Gula aren asal Lebak memiliki kualitas yang baik untuk kesehatan. Untuk itu, produk lokal yang diolah secara tradisional ini mampu menembus pasar nasional dan internasional. Sehingga, gula aren menjadi salah satu komoditas ekspor andalan asal Lebak.
MASTUR – Lebak
Populasi pohon aren atau pohon kawung (Sunda) tersebar di beberapa kecamatan di Kabupaten Lebak. Pohon aren tumbuh subur di kebun warga maupun di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS). Jumlahnya yang mencapai puluhan ribu batang menjadi berkah bagi masyarakat di daerah. Apalagi, pohon aren, buah aren, dan air nira memiliki manfaat yang besar dalam meningkatkan ekonomi masyarakat. Untuk itu, masyarakat secara turun temurun mengoptimalkan potensi pohon aren untuk meningkatkan ekonomi keluarga.
Nata, petani asal Kampung Munggang, Desa Cigemblong, Kecamatan Cigemblong, mengungkap, sudah puluhan tahun menjalani profesi sebagai perajin gula aren. Bahkan, Nata dapat menyekolahkan tiga orang anaknya hingga SMA dari hasil penjualan gula aren. Tiap pagi dan sore hari, suami dari Evi ini mengambil nira atau tuak dari pohon aren yang ada di kebun. Air nira diolah menjadi gula aren.
“Saya sudah puluhan tahun menjadi perajin gula aren. Hasilnya lumayan untuk tambah-tambah biaya hidup dan biaya sekolah anak-anak,” kata Nata kepada Radar Banten, kemarin.
Dalam sehari, Nata bisa menghasilkan dua kilogram gula aren dengan kualitas baik. Gula aren organik diolah secara tradisional dan hasilnya dijual ke Pasar Cigemblong seminggu sekali. Hasil penjualan digunakan untuk menambah biaya dapur dan sebagian lagi ditabung untuk biaya sekolah anak-anak. Sampai sekarang, dia bersyukur tiga anaknya sudah lulus SMA dan ada yang telah berkeluarga.
Dijelaskannya, produksi gula aren tidak dilakukan sendiri. Nata dibantu istrinya Evi mengolah air nira dengan menggunakan peralatan seadanya. Ia juga tidak menggunakan gas elpiji untuk memasak air nira menjadi gula aren. Nata dan perajin gula di Cigemblong semuanya masih menggunakan kayu bakar untuk memasak air nira dan mengolahnya menjadi gula aren. Kondisi tersebut tentu tidak mudah karena dibutuhkan kesabaran dan ketelatenan dalam mengolah air nira menjadi gula aren yang berkualitas. “Jadi enggak sembarang orang bisa mengolah air nira menjadi gula aren. Bahkan, untuk mencetaknya juga butuh ketelitian,” ungkapnya.
Gula aren dari para petani di Cigemblong dijual kepada pengepul di pasar. Biasanya, seminggu sekali lebih dari tiga pikap mengangkut gula aren dari Cigemblong. Namun ada juga pengepul yang datang langsung kepada petani untuk membeli dengan harga yang bervariasi, mulai dari Rp20.000 sampai Rp40.000 per kilogram. “Kalau kualitasnya bagus bisa mencapai Rp40.000 per kilogram. Cirinya, gula arennya cerah dan isinya padat tidak lembek,” terangnya.
Gula aren asal Cigemblong dan daerah lain di Lebak diolah lagi oleh pengepul menjadi gula semut, gula jahe, dan stick gula. Beberapa produk gula aren dikemas menarik dan dipasarkan di ritel modern, pasar nasional, dan pasar internasional.
Ahmad Dimyati, pemilik usaha gula aren di Lebak mengatakan, produksi gula aren di Kabupaten Lebak mencapai 100 ton lebih per bulan. Ia dapat mengolah 10 ton per bulan, sedangkan puluhan ton gula aren dijual ke berbagai pedagang dan perusahaan di pasar tradisional di Banten dan Jakarta.
“Gula aren yang saya beli dari mitra (petani-red) diolah kembali menjadi gula semut, stick gula, dan produk lainnya. Tergantung permintaan pasar,” jelasnya.
Akhir tahun lalu, Dimyati mengekspor gula semut ke Tiongkok. Kerja sama tersebut kemudian berlanjut dan perusahaan di Tiongkok meminta lagi pengiriman gula semut dengan brand Kawung Lebak pada Januari 2020. Namun, karena merebaknya virus corona di negara tersebut, pengiriman gula semut ke negeri Tirai Bambu dibatalkan.
“Tahun ini, kita rencana ekspor tidak langsung atau menggunakan trader ke beberapa negara, seperti Bahrain, Arab Saudi, Uni Emirat Arab, dan Malaysia. Kita pun berencana akan ekspor langsung ke Turki, Singapura, Rusia, dan Korea Selatan,” jelasnya.
Gula aren organik asal Lebak dinilai menyehatkan dan memiliki kualitas cukup baik. Untuk itu, Dimyati bekerja sama dengan Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) dan Dinas Koperasi dan Usaha Kecil Menengah (UKM) terus meningkatkan kualitas produk gula aren di Bumi Multatuli.
“Beberapa kecamatan yang menjadi penghasil gula aren di Lebak di antaranya Kecamatan Sobang, Panggarangan, Cibeber, Cijaku, Cigemblong, Lebakgedong, Leuwidamar, Muncang, Bojongmanik, dan Kecamatan Cirinten,” jelasnya.
Pria asal Kecamatan Muncang ini mengaku, khawatir dengan merebaknya virus corona di berbagai negara di dunia, termasuk Indonesia. Dia yakin, produksi gula aren dan produk turunannya bakal terganggu. Bahkan, ekspor gula aren ke beberapa negara yang telah direncanakan berpotensi gagal jika virus corona tidak segera ditangani dengan baik dan tuntas.
“Para pengusaha pasti khawatir dengan kondisi sekarang. Tidak hanya pengusaha gula aren, tapi pengusaha di bidang lain pun pasti resah dengan merebaknya virus corona yang telah menjangkit puluhan ribu orang di dunia. Tapi, kita tentu berharap ekspor gula aren tetap berjalan,” tukasnya.(*)