JAKARTA – Direktorat Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) bersama Pemkota Serang, Selasa (14/6), rapat membahas Peraturan Daerah (Perda) Kota Serang No 2 Tahun 2010 tentang Pencegahan, Pemberantasan dan Penanggulangan Penyakit Masyarakat (Pekat).
Rapat di Kantor Kemendagri, Jakarta, dihadiri Walikota Serang Tubagus Haerul Jaman, jajaran Satpol PP Kota Serang dan Kepala Biro Hukum Provinsi Banten Agus Mintono.
Direktur Jenderal (Dirjen) Otonomi Daerah (Otda) Kemendagri Sumarsono bersama jajaran Ditjen Otda melakukan kajian perda dan menyimpulkan kalau aturan tersebut harus sedikit direvisi. Ada tiga pasal dalam regulasi tersebut yang perlu disempurnakan.
Sumarsono mengatakan, ada tiga pasal dalam perda tersebut yang harus disempurnakan. Ketiganya yakni Pasal 7 ayat 2 dan 3, Pasal 10 ayat 1 dan 4, seharusnya ayat 1 dan 3, namun penomorannya salah, serta Pasal 22.
“Ini revisi terbatas. Bukan berarti pembatalan seluruhnnya. Namun hanya pasal per pasa saja yang disempurnakan klausulnya sehingga lebih relevan,” kata Sumarsono saat rapat pembahasan perda bersama jajaran di Kantor Kemendagri, Selasa (14/6).
Misal untuk Pasal 7 ayat 2 dan 3, kata dia, selain tidak sinkron dengan ayat 1, 3 dan 4 dalam pasal tersebut, juga dinilai bertentangan dengan Perpres 74 Tahun 2013 tentang Pengawasan dan Pengendalian Minuman Beralkohol. Makanya pada kedua ayat tersebut perlu perbaikan.
Kemudian dalam Pasal 10 ayat 1 dan 4, selain penomorannya salah, Sumarsono menyatakan, aturan tersebut bertentangan dengan Undang-undang (UU) No. 39 Tahun 2011 tentang Hak Asasi Manusia dan UU Dasar 1945. Sebaiknya perda itu tak menuliskan klausul larangan kepada seseorang.
“Kalau terkait Bulan Ramadan ini, jangan melarang, tapi membatasi. Kalau misal boleh buka pada waktu tertentu, jelaskan saja, kapan waktunya warung makan boleh buka. Kalau melarang, ini masuknya jadi diskriminatif karena tak membolehkan orang berusaha,” ujar dia.
Terakhir adalah Pasal 22 dalam perda itu. Peraturan pada poin itu dinilai kurang spesifik dalam menjelaskan ketentuan. Tercantum dalam pasal tersebut adalah hal-hal yang belum diatur soal teknis pelaksanannya diatur dalam peraturan walikota. Menurut dia, norma ini tidak jelas.
“Harusnya langsung saja ditulis, misalnya hal-hal yang belum diatur terkait jam buka warung saat Ramadan. Norma ini lebih jelas, karena ada klasul yang didelegasikan. Itu sesuai dengan UU No. 12 Tahun 2011 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan,” tambah Sumarsono. (Fauzan Dardiri/Kemendagri)