CILEGON – Antre berjam-jam dan menempuh jarak satu kilometer menjadi satu-satunya pilihan warga Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Pulomerak, Kota Cilegon, untuk mendapatkan air bersih. Bila tidak begitu, mereka tidak akan bisa memenuhi kebutuhan sehari-hari.
Air itu didapatkan dari salah satu sumber mata air di Kelurahan Mekarsari. Sumber mata air itu berada di sela-sela tebing tanah yang tertampung di cekungan yang menyerupai sumur. Akibat kemarau panjang, tiga sumber mata air tempat warga bergantung mengalami kekeringan. Air yang keluar tidak sebanyak biasanya. Untuk itu, warga harus antre menunggu hingga delapan jam.
Mahmuri, warga Mekarsari, bercerita kepada Radar Banten, kekeringan sudah terjadi selama beberapa minggu. Sebelum kekeringan, warga tidak perlu menunggu selama empat hingga delapan jam. “Kalaupun lagi banyak warga yang mencuci enggak bakal lama gitu Pak kalau airnya banyak mah, paling satu jam berangkat ambil air itu,” ujar Mahmuri.
Menurut Mahmuri, kondisi wilayah perbukitan membuat warga menggantungkan kebutuhan air pada sumber-sumber mata air seperti itu. Kondisi daerah yang terdiri atas tanah cadas membuat warga kesulitan untuk memiliki sumur pribadi.
Bagi warga, kondisi itu sudah tidak jadi persoalan jika tidak sedang kemarau panjang yang mengakibatkan keringnya mata air. “Karena kan banyak airnya, warga juga ada yang bikin penampungan terus disalurin pakai paralon ke rumah. Tapi kalau lagi kekeringan mah ada penampungan juga percuma, dari mana airnya,” paparnya.
Warga lainnya Muyasaroh menuturkan, kekeringan sudah terjadi sejak pertengahan Juni lalu. Setiap hari ia harus membawa satu galon dan tiga jeriken ke sumber mata air itu agar bisa digunakan di rumahnya.
Demi air itu, Muyasaroh harus berjalan kaki sejauh satu kilometer dengan kondisi jalan menurun menuju sumber dan menanjak saat kembali ke rumah. Kapasitas galon yang dibawanya 19 liter sedang setiap jeriken berkapasitas 10 liter. “Saya dari jam 08.00 dan baru dapat air jam 16.00 WIB, harus tunggu delapan jam biar airnya penuh,” ujarnya.
Kondisi itu terjadi karena banyaknya warga yang ingin mengambil air. Akibat kekeringan itu, antrean warga sangat panjang untuk bergantian mengambil air. Antrean galon dan jeriken mencapai 60 buah milik warga. Sambil menunggu giliran mengisir air, Muyasaroh bersama sejumlah warga lainnya bercengkerama. “Harapannya mah ada bantuan pemerintah,” ujarnya.
Kekeringan seperti itu terjadi setiap tahun dan berlangsung selama beberapa bulan. Warga berharap ada saluran air yang dibuat pemerintah sehingga warga mudah mendapatkan air bersih.
Kepala Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Kota Cilegon Rasmi Widyani menuturkan, belum menerima laporan dari warga. Menurutnya, BPBD bisa memberikan bantuan jika sudah ada laporan dari masyarakat.
Untuk bencana kekeringan, bantuan yang akan dilakukan dengan cara mengoordinasikan penyaluran air bersih ke lokasi itu dengan sejumlah pihak, salah satunya PDAM Cilegon Mandiri. “Kita kan belum punya mobilnya,” ujarnya.
BPBD Kota Cilegon mencatat, ada enam lingkungan di dua kecamatan di Kota Cilegon yang selalu mengalami kekeringan selama kemarau panjang. Di antaranya, Lingkungan Kemelake, Watulawang, dan Pasir Salam di Kelurahan Gerem, Kecamatan Grogol. Kemudian, Lingkungan Gunung Batur, Lingkungan Tembulun, dan Lingkungan Sumur Pring di Kelurahan Mekarsari, Kecamatan Pulomerak.
Kata dia, yang membuat lingkungan-lingkungan itu menjadi langganan kekeringan karena kondisi wilayah di perbukitan dan kondisi tanah mayoritas cadas dan batu. “Pernah dibor sedalam 30 meter juga enggak ada airnya karena kondisi tanahnya itu,” ujarnya.
Direktur PDAM Cilegon Mandiri Encep Nurdin mengaku telah menyiapkan tiga unit kendaraan tangki air bersih untuk membantu warga yang mengalami kekeringan. PDAM telah menyiapkan tiga unit itu karena daerah-daerah itu selalu menjadi langganan kekeringan.
Pada 2014, per hari PDAM menyalurkan air lebih dari 1.000 liter untuk warga yang dilanda kekeringan. “Waktu itu kemarau terjadi dari Februari hingga November di wilayah perbukitan Pulomerak dan Grogol,” ujarnya.
Kata dia, medan menuju lokasi-lokasi itu sangat terjal. Selain menyiapkan kendaraan yang dalam kondisi baik, PDAM menyiapkan personel yang ahli untuk menghindari kecelakaan saat pendistribusian air.
Menurut Encep, saat ini belum dimungkinkan untuk dibangun saluran air ke daerah-daerah rawan kekeringan itu. Selain kondisinya yang terjal, juga tidak ada sumber air memadai di area bawahnya. (Bayu M/RBG)