SERANG – Rapat penyelesaian Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Laporang Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Provinsi Banten dilaksanakan hari ini. Seharusnya, rapat tersebut dilakukan perwakilan Pemprov Banten dan DPRD Provinsi Banten, kemarin.
Menurut Wakil Ketua DPRD Banten Muflikhah Ibrahim, Sekda Banten Ranta Soeharta membatalkan rapat secara sepihak kemarin karena ada pertemuan mendadak dengan Badan Pertanahan Nasional (BPN). Muflilkhah pun menyayangkan silkap tersebut karena seharusnya tindak lanjut temuan LHP BPK atas LKPD Banten Tahun Anggaran 2015 dijadikan fokus serius oleh Pemprov.
“Saya tidak habis pikir dengan Pak Sekda. Agenda penyelesaian tindak lanjut BPK sudah dijadwalkan, tapi katanya karena ada pertemuan mendadak dengan BPN, tiba-tiba rapat yang harusnya digelar kemarin (Senin) mendadak batal. Padahal kami semua di DPRD Banten sudah siap, ada dari seluruh fraksi dan ketua Banggar hadir,” ujarnya, Selasa (7/6).
Dengan diundurnya rapat pembahasan, Muflikhah hawatir penyelesaian LHP BPK tersebut tidak selesai hingga batas waktu selama 60 hari. Muflikhah pun menilai, seharusnya penanganan permasalahan di Pemprov Banten dilakukan dengan strategi berbeda, mengingat Pemprov Banten tidak mempunyai wakil gubernur.
Untuk diketahui, pada LHP BPK atas LKPD Banten 2015 BPK memberikan sejumlah catatan pengecualian. Pertama, terkait belanja barang dan jasa 2015 berupa belanja uang saku non PNS yang digunakan untuk belanja pegawai honorarium non PNS, kemduian realisasi belanja barang dan jasa pada Satpol PP yang pembayarannya dengan uang persediaan, dipertanggungjawabkan tidak sesuai dengan pengeluaran uang yang sesungguhnya.
Selanjutnya, realisasi belanja promosi dan publikasi terdapat kelebihan pembayaran. Kemudian, aset peralatan dan mesin diantaranya terdapat kendaraan bermotor dinas yang dikuasai pihak ke tiga dan tidak dapat ditelusuri. BPK tidak memungkinkan menerapkan prosedur pemeriksaan karena ketidakcukupan catatan akuntansi.
Selain itu, akumulasi penyusutan aset tetap per 31 Desember 2015 terdapat nilai penyusutan untuk aset gedung dan bangunan serta jalan, irigasi serta jaringan belum diyakini kewajarannya. Dokumen dan catatan yang tersedia tidak memungkinkan BPK untuk menerapkan prosedur pemeriksaan yang memadai. (Bayu)