SERANG, RADARBANTEN.CO.ID – Harga emas dalam negeri terus menunjukkan tren kenaikan dalam beberapa pekan terakhir. Di pasaran, harga emas batangan kini menembus kisaran Rp2,290.000 per gram, menjadi salah satu level tertinggi sepanjang tahun ini.
Lonjakan harga ini dipengaruhi oleh meningkatnya harga emas dunia yang mencapai sekitar US$2.500 per troy ounce, serta pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS.
Kenaikan harga emas yang signifikan ini membuat banyak masyarakat mulai bertanya-tanya: apakah emas masih layak dijadikan instrumen investasi saat harganya sudah tinggi?
Dari sisi fundamental, emas tetap menjadi aset yang dianggap aman di tengah ketidakpastian ekonomi global. Emas dikenal sebagai pelindung nilai (hedging) terhadap inflasi dan pelemahan mata uang. Saat gejolak ekonomi meningkat, minat terhadap logam mulia ini biasanya ikut menguat.
Meski begitu, membeli emas saat harga emas sudah berada di puncak juga menyimpan risiko tersendiri. Investor disarankan untuk tidak melakukan pembelian dalam jumlah besar sekaligus. Strategi pembelian bertahap atau dollar cost averaging dapat menjadi pilihan agar risiko fluktuasi harga lebih terkendali.
Saat ini, tren di pasar menunjukkan masyarakat cenderung membeli emas dalam ukuran kecil, mulai dari 0,5 hingga 5 gram. Emas ukuran kecil dianggap lebih fleksibel dan mudah dijual kembali ketika dibutuhkan.
Selain harga jual, harga buyback atau pembelian kembali emas juga meningkat dan mendekati Rp2,190.000 per gram. Kenaikan ini menunjukkan bahwa permintaan terhadap emas fisik masih tinggi, meski harga sudah mahal.
Secara jangka panjang, emas dinilai masih layak dipertahankan sebagai bagian dari portofolio investasi, terutama bagi mereka yang ingin menjaga nilai kekayaan.
Namun, bagi investor yang mengincar keuntungan cepat, instrumen lain seperti saham atau reksa dana mungkin lebih menjanjikan dalam kondisi tertentu.
Dengan kata lain, emas tetap menjadi aset yang stabil dan aman, tetapi keputusan investasi sebaiknya disesuaikan dengan tujuan dan profil risiko masing-masing.
Editor Daru Pamungkas











