CINTA memang membingungkan. Meskipun badai menghadang, tetap diterjang. Walaupun membuat lelah, tetap terasa indah. Setidaknya itulah yang dirasakan Esih (27) terhadap suaminya, Omat (33) selama berumah tangga. Keduanya nama samaran asal Kabupaten Serang.
Esih sadar jika suaminya memiliki sifat temperamental alias galak. Namun, perilaku negatif suaminya itu tak lantas membuat wanita bertubuh montok ini merasa gentar. Malah, Esih selalu menghadapinya dengan santai. Kenapa bisa begitu? Karena dibalik sifat kasar, beringas, serta bengis yang ada pada diri Omat, banyak pula sisi positifnya yang menjadi pertimbangan Esih.
“Emang kalau lagi ngambek, suami tuh galak banget, kasar. Ke anak juga begitu. Kalau sudah ingin menampar, ya menampar saja dia mah, enggak bisa tahan. Tapi, kalau lagi senang, jangan salah, orangnya bener-bener perhatian loh, romantis,” aku Esih menceritakan sisi baik dan buruk suami. Oh, membingungkan sekali.
Lantaran itu, kondisi pasang surut sikap yang ditujukkan sang suami, membuat Esih selalu dilanda kegalauan. Terlebih, wanita berkulit sawo matang ini kerap dimanja oleh Omat di rumah, ketika suami dapat rezeki lebih. Maklum, Esih merupakan anak bungsu dari empat bersaudara dan satu-satunya perempuan di keluarga selain ibunya maka tak heran, sikap Esih setelah menikah pun kekanak-kanakan. Namun, sikap Esih itu pula yang kerap mengundang emosi Omat karena kalau sudah merajuk kepada suami, Esih terkadang dianggap tak melihat situasi dan kondisi.
“Ya, memang tadinya sih, sebenarnya saya belum siap nikah. Cuma, takut Mas Omat direbut orang lain, terpaksa deh,” ungkapnya. Jadi, nikahnya terpaksa nih? “Bukan begitu, situasi yang memaksa. Saya kan waktu menikah baru saja lulus SMA. Tadinya, sempat niat kuliah,” jelasnya. Yaelah, kayak stok laki-laki mau habis saja Mbak.
Diceritakan Esih, Omat dulunya sosok pria yang baik, perhatian, pengertian, humoris, tapi terkenal playboy plus sedikit bengis. Esih menyadari itu ketika mendengar cerita dari rekan-rekannya Omat. Di mana Omat dulunya termasuk sosok yang cukup disegani banyak kaum hawa. Artinya, selalu mendapat empati dari para wanita, baik saat masih duduk di bangku sekolah maupun di lingkungan rumah. Wajar, karena Omat berwajah tampan dan tubuhnya atletis. Esih sendiri tak kalah manis. Cuma badannya saja yang terlalu berisi. Hehehe.
Sisi buruk lainnya, Omat dikenal beringas. Makudnya, ketika terlibat suatu masalah, Omat tak pernah berpikir panjang. Artinya, lebih banyak menggunakan otot ketimbang otak. Tak jarang Omat kerap terlibat tawuran dengan teman sebayanya. Saat itu, Esih juga sadar kalau untuk mendapatkan hati Omat tidaklah mudah.
Esih harus bersaing sengit dengan mantan-mantan Omat yang berserakan di mana-mana. Alasan Omat memilih Esih karena diawali dari restu kedua orangtuanya yang mempertemukan dan sepakat untuk menjodohkan mereka. Belum lagi, dulunya Esih terbilang anak yang polos, lugu, serta lucu. Itu menurut penilaian Esih sendiri. Tingkahnya itu pula yang mampu menarik simpatik Omat hingga mau dijodohkan.
“Ya, biasa dikenalkan orangtua. Pandangan pertama, ya jelas aku langsung suka. Ganteng sih. Kalau Kang Omat sih, sikapnya biasa saja. Tapi, waktu itu dia mau coba jalani dulu, biar kenal lebih dekat,” terangnya.
