat yang ada di dalam hati yang tersampaikan kepada Allah Swt.
Idul Adha atau hari raya kurban adalah momentum untuk memperkuat keimanan dan melatih keikhlasan kepada Allah SWT, dalam melaksanakan peneyembelihan hewan kurban.
Momentum Idul Adha harus dijadikan sebagai momentum untuk menghilangkan sifat sombong terhadap harta benda yang dimiliki. Sebab, manusia hanyalah mahkluk kecil yang tidak punya apa-apa. Sombong termasuk sifat hewaniah. Seperti burung Merak yang mengembangkan sayapnya ketika ada orang. Itu artinya burung Merak mempunyai sifat sombong yang suka memamerkan keindahan bulunya.
Momentum Hari Raya Idul Adha merupakan momentum untuk berbagi kepada sesama dari yang berpunya kepada yang kurang beruntung. Selain untuk menunjukkan kepedulian kepada sesama, momentum Idul Adha yang ditandai dengan pemotongan hewan qurban merupakan perwujudan secara simbolis untuk membuang sifat “kebinatangan” yang menghalalkan segala cara dan memakan segalanya.
Bahwa pelaksanaan pada ibadah haji parameternya adalah tingkat ketakwaan kepada-Nya, bukan ras, warna kulit, bahasa dan status sosial lainnya.
Kesadaran sosiologis seperti ini adalah refleksi dari makrifat teologis yang paripurna. Karena itu, munajat terbaik yg dilantunkan oleh Nabi Saw dan para nabi sebelumnya saat wuquf di Arafah adalah pengakuan atas keesaan dan kekuasaan-Nya.
Tauladan Nabi Ibrahim
Idul Adha akan Membawa keberkahan, membawa kepada kebaikan, jalan kebenaran dan kembali ke Allah dalam keadaan husnul khotimah, Ada beberapa prinsip, sikap yang patut diteladani dari Nabi Ibrahim. Di antaranya adalah ; sidik, berhati lembut, penyantun, dermawan, serta selalu mengingatkan kepada kebaikan. Dalam hubungan berkeluarga. Nabi Ibrahim mendidik keluarga dengan prinsip syariat Islam, keluarga adalah lembaga pendidikan pertama dan utama dalam membentuk kepribadian anak. Oleh karena itu setiap orang tua mengemban amanah ini.
Kisah Nabi Ibrahim dan Ismail merupakan teladan utama sepanjang masa dalam melaksanakan ketaatan kepada Allah SWT tanpa keraguan sedikit pun.
Idul Adha merupakan syariat agama yang memiliki sejarah sangat panjang. Syariat Ibrahim ini menjadi simbol keteladanan luar biasa hingga hari ini. Tidak terbayangkan anak (Nabi Ismail) yang saat itu sangat dicintai harus segera disembelih oleh Nabi Ibrahim atas perintah Allah. Ibrahim tidak gentar melaksanakan titah Allah itu. Begitu Ismail tanpa ragu mengiyakan perintah Allah melalui dia. Mereka tunduk dengan syariat Allah. Karena kepatuhan dan ketaatan luar biasa, Allah pun membantu Ismail dengan kambing yang sangat bagus saat dia akan disembelih.
Kisah agung dua manusia pilihan Allah itu, merupakan simbol kesalehan kepada Tuhan yang hingga hari ini masih sangat relevan untuk diteladani umat Islam. Betapa tidak, Nabi Ibrahim sudah rela mengorbankan anak tercintanya sebagai bukti taat kepada Allah, padahal dia sangat mencintai Ismail karena merupakan anak yang sudah lama didambakan.
Hari raya kurban harus terus bertransformasi menjadi tradisi amal kebaikan yang dapat terinternalisasi menjadi karakter umat Islam. Pemaknaan kurban tidak harus bersifat tekstual, tetapi kontekstual yang dapat dipahami oleh umat Islam secara menyeluruh. Berkurban merupakan salah satu syariat ta’abbudi. Ibadah ini memiliki sejarah panjang yang telah ada sebelum kenabian Muhammad Saw. Ajaran ini menanamkan keberanian melepaskan sesuatu yang dicintai demi ketauhidan kepada Allah.
Kalau kita merefleksikan sejarah kurban, kita akan belajar tentang keikhlasan, keteguhan, dan keimanan keluarga Nabi Ibrahim alaihi salam, dimulai dari kisah perjalanan Ibunda Hajar, dan perintah dari Allah SWT untuk menyembelih putra Ismail. Ketika mereka yakin bahwa pertolongan Allah SWT itu ada, akhirnya memang pertolongan itu datang dan diabadikan menjadi kisah istimewa: Perjalanan Keluarga yang Penuh Cinta terhadap Tuhannya. Untuk itu kita jangan pernah putus asa terhadap pertolongan Allah SWT, yang pasti datang bagi orang-orang yang benar secara keimanan.
Momen berkurban dapat memberikan kebaikan dan keberkahan yang melimpah ruah dari Allah SWT, terutama dapat mendorong semangat masyarakat untuk menyelesaikan berbagai persoalan ekonomi. Idul Qurban atau Idhul Adha, hari raya yang dimaknai sebagai momen yang istimewa bagi ummat muslim di seluruh penjuru dunia.
Hari raya kurban, menjadi momentum besar umat muslim guna meningkatkan keimanan dan ketakwaan dengan meneladani sifat Nabi Ibrahim As. Selain lipatan pahala yang di janjikan Allah SWT bagi umat muslim yang menjalankan ibadah qurban, sekaligus juga merupakan momentum berbagi kebaikan untuk sesama manusia.
Dengan demikian, ada beberapa hal yang dapat kita jadikan momentum Idul Adha : Pertama, Meningkatkan Ketaqwaan. Kedua, Berbagi dengan Sesama. Ketiga, Dapat Merayakan Kegembiraan. Keempat, dapat mempererat Silaturahmi. Kelima, sebagai refleksi simbol pengorbanan dan ketaatan kepada Allah SWT, serta ajaran untuk membuang sifat “kebinatangan” dan menghalalkan segala cara. Keenam, Meneladani Nabi Ibrahim, Kisah Nabi Ibrahim dan putranya Ismail adalah teladan tentang ketaatan dan kesabaran. Ketujuh, Meningkatkan Ketakwaan kepada Allah Swt. Kedelapan, Idul Adha dapat menjadi momentum untuk merefleksikan diri dan memperbaiki segala kekurangan.

Penulis Adalah Pimpinan Pondok Pesantren Fathul Adzmi Cikedal Pandeglang / Penulis Buku Islam Dalam Transformasi Kehidupan & Buku Kepemimpinan Pendidikan Transformasional