SERANG,RADARBANTEN.CO.ID – Pemilihan kepala daerah (Pilkada) Kota Serang tahun 2024 semakin sengit. Sebab, pasangan Syafrudin-Subadri yang memenangkan Pilkada 2018 lalu diprediksi akan pecah kongsi atau tidak bersatu kembali di Pilkada 2024.
Terdapat sejumlah faktor selain tidak padunya saat menjalankan roda Pemerintahan Kota Serang selama menjabat, popularitas dan elektabilitas juga menjadi alasannya.
Pengamat politik Usep Saepul Ahyar mengatakan, Syafrudin dan Subadri memiliki potensi akan saling bertarung dan tidak bersatu pada Pilkada Kota Serang tahun 2024.
“Rumusnya sebenarnya semuanya, dalam politik tidak ada yang tidak mungkin. Ini kan semua calon-calon yang muncul, masih dalam bursa calon, yang menentukan banyak hal dan banyak faktor,” ujarnya kepada Radar Banten, Minggu 24 Maret 2024.
Usep menjelaskan, dalam politik tidak ada segala sesuatu hal itu tidak dicampurkan oleh kepentingan. Seperti pasangan yang memiliki jargon Aje Kendor sebagai pemenang Pilkada 2018 lalu.
“Mereka pasti menghitung kemenangan, maka pertimbangannya pasti elektabilitas, pasangannya cocok atau tidak. Jadi individu itu antara calon Walikota dan calon Wakil Walikota pasti dihitung sekali,” katanya.
Dia menilai, meski Syafrudin-Subadri pernah bersatu dan memenangkan perhelatan Pilkada pada 2018 lalu, namun dalam menjalankan pemerintahannya selama ini dinilai tidak terlalu padu.
“Memang Syafrudin dan Subadri mereka sudah pernah bersatu dan memenangkan, itu kelebihannya. Tapi di lain sisi pemerintahannya tidak terlalu padu antara keduanya,” katanya.
Selain itu, faktor tiket dan partai politik sebagai penentu bakal calon yang diusung juga menjadi alasan lainnya. Sebab, hingga saat ini belum ada satu partai politik yang mendeklarasikan siapa calon yang akan diusung, baik itu PAN maupun PPP.
“Tapi di antara partai-partai itu belum ada satu partai yang bisa mencalonkan sendiri, harus berkoalisi. Pertimbangan partai itu kan bermacam-macam juga, tidak hanya elektabilitas tapi juga mengunyungkan partai atau tidak,” ucapnya.
Dikatakan Usep, saat ini para bakal calon Walikota tengah menggencarkan dan mengkampanyekan diri mereka kepada masyarakat untuk meningkatkan popularitas dan elektabilitas.
“Meskipun itu tidak pasti popularitas tinggi akan sama dengan elektabilitasnya tinggi. Tapi elektabilitas itu selalu ditopang oleh popularitas yang baik. orang-orang yang memiliki akses terhadap partai politik potensi dapat tiket pasti tinggi,” tuturnya.
Meski demikian, partai politik tidak hanya mempertimbangkan popularitas dan elektabilitas saja, melainkan juga modal dari masing-masing calon menjadi faktor penguatnya.
“Walaupun partai itu pertimbangan lain selain popularitas dan elektabilitas, pasti kapital atau dana juga dibutuhkan. Sebab, mencalonkan diri sebagai Walikota dan Wakil Walikota mahal sekali, bukan hitungan yang murah,” ujarnya. (*)
Editor: Bayu Mulyana