Sejak itu, mereka semakin intens bertemu. Sifat Esih yang manja saat itu tidak dipermasalahkan Omat. Malah Omat tampaknya cukup empati dengan gaya manis manjanya Esih. Tak butuh waktu sebulan untuk keduanya memutuskan melanjutkan hubungan ke jenjang pernikahan. Terlebih, Esih sadar kalau kehidupan Omat sudah cukup mapan. Omat menjalani profesi sebagai marketing eksekutif.
Sementara Esih, setelah lulus SMA langsung diterima menjadi tenaga guru pendidikan anak usia dini (PAUD). Singkat cerita, keduanya melangsungkan pernikahan yang disemarakkan dengan hiburan musik dangdut yang dipandu biduan lokal, membuat pesta pernikahan semakin meriah. Malamnya, dunia serasa milik mereka berdua.
“Tahu sendiri, Kang Omat kan orangnya romantis. Malam pertama saja, ranjang sudah dihias bunga-bunga. Sudah pasti di ranjang semakin menambah gairah,” ucapnya. Eaaaa, serrr ah.
Sikap romantis itu pun ditunjukkan Omat hingga mereka dikarunia anak. Apalagi, ketika Esih tengah mengandung anak pertamanya. Esih mendapat perlakuan super manja dari Omat. Tak pernah sedikit pun Omat membentak atau sekadar melotot ketika merasa kesal terhadap Esih yang banyak minta ini itu di rumah. Esih begitu disayang. Apa pun kemauan Esih pasti dituruti. Bahkan, sikap Omat dalam memanjakan Esih berlebihan. Sampai rela cuti kerja demi mendampingi Esih di rumah.
Lain cerita ketika anaknya lahir. Esih mulai tersingkirkan karena perhatian Omat lebih ditumpahkan kepada anaknya. Sejak itu, tak jarang Esih terlibat pertengkaran kecil dengan Omat akibat cemburu, merasa tersisihkan di rumah sejak kehadiran anak. Omat mulai berlaku kasar dan mengeluarkan kata-kata yang tidak sepatutnya kepada istri.
“Ya, kalau saya manyun di rumah, dia paling enggak suka tuh. Akhirnya, suka bentak-bentak. Padahal, maksud saya ingin diperhatikan doang, eh malah kena marah,” keluhnya.
Namun, Omat mampu mencairkan suasana dengan sifatnya yang romantis. Keesokan harinya, setelah semalam terjadi percekcokan, Omat pasti memberikan kejutan. Entah itu mengajak belanja ke mal atau sekadar membawakan sesuatu yang bisa meredam dan melupakan kekesalan Esih terhadap suami. Apa tuh yang dibawa Kang Omat? “Seperti membelikan emas, sepatu, baju, atau ‘mentahnya’ buat pergi ke salon,” ujarnya. Pantasan saja.
Lantaran itu, secara bertahap Esih mulai memaklumi sikap labil suaminya tersebut. Semakin berkembangnya pertumbuhan anak, sikap Omat semakin beringas. Kadang tidak tanggung-tanggung melayangkan tangannya ke muka Esih kalau sedang marah. Bahkan sampai hinggap ke pipi atau pantat anaknya kalau nakal dan perasaan Omat sedang kesal.
Namun, lagi-lagi Omat selalu mampu meluluhkan hati Esih. Ketika gajian atau mendapatkan bonus tambahan dari penjualan produk yang ditawarkan di perusahaan, Omat pasti menyenangkan hati Esih. Bahkan, kejutan yang diberikan Omat selalu mengandung hal-hal romantis.
“Kadang bingung juga menghadapi sikap suami, kadang kasar, kadang lembut dan romantis. Setelah dipikir-pikir, selama Mas Omat bertanggung jawab dan enggak main perempuan, kenapa harus jadi masalah. Harusnya disyukuri saja. Anggap saja itu bumbu rumah tangga,” tandasnya. (Nizar S/Radar Banten)