TANGERANG – Petugas panitia pemilihan kecamatan (PPK) rentan terhadap praktik suap. Modusnya, anggota PPK didekati lalu diiming-imingi uang untuk penggelembungan suara.
Demikian dikatakan Koordinator Tangerang Public Transparancy Watch (TRUTH), Suhendar terkait pelantikan ratusan anggota PPK oleh KPUD Kota dan Kabupaten Tangerang, Rabu (1/11). Bahkan, tambah Suhendar, para petugas penyelenggara pilkada di tingkat kecamatan tersebut disangsikan mampu bekerja profesional tanpa tergoda suap.
KPUD Kota Tangerang, Rabu (1/11), melantik sebanyak 65 anggota PPK. Pada hari yang sama KPU Kabupaten Tangerang juga melantik 145 anggota PPK yang akan bertugas mengamankan proses penghitungan suara di seluruh kecamatan di Kabupaten Tangerang.
Pernyataan kekhawatiran Suhendar bukan mengada-ada. Soalnya, melihat besaran honorarium anggota PPK tak sebanding dengan godaan suap dari tim pemenangan maupun pasangan calon untuk mengamankan suara sebelum proses penghitungan dilakukan di KPUD kabupaten atau kota.
Di Kota Tangerang, sekelas ketua PPK hanya mendapat honor sebesar Rp1.800.000 per bulan atau selisih Rp200.000 dari anggota yang menerima Rp1.600.000 per bulan. Sementara di Kabupaten Tangerang honornya lebih besar sedikit dibanding Kota. Ketua PPK mendapat honor Rp1.850.000. Dan, anggota Rp1.650.000.
”Saya kira semua jabatan publik yang strategis pasti sangat berpotensi terhadap praktik suap, termasuk PPK,” kata Suhendar, Koordinator TRUTH kepada Radar Banten kemarin.
”Hanya, praktik suap mereka (PPK-red) adalah memperdagangkan pengaruh. Artinya, pihak-pihak yang berkepentingan akan berusaha untuk mendekati agar penyelenggara berbuat atau tidak berbuat demi memuluskan kepentingan pihak pemberi suap,” sambungnya.
Di satu sisi, menurut Suhendar, regulasi yang mengatur tugas panitia pemilihan kecamatan belum memberikan efek jera. Bahkan PPK cenderung bisa memperketat pelaksanaan regulasi atau juga bisa membuat aturan menjadi sangat fleksibel. ”Semua sangat ditentukan dari kebutuhan oknum yang menyuap,” ujarnya.
Pengamat politik Konsepindo Research & Consulting Veri Muhlis Arifuzzaman menyatakan, lembaga penegakan hukum dari level terendah hingga tertinggi seperti Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah memiliki strategi khusus untuk mengawasi berbagai kecurangan dalam pelaksanaan pilkada yang diselenggarakan oleh KPUD hingga panitia pemilihan kecamatan maupun tingkat desa dan kelurahan.
”Sebenarnya sulit menyuap PPK, karena pengawasan cukup ketat. Ada Bawaslu, Panwaslu, Panwascam dan terutama DKPP (Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu), bahkan KPK pun turun gunung untuk mengawasi,” ungkapnya.
Belum ditambah lagi dengan adanya pemantauan pilkada secara sistematis melalui sosial media yang belakangan makin gencar dan lembaga survei dengan hitung cepat (quick count). ”Semakin kota satu wilayah semakin sulit curang. Untuk sekarang ini sulit main di PPK,” kata Veri.
PPK pun dituntut profesional dan non-partisan. ”Wajib imparsial. PPK bukan bagian dari birokrasi kecamatan, PPK ada di bawah komando Komisi Pemilihan Umum. Jadi wajib menjadi perhatian semua bahwa tugas utama PPK adalah menyukseskan penyelenggaraan pilkada bukan menyukseskan salah satu calon,” pungkas Veri.
Ketua KPUD Kota Tangerang Sanusi menyatakan, PPK memiliki tugas untuk mempersiapkan sekretariat terlebih dahulu, kemudian juga harus segera melakukan seleksi PPS di masing-masing kecamatan. ”Ada sekitar 54 persen PPK berwajah baru, bahkan 16 di antaranya belum memiliki pengetahuan tentang pilkada, namun memiliki kualitas lain dari segi keuangan, sosialisasi, dan informasi. Ini juga merupakan pilihan terbaik dan sudah tentu memiliki kualitas lebih baik dari PPK sebelumnya,” ujarnya. (mg-05/asp/sub)