SERANG – Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merencanakan untuk menjerat memberlakukan hukum pidana tambahan terhadap Gubernur Banten non aktif Ratu Atut Chosiyah dalam kasus alkes Banten. Melalui Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas, KPK menilai pengadaan alkes Banten telah merugikan rakyat Banten.
Nantinya KPK akan menggunakan hukum pidana tambahan. Busyro Muqoddas menilai korupsi yang dilakukan pejabat pemerintahan pada akhirnya merugikan masyarakat, khususnya Banten. Hal yang menjadi pertimbangan KPK untuk memberlakukan hukum pidana tambahan kali ini seperti pengadaan alat kesehatan pemacu detak jantung produk China, padahal secara kualitas produk Taiwan lebih bagus dari China.
Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Banten Fatmawati saat dikonfirmasi radarbanten.com, menjelaskan bahwa alat kesehatan yang ada di RSUD Banten saat ini dalam keadaan berfungsi dengan baik. “Yang ada sekarang sudah digunakan oleh dokter-dokter spesialis kami,” jelasnya melalui pesan singkat, Jumat (13/6/2014).
Ditanya mengenai kendala atau fungsi alkes Banten yang kurang masimal, Fatmawati mengatakan bahwa alat kesehatan berfungsi baik. “Sampai saat ini nggak ada (masalah-red). Semua alat bisa terpakai,” katanya.
Selain itu Fatmawati juga membantah bahwa alat kesehatan di RSUD Banten, terutama alat pemacu detak jantung bukan produk dari China. “Alat pemacu jantung yang kami pakai sekarang dari Eropa, nggak ada yang dari China,” bantahnya.
Semantara itu, Herlina, warga Padarincang, Kabupaten Serang yang membawa keluarganya untuk dirawat di RSUD Serang, mengatakan, harus bolak-balik apotek untuk menebus obat. “Obatnya terbatas, beberapa kali saya menebus obat di apotek RSUD Serang atau apotek di depan rumah sakit,” ujarnya.
Selain itu, ketika melakukan scaning pada bagian kepala, Herlina harus membawa keluarganya ke Rumah Sakit Sari Asih Serang. “Alat scanner-nya nggak ada. Makanya dokter merujuk untuk membawa ke Sari Arih,” pungkasnya. (WAHYUDIN)