SERANG,RADARBANTEN.CO.ID – Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman (DPRKP) Kabupaten Serang memberhentikan satu orang fasilitator yang menangani Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) pada tahun 2023.
Ia diberhentikan lantaran dinilai memiliki kinerja yang kurang baik pada saat menjalankan tugasnya.
Kepala DPRKP Kabupaten Serang Okeu Oktaviana mengatakan, pihaknya tidak akan segan-segan memberikan sanksi tegas terhadap fasilitator Rutilahu yang memiliki kinerja buruk ketika menjalankan tugasnya.
Fasilitator sendiri memiliki peran yang penting dalam penanganan Rutilahu di Kabupaten Serang di antaranya membantu administrasi permohonan bantuan Rutilahu, persiapan hingga sosialisasi di lapangan.
“Jadi, tugas fasilitator ini sangat penting demi menyelesaikan Rutilahu, kalau kinerja dari fasilitatornya tidak baik untuk apa dipertahankan. Sehingga, pada 2023 lalu kita berhentikan satu fasilitator yang kinerjanya tidak baik, dan ada juga yang mengundurkan diri karena mendapat tugas baru di luar dinas,” katanya, Minggu 25 Februari 2024.
Okeu mengatakan, ada pelaksanaan evaluasi secara berkala terhadap kinerja yang dilakukan oleh Fasilitator. Dimana hal itu menjadi tolok ukur penilaian kinerja yang diberikan.
Pada tahun ini, lanjut Okeu terdapat sembilan fasilitator Rutilahu yang telah direkrut, di antara mereka ada wajah baru dan ada wajah lama yang diterima lagi.
“Fasilitator yang baru kita rekrut itu, sudah melalui test dan seleksi yang hasilnya ada sembilan orang itu. Selanjutnya, para fasilitator tersebut akan mengikuti pelatihan serta finalisasi data yang akan menerima bantuan 200 unit,” terangnya.
Nantinya, para fasilitator tersebut akan bekerja selama enam bulan untuk melaksanakan tugasnya, seperti membantu administrasi, persiapan, hingga sosialisasi di lapangan. “Target kami, setelah Idul Fitri pelaksanaan pembangunan Rutilahu di mulai,” tegasnyam
Keterbatasan jumlah fasilitator diakui Okeu menjadi salah satu kendala pelaksanaan program Rutilahu tidak dapat disebar secara merata setiap tahunnya. Biasanya, program yang dilaksanakan akan menumpuk di satu kecamatan lantaran terbatasnya jumlah fasilitator.
“Contohnya Tahun ini, ada 200 bantuan Rutilahu apabila disebar di 29 kecamatan, satu kecamatan ada delapan Rutilahu, dan satu desa itu kadang dua hingga tiga Rutilahu. Jangkauan fasilitatornya ini, sedangkan fasilitator ini harus setiap saat standby di lapangan. Jangankan megang dua kecamatan, satu kecamatan aja masih kelimpungan mereka,” tegasnya.
Apabila ingin program tersebut dapat terlaksana dengan maksimal, maka harus ada 29 fasilitator. Akan tetapi, apabila ada 29 fasilitator, akan membuat biaya operasional membengkak.
“Ditengah keterbatasan anggaran operasional ini makanya kita efektifkan. Kalau setiap kecamatan ada fasilitator maka hanya memegang 6 rumah terlalu boros. Kita biasanya satu fasilitator 20 rumah,” pungkasnya. (*)
Reporter: Ahmad Rizal Ramdhani
Editor: Abdul Rozak