SERANG – Satu pekan menjelang satu tahun kepemimpinan Gubernur Wahidin Halim dan Wakil Gubernur Andika Hazrumy, DPRD Banten melalui Pansus Laporan Keterangan Pertanggungjawaban (LKPj) Gubernur Banten tahun anggaran 2017 siap menyampaikan rekomendasinya.
Rekomendasi yang disampaikan pansus LKPj merupakan catatan dari semua fraksi yang ada di DPRD Banten. Semua fraksi telah menyampaikan pendapat akhirnya terhadap LKPj gubernur tahun anggaran 2017, saat pansus menggelar rapat pleno pada Kamis (3/5).
Ketua Fraksi PDI Perjuangan Sri Hartati menuturkan, setelah mengkaji dokumen LKPj Gubernur, fraksinya merasa kesulitan untuk memahami atau menerima LKPj.
“Bahkan untuk memberikan rekomendasi pun kami kesulitan sebab tidak ada satu pun target indikator kinerja program (IKP) tahun anggaran 2017 yang tercapai sehingga pembangunan Banten jadi salah arah,” ujar Sri kepada Radar Banten, akhir pekan kemarin.
Menurut Sri, apa pun rekomendasi dari DPRD Banten, itu semua dalam rangka peningkatan kinerja Pemprov Banten untuk tahun anggaran 2018. “Jangan sampai rekomendasi yang disampaikan hanya dijadikan bahan perbaikan laporan tanpa ada tindak lanjut,” tegasnya.
Kendati kecewa, Fraksi PDIP akan tetap objektif dalam melakukan penilaian terhadap LKPj Gubernur. “Karena kami menginginkan Pemprov Banten konsisten dalam menjalankan pemerintahan,” tegas Sri.
Kesulitan menerima LKPj gubernur tahun anggaran 2017, lanjut Sri, merupakan sikap objektif Fraksi PDIP dalam menilai ketidakkonsistenan Pemprov Banten dalam mencapai target RPJMD 2012-2017 sehingga terjadi salah arah pembangunan.
“Tebalnya dokumen LKPj yang disampaikan ternyata juga tidak menggambarkan prestasi dari kinerja selama tahun 2017, padahal kami berharap tebalnya dokumen sebanding dengan tebalnya prestasi pembangunan,” ujarnya.
Kata Sri, berdasarkan laporan capaian indikator kinerja program yang tertuang dalam dokumen LKPj yang disampaikan gubernur, realisasi IPM sebesar 71,35 persen, LPE 5,71 persen, persentase penduduk miskin 5,59 persen, dan persentase pengangguran terbuka sebesar 9,28 persen.
“Dengan kata lain, tidak ada satu pun target indikator kinerja program tahun 2017 yang tercapai,” sindir Sri.
Kata dia, sangat mudah disimpulkan bahwa APBD Banten 2017 tidak mampu menjadi stimulus pembangunan. Alih-alih menurunkan angka penduduk miskin dan pengangguran terbuka dari tahun sebelumnya, yang terjadi justru sebaliknya. Pada 2017, terdapat peningkatan persentase penduduk miskin dan pengangguran terbuka dari tahun 2016.
“Kondisi tersebut menurut hemat fraksi PDIP Perjuangan menunjukkan bahwa Pemerintah Provinsi Banten belum mengetahui dan memahami kebutuhan masyarakat sehingga arah kebijakan, program, dan kegiatannya tidak mempunyai impact bagi masyarakat, apalagi sampai benefit,” Sri menambahkan.
Berdasarkan laporan yang disampaikan gubernur dalam LKPj, realisasi pendapatan daerah tahun 2017 sebesar Rp9,69 triliun atau 98,12 persen dari target sebesar Rp9,88 triliun. Sementara, realisasi belanja sebesar Rp9,51 triliun atau 91,13 persen dari target Rp10,43 triliun.
Berdasarkan dokumen LKPj, pajak rokok hanya terserap 81,23 persen atau sebesar Rp581,3 miliar dari target Rp715,6 miliar. Sementara, dari delapan jenis retribusi, empat jenis retribusi tidak mencapai target. Begitu pun dengan dana perimbangan yang terdiri atas bagi hasil pajak/bukan pajak, dana alokasi umum, dan dana alokasi khusus yang tidak mencapai target.
Kondisi yang tidak lazim sebenarnya realisasi pendapatan yang tidak mencapai target, tetapi ternyata itu terjadi pada tahun anggaran 2017. “Tentu ini patut menjadi perhatian karena kami meyakini bukan persoalan tingginya target pendapatan yang ditetapkan sehingga target tidak tercapai, tetapi ada faktor lain yang kami juga meyakini gubernur Banten mengetahuinya,” tutup Sri.
Sementara itu, Pemprov tidak mau disalahkan sendirian. Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Banten Hudaya Latuconsina mengatakan, kinerja gubernur (eksekutif) berbanding lurus dengan kinerja DPRD, pun sebaliknya.
“Hal yang harus dipahami bersama, program provinsi dilaksanakan pemerintah daerah. Itu gubernur dan DPRD. Kerja baik gubernur itu kerja baik DPRD. Kalau DPRD menyatakan gubernur tidak baik maka berarti ada peran serta DPRD yang tidak baik. Konsep Undang-Undang Nomor 23 (tentang pemerintahan daerah) kan seperti itu,” ujar Hudaya.
Hudaya mengungkapkan, wajar bila gubernur meminta semua fraksi untuk memberikan penilaian yang objektif. “Kemarin kan gubernur dan wakil gubernur ikut langsung rapat bareng pansus di Dewan, ya nanti kita lihat saja rekomendasi pansus seperti apa,” ungkapnya. (Deni S/RBG)